Jumat, 28 Juni 2013

MY FIRST DEBATING

Posted by Nur Fadhilah at 8:05:00 PM 4 comments
Hola!! Di antara readers sudah ada yang pernah ikut debate competition nggak? Kalau sudah, share pengalaman sewaktu first debating-nya dong!! Author jadi penasaran nih..

Yap, kali ini saya mau share pengalaman first debating-ku di universitas. Kebetulan saya dari program studi Pendidikan Bahasa Inggris, malu dong kalau nggak bisa debat. Tapi… shh… saya sebenarnya punya rahasia loh… but promise don’t say to anyone else yaa!! *nah loh :s

My first debating adalah ketika SMP. Itu pun terjadi sangat kebetulan alias tidak disengaja alias tanpa direncanakan alias karena paksaan. Waktu itu masih zamannya Australian Parliament. 3 orang temanku terpilih mewakili sekolah untuk mengikuti lomba debat tingkat SMP/sederajat se-Kota Kendari pada ajang Bank Indonesia Fair. Alhamdulillah mereka masuk ke babak final #hebat gak tuh? Tak dinyana dan tak disangka-sangka, satu dari mereka jatuh sakit sehari sebelum hari H. Masih jelas banget tuh di ingatanku, tepat pukul 10 malam, padahal lagi asyik-asyik nonton sinetron nih bersama mama tercinta, ponselku berdering. Tertera nama guru bahasa Inggrisku di sekolah.

“Dhil, besok kamu ada acara tidak?” *(besok = Minggu)

“Tidak, Bu. Ada apa?”

“Kia mendadak sakit. Barusan dia kabarin ibu. Kamu gantikan Kia besok ya di lomba debat!”

“Lah Bu, kenapa saya?”

“Sudah, kamu saja! Ibu sudah tidak tahu jam segini mau telepon siapa… Ibu tunggu besok ya di … jam 8!”

“Terus saya besok harus ngomong apa, Bu?”

“Nanti besok ibu tuliskan apa yang mesti kamu bilang.”

Maka stres lah saya. Nonton nggak fokus, tidur nggak nyenyak. Huallaaa…

Keesokan harinya, saya jadi pembicara pertama. 100% baca konsep. Speed diatur menjadi selambat mungkin. Tangan dingin bagai es dan getarannya dahsyat bagai bor listrik. Alhasil sekolahku meraih juara 3. Hehe…

Sejak saat itu saya tidak pernah dan tidak mau mencoba debat lagi. Kayak rada-rada trauma gitu. Gimana nggak trauma, ikut debat pertama kali nggak niat banget. Bayangkan! Ditelepon jam 10 malam untuk penampilan jam 8 pagi, dengan tanpa pengalaman, teori, dan pembelajaran tentang debat, tiba-tiba langsung disuruh ngomong. Speechless saya.

Namun kali ini tidak tau angin apa yang menghampiri saya, ketika ditawarkan untuk ikut serta oleh senior saya, Muh. Nuul Hiyat, dalam ajang Debate Competition English Expo 2013 se-Sulawesi, saya mau saja. Soalnya sebelumnya, saya terpilih menjadi peserta exhibition untuk English Expo 2013. Di situlah saya mulai belajar dan mendalami debat itu sendiri. Ternyata sistemnya sekarang sudah beda, yaitu British Parliament.

Saya kasih penjelasan sedikit ya… supaya ilmuku tidak hilang!

Dalam British Parliament, debaters dibagi menjadi 4 tim, yaitu opening government (og), opening opposition (oo), closing government (cg), dan closing opposition (co). Setiap tim terdiri dari 2 debaters, yaitu first speaker dan second speaker. Og bertugas menyajikan masalah terkait dengan motion yang diberikan. Motion itu adalah topik yang menjadi perdebatan antara 2 kubu, yaitu kubu government dan opposition. Contoh motion misalnya, This House Should Watch More Television. Berarti og bertugas memaparkan isu dan masalah apa yang terjadi terkait motion tersebut. Og dan cg harus pro terhadap motion, sedangkan oo dan oc harus kontra terhadap motion. Selanjutnya oo. Tugasnya adalah melawan dan mematahkan statement yang dikemukakan oleh og. Mereka berhak membuat isu baru jika merasa isu yang dipaparkan oleh og tidak relevan dengan motion. Cg dan co bertugas menopang kubu mereka dengan mendukung kubu masing-masing. Mereka juga bertugas menyimpulkan hasil perdebatan yang dilakukan debaters sebelum mereka. Tugas ini khusus dilakukan oleh second speaker dari cg dan co.

