Kamis, 24 November 2011

Makalah-Peranan Pemuda dalam Mensosialisasikan HIV/AIDS Menggunakan TIK, Khususnya Internet

Posted by Nur Fadhilah at 3:04:00 PM 0 comments
Berikut ini hanya merupakan pembahasan.
Di Indonesia kasus HIV/AIDS semakin meningkat sejalan dengan kebiasaan hidup yang semakain maju dan bebas, khususnya di kalangan pemuda. Oleh karena itu, penanggulangan HIV/AIDS saat ini adalah kegiatan yang rutin dilakukan oleh pemerintah, LSM, dan komponen masyarakat pemerhati HIV/AIDS, bahkan pemuda pun memiliki andil dalam menanggulangi HIV/AIDS. Pemuda menanggulangi HIV/AIDS dengan mecoba ikut serta menjadi aktivis-aktivis anti HIV/AIDS atau melalui kegitan sosialisasi kecil-kecilan mengenai bahaya HIV/AIDS.
Salah satu media untuk sosialisasi yang dilakukan oleh pemuda adalah internet, karena di era globalisasi internet merupakan hal yang sangat penting dan telah menyebar luas dan mencakup seluruh kalangan sehinnga mudah untuk diakses. Banyak di antara pemuda yang mensosialisasikan HIV/AIDS dengan memanfaatkan situs jejaring sosial seperti Facebook dan Twitter. Pemuda biasanya membuat sebuah forum atau page di Facebook yang berisi informasi-informasi mengenai bahaya HIV/AIDS dan membuat akun Twitter untuk membagikan nasihat-nasihat mengenai bahaya HIV/AIDS.
Sosialisasi juga dilakukan melalui website contohnya aidsindonesia.or.id. Di website ini dapat ditemukan beberapa informasi yang lengkap seputar HIV/AIDS khususnya untuk Indonesia. Sayang sekali, website ini tidak memberikan aplikasi sosial networking seperti tersambung ke Facebook, Twitter, atau RSS Feed, sehingga website ini tidak memiliki fasilitas interaksi antar pembaca dengan admin.
Membentuk komunitas-komunitas HIV/AIDS di dunia maya juga menjadi pilihan bagi pemuda dalam mensosialisasikan HIV/AIDS. Salah satu komunitas HIV/AIDS yang digagas oleh pemuda dan populer dikalangan pemuda adalah Komunitas AIDS Indonesia. komunitas ini memberikan informasi-informasi lengkap mengenai HIV/AIDS, selain itu komunitas ini juga sering memberikan motivasi berupa kata-kata kepada ODHA, serta layanan on line yang dikhususkan kepada ODHA agar bisa berinteraksi dengan masyarakat lain yang tergabung dalam komunitas tersebut. Selain melakukan kegiatan secara on line, komunitas ini melakukan kegiatan off line, seperti kampanye HIV/AIDS, mensosialisasikan bahaya HIV/AIDS, dan berinteraksi dengan ODHA secara langsung. Tak jarang pemuda juga bergerak secara individual dengan membuat blog pribadi yang berisi berbagai macam informasi menarik seputar HIV/AIDS.
Dalam mensosialisasikan HIV/AIDS khususnya melalui media jejaring sosial, website, blog maupun komunitas pemuda tak hanya dapat memberikan informasi seputar HIV/AIDS, namun pemuda dapat menggunakan prinsip Valliant, Cautious dan Thinking (VCT). Valliant atau berani, maksudnya masyarakat harus berani mengatakan tidak pada HIV/AIDS, agar tertanam dalam diri masyarakat bahwa HIV/AIDS itu merupakan hal yang harus dijauhi. Cautious atau berhati-hati maksudnya, masyarakat harus berhati-hati dalam bergaul sehingga tidak terjerumus ke dalam pergaulan bebas. Thinking atau berpikir, maksudnya masyarakat harus berpikir jernih sebelum memutuskan untuk melakukan sesuatu. Jadi, VCT dapat membentuk moral masyarakat terutama remaja, agar tidak terjerumus ke dalam HIV/AIDS.