Sekian penjelasan singkatnya. Nggak enak kalau diceritakan secara tertulis. Bagusnya kalian nanya langsung sama yang lebih berpengalaman :)

Lanjuttt….

Hari demi hari kulalui bersama Kak Nuul *ciee. Huss! Jangan negative thinking dulu! Maksudku, kalau ada waktu luang kami selalu menyempatkan diri membahas motion yang akan dilombakan nanti. Awalnya saya kurang percaya diri, tapi Kak Nuul selalu memberi semangat. Kami banyak sharing. Jujur, hal itu sangat membantu dalam membangun kepercayaan diriku. Saya juga banyak belajar dari Kak Nuul. Secara dia adalah national debater. Kemampuannya bukan isapan jempol belaka, tidak perlu diragukan lagi. Hal itu juga mendorong saya untuk berusaha lebih keras lagi agar setidaknya dapat menyeimbangi Kak Nuul dan tidak malu-maluin, hehe…

Seminggu menjelang lomba kami sudah jarang latihan. Kami terkendala oleh jadwal kuliah yang mepet dan kepanitiaan English Expo yang juga sedang padat-padatnya. Oh ya, hampir lupa. English Expo adalah kegiatan tahunan program studi Pendidikan bahasa Inggris Universitas Haluoleo. Meskipun masih tergolong angkatan baru, angkatan 2012 sudah dilibatkan dalam pelaksanaan English Expo 2013 ini. Saya termasuk dalam seksi acara. Meski berpartisipasi aktif dalam kepanitiaan, bukan berarti saya tahu mengenai urusan debat. Fair dong. Meskipun saya dan Kak Nuul mewakili Universitas Haluoleo, kami sama sekali tidak tahu-menahu mengenai lomba debat. So, tidak terjadi kecurangan ya di sini!!!

Karena jarang latihan bersama, saya pun berinisiatif untuk latihan sendiri di rumah. Sebelum tidur saya selalu berdiri di depan cermin dan mulai berbicara. Tapi tetap saja, perasaan takut dan gugup kembali menyergap. Istilah kerennya saya down banget waktu itu. Kepercayaan diri yang sudah susah payah dibangun seakan roboh kembali.

Selasa, 14 Mei 2013. Hari ini dijadwalkan babak penyisihan 1 dan 2. Saya mencoba untuk tenang. Berusaha untuk selalu tersenyum meski jantungku dag dig dug tidak karuan. Lomba dimulai setelah molor sejam. Alhamdulillah, babak penyisihan 1 dan 2 kami lalui dengan lancar dengan hasil yang cukup baik. Posisi pertama untuk masing-masing babak.


Rabu, 15 Mei 2013. Hari ini dijadwalkan babak penyisihan 3, quarter final, dan semi final. Di babak penyisihan 3 sempat terjadi bersitegang antara timku dan para juri. Saat itu kami sangat kecewa dengan penilaian juri. Kami pun harus puas meraih posisi kedua. Tapi kami tidak perlu khawatir. Sudah dipastikan kami lolos ke babak selanjutnya, yaitu babak quarter final, karena kami telah meraih victory point cukup besar. Mulai babak ini, sistem yang digunakan adalah impromptu motion. Maksudnya, motionnya akan diberitahukan kepada peserta 15 menit sebelum debat dimulai. Jadi, peserta hanya diberikan waktu 15 menit untuk menganalisis motion atau nama kerennya case building. Alhamdulillah kami berhasil meraih posisi pertama lagi. Lolos ke babak semi final adalah suatu hal yang sangat luar biasa bagiku, meski mungkin hal yang biasa bagi Kak Nuul. Ya, so far so good lah.

Tibalah babak semi final. Jujur, saya dan Kak Nuul mulai kehilangan semangat berdebat. Saat itu sudah pukul 16.30 WITA sewaktu lomba dimulai. Mungkin dikarenakan kondisi kami yang sudah tidak fit lagi. Babak penyisihan 3 dan quarter final sudah sangat menguras tenaga dan pikiran. Sehingga dalam merumuskan motion kami sudah tidak fokus lagi dan menyerahkan sepenuhnya kepada Allah. Tapi kami akan tetap melakukan yang terbaik. Motion yang diberikan saat itu adalah This House Would Legalize the Cosmetic Surgery. Sedangkan saat itu kami bertindak sebagai og. Maka bencanalah yang terjadi.