Kamis, 17 November 2011

Perjuangan Melawan Bom Waktu HIV/AIDS

Posted by Nur Fadhilah at 2:54:00 PM 0 comments
Dalam sebuah rumah berdinding semen dan berkamar tiga di Sorong, Papua Barat, impian Angelina pun perlahan memudar. Dulu ia pernah bercita-cita untuk menjadi seorang polisi wanita. Alasannya karena Angelina sangat suka melihat polisi yang membantu dan melindungi orang.
Namun sudah lama impian itu sirna. Pada Juni 2002, suaminya yang bekerja sebagai ahli mekanik meninggal. Enam bulan kemudian bayi perempuan pertamanya pun juga meninggal. Baru pada bulan Oktober, ia tahu penyebabnya. Belum juga hilang kesedihannya, perempuan 21 tahun itu diberitahu bahwa ia terinfeksi HIV. Kemungkinan besar suaminya terjangkit virus itu dari pekerja seks dan kemudian menularinya.
Angelina hanya salah satu korban yang polos dan tidak tahu menahu tentang HIV di Indonesia. Ia hanya orang biasa yang bahkan tidak pernah melakukan tindakan beresiko tetapi tertular oleh orang yang berkelakuan tidak baik.
Tentu saja banyak perhatian tercurah pada penyebaran HIV/AIDS di antara kelompok-kelompok yang beresiko. Tapi UNICEF justru memfokuskan pada anak muda dalam upayanya mencegah penularan virus ke masyarakat luas.
Sebagian besar anak muda Indonesia tidak tahu mengenai HIV/AIDS dan penyebarannya. Hanya sedikit yang mendapat informasi yang tepat tentang penyakit itu. Dalam satu penelitian, hanya satu dari tiga pelajar sekolah menengah atas di Jakarta yang tahu persis cara pencegahan penularan virus secara seksual.
Kurangnya pengetahuan ini menjadi sebuah bom waktu di daerah-daerah seperti Papua. Di sana anak muda mulai aktif secara seksual pada awal masa pubertas. Dengan memberikan pelatihan pada guru-guru sekolah menengah atas di Papua tentang keterampilan hidup dan HIV/AIDS, UNICEF berharap generasi muda di Papua akan memahami konsekuensi dari seks yang tidak aman.
Menyangkut pendidikan sebagai satu pilar strategi lima tahun HIV/AIDS, pemerintah Indonesia tetap berjalan di tempat. Karena itu UNICEF mencoba langkah berbeda dengan menyentuh langsung pelajar sekolah menengah atas.
“Saat kita berada di sekolah, kita mengkombinasikan strategi pendidikan ketrampilan hidup dan pendidikan sebaya untuk mencegah penularan HIV dan penyalahgunaan obat-obatan. Strategi itu pada dasarnya dirancang untuk memberikan kaum muda ketrampilan komunikasi antar pribadi, kreatifitas, kepercayaan diri, harga diri dan daya pikir kritis. Ini perlu untuk membantu mereka jika menghadapi kesempatan untuk mencoba obat-obatan atau melakukan seks yang tidak aman,” kata Rachel Odede, kepala unit HIV/AIDS UNICEF Indonesia.
Hambatan utama untuk pendidikan orang Indonesia adalah keyakinan bahwa penyakit ini hanya menjangkiti “orang tidak baik” dan memang mereka layak mendapatkannya. Orang yang terinfeksi HIV/AIDS pun diberi stigma dan dipaksa pergi dari kampung halaman mereka. Mereka ditolak berobat ke dokter, diancam, dijauhi dan disingkirkan. Ketakutan dan stigma semacam itulah yang membuat para tetangga dan bahkan anggota keluarga Angelina tidak tahu sama sekali penyakitnya.
“Saya anggota aktif di gereja. Saya tidak ingin orang melihat ke saya dan berkata ‘Lihat, orang itu putrinya sakit’”, kata Yakobus, ayahnya. Ia seorang guru sekolah dasar yang mengambil pensiun dini untuk merawat putri bungsunya itu.
Meski orang Indonesia yang sekuler telah mengenal program keluarga berencana dengan slogan ‘dua anak cukup’, pembicaraan mengenai seks masih dianggap tabu oleh sebagian penduduk yang sebagian besar Muslim dan konservatif ini. Saat ini epidemi HIV/AIDS terkonsentrasi pada tingkat penularan HIV yang masih rendah pada penduduk secara umum. Namun pada populasi tertentu, tingkat penularannya cukup tinggi, yaitu di antara para pekerja seks komersil dan pengguna jarum suntik yang kian meningkat.