Setelah debat selesai, maka para peserta dan seluruh penonton diarahkan untuk meninggalkan ruangan. Sambil menunggu verbal adjudication dan pengumuman tim-tim yang berhak memasuki babak final, saya hanya duduk diam di luar ruangan. Saat itu saya sangat pesimis. Saya juga sudah meminta maaf pada Kak Nuul kalau misalnya kami tidak bias melanjutkan perjuangan hingga babak final. Hatiku sangat gelisah. Sungguh saya sudah sangat pasrah saat itu.

Verbal adjudication pun dimulai. Dari komentar ketiga juri, tidak ada tanda-tanda bahwa tim kami akan lolos. Saatnya pengumuman pemenang. Dimulai dari juara 4, bukan tim kami. Juara 3? Alhamdulillah juga bukan tim kami. Otomatis kami berhak memasuki babak final. 2 tim teratas akan memasuki babak final melawan 2 tim lainnya yang juga sedang berlomba di ruangan lain. Tidak pernah terlintas sedikit pun di pikiranku bahwa tim kami berhak bertanding di babak final. Sungguh ini suatu karunia Allah yang sangat besar.

Jumat, 17 Mei 2013. Pukul 08.00. Lomba pun dimulai meski molor beberapa menit. Motion saat itu adalah This House Believes That Indonesian Rupiah’s Currency Should Be Redenominated. Guys, ini adalah motion yang super duper susah. Why? First, I don’t know what is redenominated. Second, I never heard about redenominated before. Ditambah lagi kami bertindak sebagai og dan saya adalah first speaker, maka ini lagi-lagi merupakan bencana bagi kami.

Be Myself. Hal itu yang selalu kutanamkan dalam pikiranku dan tetap berusaha tenang. Banyak orang yang tidak boleh saya kecewakan. Yang pertama dan utama adalah Kak Nuul. Sampai sekarang saya tidak mengerti apa yang membuat national debater seperti dia memilih partner debat seperti saya yang tidak mempunyai background debat sama sekali. Yang kedua adalah orang tua, lalu teman-teman yang setia menonton setiap penampilanku dan selalu mendukungku, senior-senior yang sudah membekaliku dalam exhibition, dan almamaterku Universitas Haluoleo tentunya. Maka kubuka pemaparan materiku dengan seulas senyuman, pertanda aku siap bertarung.

Pukul 4 sorenya, penutupan. Di sini akan diumumkan pemenangnya. Saya dan Kak Nuul harap-harap cemas menanti pengumumannya. Kami menjadi optimis setelah mendengar verbal adjudication yang sangat positif dari 3 juri kompeten. Mereka memuji keberhasilan kami dalam memaparkan isu dan masalah terkait motionnya. Ya, kami berhasil walaupun awalnya saya tidak tau apa yang dimaksud dengan redenominasi uang rupiah. Hahaha =D

Deg. Saatnya pengumuman.

Juara 1 diberikan kepada…

Universitas…

HALUOLEO B…!!!

Sontak saya dan Kak Nuul langsung berdiri dan lompat kegirangan. Kami sangat senang. Ini adalah debat pertamaku. Saya bisa sejauh ini juga karena bantuan dari Kak Nuul. Saya sangat bersyukur. Alhamdulillah dan terima kasih Kak Nuul atas kepercayaan dan kesempatan yang kau berikan padaku.


Saya jadi ingat cerita Kak Kiki dan Kak Uchi. Mereka berdua adalah debaters Universitas Haluoleo juga. Mereka pernah bercerita padaku. Saat itu saya mengeluh karena tidak tahu-menahu mengenai debat sama sekali. Tiba-tiba ditunjuk untuk menjadi peserta exhibition English Expo. Kak Uchi menjawab keluh kesahku dengan sebuah cerita. Kak Kiki juga awalnya tidak tahu-menahu soal debat. Dia tidak pernah berdebat sebelumnya. Lomba debat di universitas adalah debat pertamanya. Karena usaha dan latihan yang keras, pada lomba debat pertamanya dia berhasil meraih juara 3. Akhirnya dia dipercaya untuk ikut bersama debaters Universitas Haluoleo lainnya untuk mewakili universitas kami di kancah nasional.