Selasa, 08 November 2011

KTP Chukkahamnida ^^

Posted by Nur Fadhilah at 6:20:00 PM 0 comments
Selasa, 8 November 2011. Hari ini adalah hari aku membuat Kartu Tanda Penduduk (KTP). Ya, walaupun sebenarnya hari ini umurku belum ‘ganjil’ 17 tahun, tapi tak apalah.
Awalnya sih aku tidak mau, padahal sudah dibujuk 1000 macam rayuan oleh ayahku tercinta (cie ile…), tapi hatiku tak goyah. Aku ingin membuat KTP tepat di usia 17 tahun (sebulan lagi, sebulan lagi!!). Ternyata, keluarga besarku akan mengurus KTP hari ini. Jadi, kalau tidak mau ngurus sendiri ya harus ikut, deh.
Ayahku berkata, kalau ada pelajaran yang kosong, aku disuruh pulang ke rumah. Nah, kebetulan sekali, ada pelajaran kosong di jam terakhir. Yee, kan enak bisa sekalian pulang ke rumah terus nggak balik-balik lagi ke sekolah. Hehe..
Jadilah aku pulang pukul 12.00 Wita. Sampai di pos satpam, aku menunjukkan surat izin yang kuambil di BK. Terus pak satpam bertanya, “Kamu mau pulang naik ojek?” Kujawab, “Sepertinya begitu, pak.” “Nih ada ojek, naik saja!” Wah, Alhamdulillah ya, sesuatu banget. Langsung deh aku naik ojek itu.
Tiba di rumah. Ternyata, ayahku terlambat ngambil nomor di Kantor Camat Kadia. Dapat nomor sih, tapi nomor 96. Wow. Nomor 96 kira-kira sore baru mendapat giliran. Eh, tadinya izin pulang ke rumah buat ngurus KTP, jadinya buat tidur. Hahaha…
Pukul 16.00 Wita, kami sekeluarga (ayah, ibu, kakak I, dan keponakanku Aiz) pergi ke P2ID. Ayahku naik motor, sedangkan sisanya naik taksi (SISA???!!). Ketika taksi masuk ke gerbang P2ID, jadi terbayang masa lalu. Terakhir kali aku ke sini sekitar usia TK. Dahulu kala, P2ID digunakan sebagai tempat promosi dan pameran budaya. Tempatnya juga unik. Pernah ke Keraton Buton tidak?? Hehe, aku juga belum pernah. Tapi pernah penelitian di sana (aduh gimana ceritanya tuh???). Tapi lagi, bukan aku yang pergi, tapi (lagi-lagi) temanku. Aku hanya melihat keadaan di sana lewat video yang direkam oleh temanku. Tapi sayang, ternyata tanah di P2ID bermasalah. Makanya hingga sekarang, P2ID sudah tidak difungsikan lagi. Keberadaannya juga yang jauh dari keramaian membuat tempat ini seperti tidak pernah ada.
SUDAH!! Kembali ke ceritaku tadi. Suasana di P2ID mirip dengan suasana di Keraton Buton. Gerbang P2ID dibangun ala benteng pertahanan, seperti Keraton Buton. Di dalam P2ID juga terdapat beberapa rumah masyarakat. Banyak rumah-rumah adat (asli) yang ada di sini. Ada juga lho tiruan tiang bendera Keraton Buton. Hanya kalau di keraton kan tiang benderanya setinggi 20 meter. Kalau tiruannya kukira tidak mencapai 10 meter. Terdapat lapangan bola juga, yang ramai dikunjungi baik dari kalangan anak-anak dan remaja laki-laki.
Nah, di samping lapangan bola itulah letaknya Kantor Camat Kadia. Di sebelahnya masih terdapat satu kantor lagi, yaitu Kantor Pariwisata. Di atas pintu masuk Kantor Camat Kadia, terdapat spanduk bertuliskan KTP elektronik bla bla bla (maaf aku tidak hapal ^^).
Ternyata giliran kami belum tiba. Masih ada beberapa nomor lagi. Ketika tiba giliran kami, datang tetangga belakang rumah bersama keluarganya. Sayang, gilirannya sudah lewat. Masuklah kami ke suatu ruangan. Ruangannya lumayan luas, tapi penataan perabot yang kurang tepat sehingga terlihat sangat sempit. Terdapat 4 kursi tunggu dan 4 petugas. Dua perempuan dan dua laki-laki. Kedua perempuan itu bertugas sebagai petugas yang melayani masyarakat apabila ada masalah, sedangkan kedua laki-laki itu sebagai tukang foto.
Pertama, foto giliran ayahku, lalu ibuku, terakhir aku. Proses pembuatan KTP elektronik ini sangat berbeda dengan pembuatan KTP biasa (ya iyalah..). Selain foto wajah, petugas juga meminta sidik jari dan memfoto bagian mata. Pengalaman ini membuatku deg-degan. Soalnya ini kan pengalaman pertama dan terakhir. Sewaktu di rumah, aku sengaja memilih pakaian yang bagus. Karena kalau di foto, foto itu yang akan ku pakai seumur hidup. Jadi harus cantik dong fotonya. Hehe..
Lalu tiba-tiba, seorang petugas laki-laki masuk bersama seorang perempuan. Ternyata perempuan itu adalah tetangga dekat rumah yang baru datang tadi. Ternyata dia protes karena ada seorang perempuan yang baru datang tapi kok tidak ngantri, langsung masuk ke ruangan pengambilan foto. Oh ya, sewaktu kami masuk ke ruangan ini, kami diikuti oleh seorang perempuan juga. Sebenarnya aku sempat mendengar percakapan antara perempuan itu dan salah satu petugas perempuan di ruangan tersebut. Sepertinya mereka adalah kerabat. Tidak adilnya, si petugas ini memperbolehkan kerabatnya itu masuk duluan tanpa nomor antrian. Jadi, wajar dong kalau ada yang protes.
Ya, sekianlah pengalamanku membuat KTP. Sebenarnya tadi tidak ada minat buat nulis di blog, makanya aku tidak menyertakan foto P2ID, karena memang aku tidak mengambil foto sewaktu di sana. Tapi kupikir, ini adalah pengalaman yang perlu ditulis. Jadi kutulis saja. Semoga Anda suka..