Ketika menang, cerita itu yang pertama kali terlintas di benakku. Memang tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini. Tantangan selanjutnya adalah bagaimana saya mempertahankan posisi ini. This is my homework and this is very difficult. How to keep this I dunno. One that I know is I’ve to study and practice hard! Semoga bisa menginspirasi ya readers… :)

LOVEY DOVEY COOKEY [PART 6]

Posted by Nur Fadhilah at 6:46:00 PM 3 comments

Author : Nur Fadhilah
Genre : Comedy romantic (comrom)
Length : Series
Rating : PG-13
Main casts : Choi Jin Ri (Sulli f(x)), Choi Minho (Minho SHINee), Kwon Yuri (Yuri SNSD), Kim Ki Bum (Key SHINee)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fan fiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)

Previous part:

Jin Ri lemas. Ia lalu membuka pintu. Dilihatnya Minho dan Ki Bum pergi. Ia dijodohkan dengan Minho. Dengan cepat dicarinya kontak Jisun.

Tersambung.

“Halo. Kau kenapa tadi? Seenaknya saja memutuskan pembicaraan…” omel Jisun.

“Jisun, aku tak percaya ini. Sungguh tak percaya…”


*****

“Ah, tunggu sebentar! Ada baiknya aku pamit pada Jin Ri. Seharusnya aku yang menjaga kakek. Biar kubilang padanya untuk menggantikanku sebentar,” kata Ki Bum.

“Mm…” Minho mengangguk.

Ki Bum berjalan kembali ke ruang rawat kakeknya. Dibukanya pintu.

“Kau kenapa?” tanya Ki Bum yang kaget melihat Jin Ri menangis sambil berbicara di telepon.

Mata Jin Ri yang merah menatap kakaknya. Ia lalu berlari keluar dan menabrak bahu kanan Ki Bum.

Minho yang sedang menunggu Ki Bum tak jauh dari ruang rawat Kim Myungsuk. Ia melihat Jin Ri berlari di depannya sambil mengusap air mata. Ki Bum mengejarnya keluar.

“Jin Ri? Dia kenapa? Kau baru masuk beberapa detik yang lalu dan secepat itu kau membuatnya menangis?” tanya Minho pada Ki Bum.

“Enak saja! Bukan aku. Kejar dia!”

“Kenapa aku?” Minho heran.

“Kalau aku yang mengejar, siapa yang jaga kakek? Kamu?”

Minho berpikir sejenak.

“Kau saja…” Minho lalu berlari menyusul Jin Ri.

Jin Ri berlari menuju halaman rumah sakit. Suasana di sana tidak begitu ramai karena bukan merupakan jam besuk.

Minho berhasil menyusul Jin Ri. Dia berdiri di sampingnya.

“Aku tahu perjodohan ini berat untukmu.”

“Kalau berat kenapa kakak terima?” tanya Jin Ri tanpa menoleh ke arah Minho.

“Karena ini permintaan terakhir kakekku dan aku sudah berjanji di depannya.”

Jin Ri diam.

“Namun seberat apapun bebanmu, bebanku lebih berat,” sambung Minho.

“Kenapa bisa?” kali ini Jin Ri menoleh ke Minho.

“Harus ada yang berkorban dan sakit hati karena perjodohan ini…”

“Apa maksud kakak, perempuan yang pernah datang ke rumah kami waktu itu?”

Minho mengangguk pelan.

“Jadi kau jangan merasa menjadi orang yang sangat terpuruk di dunia ini. Masih ada yang lebih darimu.”

Minho menepuk bahu Jin Ri sekali dan pergi.

Jin Ri menoleh mengikuti bayang Minho yang pergi.

“Kakak benar. Aku seharusnya bisa lebih kuat dari kakak. Lagipula pernikahan nanti belum tentu akan berjalan lama…”

*****

Dua hari kemudian…

“Ah… senang rasanya kembali ke rumah…” ucap Kim Myungsuk senang ketika memasuki rumah keluarga Kim.

“Kakek tetap harus banyak istirahat! Itu kata dokter…” timpal Ki Bum.