Minggu, 06 November 2011

SEPI, GO….!!!!!!

Posted by Nur Fadhilah at 8:48:00 PM 0 comments
Minggu, 6 November 2011. Happy Idul Adha Day 1432 H, Guys! Alhamdulillah, Allah masih memberi kita umur sehingga bisa melaksanakan lebaran haji hari ini.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillah Ilhamd.” Sayup-sayup sudah mulai berkumandang sejak tadi malam. Menandakan bahwa Hari Raya Idul Adha telah tiba.
Sekitar pukul 06.00 Wita, aku, mama, kakak, keponakan (Aiz), dan suami kakakku (kecuali ayahku. Beliau lebih memilih untuk shalat di Masjid Ummushabri yang jaraknya lebih dekat dari rumah) menuju Masjid Agung Al-Kautsar untuk menunaikan Shalat Id. Masjid Agung Al-Kautsar adalah masjid paling besar dan mewah di Kendari. Tapi sayang, sepagi ini ternyata sudah terlalu terlambat untuk mengambil tempat paling depan. Orang-orang seperti tertumpah ruah di masjid yang super luas ini. Karena padatnya manusia dan kendaraan, suami kakakku berinisiatif untuk memarkir mobil di depan Bank Mandiri Syariah. Lalu kami berjalan menuju masjid.
Alhamdulillah, masih ada tempat kosong. Kami pun mengambil tempat di halaman masjid dekat tangga masuk, sedangkan suami kakakku mengambil tempat di halaman bagian depan masjid (maaf ya fotonya nggak ada, malas bawa kamera sih).
Tepat pukul 06.30 Wita, ritual Shalat Id dimulai. Dimulai dari pembacaan tata cara shalat, shalat, hingga khotbah Idul Adha. Jujur, aku sih melaluinya dengan tidak terlalu khusyuk. Penyebabnya bermacam-macam. Ketika shalat, banyak suara anak kecil yang menangis (ada yang menyuruh mamanya untuk berhenti shalat, ada yang ingin beli balon, ada yang ingin beli es krim, ada yang haus, dan ada yang takut nggak tahu kenapa. Alhamdulillah, Aiz tumbenan tenang banget, nggak rewel) dan suara handphone berdering.
Pulang pun ribet banget. Akses untuk keluar masjid sangat susah. Karena harus berdesak-desakan dengan manusia-manusia lain. Ada yang ingin minta sumbangan atas nama masjid, panti asuhan, dan pribadi. Belum lagi penjual-penjual yang berlomba-lomba menawarkan barang-barangnya demi menggaet hati anak kecil (Dhil, bukan penjual namanya kalau nggak begitu [==”]).
Akhirnya, setelah melalui berjuta-juta rintangan (lebay), akhirnya sampai juga di tempat parkir. Ternyata eh ternyata, mobil nggak bisa keluar. Karena banyak banget mobil lain yang ngantri dibelakangnya. Waduh, mau nunggu sampai jam berapa nih??
30 menit kemudian…
Akhirnya, kami bisa pulang juga. Ketika sampai di perempatan MTQ, suami kakakku mengambil haluan kanan, karena kondisi jalan di depan Ummushabri terlihat masih macet. Tiba di depan perempatan Masjid Nurul Huda, ternyata jalan di depan masjid itu juga macet. Kakakku pun berkata, “Lebih baik kita lewat di depan Ummushabri saja, biar pun agak macet, jalan di daerah itu lebih lebar.” Akhirnya kami belok kembali. Tiba di Ummushabri, ternyata mobil sama sekali tidak bisa bergerak. Macet total. Sepertinya kondisi jalan di sini lebih parah dibanding jalan di depan Masjid Nurul Huda tadi. Hah, akhirnya kami mengambil jalan memutar lewat MTQ, pasar bunga, dan belok di jalan samping Kantor Departemen Agama. Seharusnya, waktu tempuh dari Masjid Al-Kautsar ke rumahku hanya sekitar 10 menit. Gara-gara insiden ini, waktunya menjadi dua kali lipat.
Setibanya di rumah, ternyata ayahku belum datang. Kunci rumah kan ada sama beliau!! Ya, nunggu lagi deh. Padahal, cacing-cacing di perutku sudah berdemo meminta hak makan mereka. Ternyata, aku masih harus menunggu lagi sampai makanan benar-benar siap.
Alhamdulillah, akhirnya makan juga. Dengan lahap, aku pun menyantap makanan yang dimasak oleh mamaku. Ada buras, ketupat, kari ayam, ayam masak kelapa, dan ayam lilit laksa (makanan favoritku). Sebagai makanan penutup, tersedia pie dan salad buah. Mmm, yummy (slurp)…
Setelah agak kenyang, aku pun kembali bersiap-siap untuk ke sekolah. Eit, bukan untuk belajar, tapi aku diamanahkan untuk menjadi panitia qurban seksi dokumentasi. Alhamdulillah, ayahku yang baik hati bersedia mengantarku ke sekolah.
Tiba di sekolah, sudah lumayan banyak orang berkumpul. Terlihat ada dua sapi yang menunggu ajalnya tiba (hehe..). Heh, sapinya berwarna coklat, kebetulan banget aku juga pakai pakaian serba coklat mulai dari kerudung hingga sepatu. Hah, memang jodoh ya nggak ke mana (Haha, just kidding ><)!! Setelah absen, aku dan teman-teman pun menuju lokasi pemotongan sapi. Aku senang banget. Soalnya ini kali pertama aku mendengar suara "mooooo..." sapi secara langsung. Hehe, maklum, orang kota nggak pernah bergaul sama sapi (jangan tersinggung ya :)) Setelah itu, aku memulai aktivitasku menjadi fotografer gadungan. Berbekal kamera merek Nikon baruku (huuu, pamer. Astaghfirullah!!), aku mulai jepret sana, jempret sini, jempret itu, jempret ini. Hehe…. Foto sapi di awal cerita juga merupakan salah satu hasil jepretanku. Oh, aku dan teman-teman juga sempat berfoto sama sapi. Sudah bergaya bagus banget nih. Senyum lebar-lebar, lesung pipi harus kelihatan, ekspresi oke, pokoknya posisi sudah bagus banget nih, termasuk posisi sapinya. Tapi, ketika di foto, mungkin sapinya kaget lihat blitz kali, sapinya langsung melompat. Kami sangat kaget. Tapi hasilnya boelh juga kan?? Salut buat sang fotografer :)


Pemotongan sapi pun dimulai. Para guru dan siswa terlihat bekerjasama. Adapun yang bertindak sebagai penggali lubang tutup lubang adalah Pak Petaho (tata usaha SMAN 4 Kendari), sebagai algojonya adalah Drs. Haddad Yahya (guru agama SMAN 4 Kendari), sebagai seksi dokumentasi versi guru adalah Drs. Sahama (guru bahasa Inggris SMAN 4 Kendari), sebagai seksi potong-potong daging adalah pak satpam, sebagai seksi timbang-menimbang adalah Pak Mangalisu (guru kimia SMAN 4 Kendari),sebagai pengasah pisau dan parang adalah Soekarno, sebagai pengangkat daging adalah Mukarram Rifai, dll. Hehe, peace…
Uhh, bosan juga foto-foto sapi melulu. Aku dan Lia (temanku) pun mengasingkan diri ke gazebo kelas XI Olimpiade. Di sana kami foto-foto menarsiskan diri. Sayang, foto-fotonya sudah terkena sensor nih, jadi tidak dapat ditampilkan. Hihi ^^
Sekitar pukul 11.00 Wita, aku dan Lia pamit pulang. Awalnya kami dicegah Munir (anggota OSIS). Katanya, tunggu sebentar lagi karena ada pembagian daging. Tapi kami menolak untuk untuk diberi. Aku mempertimbangkan bahwa keluargaku kurang suka makan daging. Lia menolak karena di rumahnya juga ada sapi yang katanya sebentar siang akan dipotong. Akhirnya kami pun pulang dengan tangan kosong.
Kami pun berjalan menuju gerbang kedua. Astaghfirullah, aku lupa bawa uang untuk pulang. Soalnya waktu datang ke sekolah, ayahku yang mengantarku, jadi lupa bawa deh. Alhamdulillah, Lia dengan senang hati meminjamkanku uangnya. Thank you, Lia..
Tiba di rumah, aku disambut keluargaku dengan pertanyaan, “Mana dagingnya??” Aku pun dengan santai menjawab, “Tidak ku ambil. Soalnya ku pikir tidak ada yng suka makan daging, palingan mama. Eh, bukannya ada pembagian dari masjid belakang rumah?” Ternyata ayahku juga menolak pemberian daging itu dengan alasan yang sama denganku.
Hahaha… sontak seluruh keluargaku tertawa. Mamaku bilang, ya sudah, nanti besok kita beli daging di pasar saja. Yaa, ada yang gratis malah beli.
Tapi belum berhenti sampai di situ. Sekitar pukul 13.00 Wita, pintu rumahku diketuk. Aku pun membukanya. Ternyata yang datang adalah remaja masjid dekat rumah. Dia mengantarkan jatah daging keluargaku. Ku kira hanya satu kantung. Eh, ternyata aku diberi lima kantung. Kaget aku. “Lho, kok banyak sekali?” “Sudah begini jatahnya. Memang banyak.”
Hahaha… Alhamdulillah. Allah selalu mendatangkan rezeki dari arah yang tidak terduga-duga. Dua kilo daging ditolak, yang datang malah lima kilo. Hah, sekarang mamaku jadi bingung. Daging segini banyaknya mau diapakan?? Bisa-bisa sampai bulan depan makan daging terus nih. Haha.. Sepi, go…!!
 

Dhilah siBluuu Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review