“Iya, iya… kakek akan banyak istirahat. Kalau kakek sudah pulih betul, barulah kita melangsungkan acara pernikahan Jin Ri dan Minho.”

“APA??!” Jin Ri yang sedari tadi diam, kaget mendengar pernyataan kakeknya.

Semua mata tertuju pada Jin Ri. Jin Ri menelan ludah.

“Mak… maksudku… apa tidak sebaiknya kita tunangan dulu, Kek?”

“Ah… tidak perlu. Yang penting kan kalian cocok. Aku juga sudah tidak sabar ingin punya cicit, hahaha…”

“Apa? Cicit? Anak dari aku dong maksudnya. Ah… tidak mungkin, tidak mungkin!!!”

Min Ah yang melihat raut wajah Jin Ri langsung mengalihkan pembicaraan.

“Yah, jangan membahas hal itu dulu. Sekarang ayah harus beristirahat.”

“Ah… iya, iya… aku harus beristirahat,” Kim Myungsuk berkata sambil berlalu.

*****

“Arrgghhhh!! Kakek sudah gila apa? Masa dia menginginkan aku dan Kak Minho langsung menikah? Kita kan belum saling mengenal baik…” keluh Jin Ri pada Jisun.

Jisun diam saja.

“Kenapa kau diam saja? Kasih solusi kek… nasihat kek… motivasi kek… atau apalah…”

“Hei, bagaimana bisa aku memberimu solusi, nasihat, atau motivasi? Aku kan belum pernah menikah. Jangankan menikah, dijodohkan pun belum pernah.”

“Lalu aku harus bagaimana??”

“Daripada mengeluh, lebih baik kau berusaha untuk mengenal dia lebih jauh sebelum kalian menikah!”

“Dia? Maksudmu Kak Minho?”

“Memang siapa lagi?”

Jin Ri berpikir sejenak.

“Ah, nggak ah… ide gila tuh…”

“Ya sudah. Terserah kamu saja. Itu kan cuma saran…”

Jin Ri kembali berpikir.

*****

Minho mematut diri di depan cermin. Ia mengencangkan dasinya. Diliriknya jam tangannya sebentar. Sudah hampir pukul 8.

Tiit… tiit…

Jam makan siang sebentar, kakak ada acara lain? Kalau tidak, aku ingin menemuimu di kafe seberang jalan. Ada yang ingin kubicarakan.

Jin Ri


Minho mengerutkan kening. Ia memasukkan ponselnya ke saku celananya dan kembali melanjutkan aktivitasnya.

*****

“Adikmu gila.”

“Ha? Maksudmu?” Ki Bum tidak mengerti.

“Dia mengajakku makan siang bersama. Apa itu idemu?”

“Enak saja kau menuduhku. Tapi benarkah? Aku harus memberikan selamat padanya. Ia sudah berani mengajakmu kencan.”

“Kau sebut ini kencan?”

“Ya. Lagipula kalian kan akan menikah.”

“Maafkan aku. Tapi seharusnya aku tidak menikahinya. Aku sama sekali tidak memiliki perasaan apapun padanya.”

“Aku mengerti. Bukankah kau sendiri yang bilang kalau kau melakukannya demi kakekmu?”

“Iya sih… eh, sudah dulu ya! Aku sudah sampai nih…”

“Ok.”

Tit.

Minho mencabut earphone dari telinganya, memarkir mobil, dan berjalan memasuki perusahaan.

“Selamat pagi, Pak!”

“Pagi!”

*****

Jin Ri memandangi jam tangan mungilnya. Pukul 12. Tangannya memegang gagang pintu mobil. Bimbang. Turun atau tidak. Dilihatnya Minho sudah menunggu di dalam kafe.

Jin Ri berpikir keras. Ia pun menyambar tas tangannya dan turun dari mobil. Setengah berlari ia memasuki kafe. Dipandangnya Minho yang duduk membelakangi dirinya. Dia menelan ludah.

“Se… selamat siang!”

Minho berbalik. Ia lalu berdiri.

“Kau terlambat!”

“Maafkan aku…”

“Duduklah…” kata Minho yang juga kembali duduk. “Apa yang ingin kau bicarakan?”

“Aku tahu waktu kakak tidak banyak. Jadi aku langsung ke intinya saja. Begini….”

“Selamat siang! Maaf, Anda ingin pesan apa?” seorang pelayan memotong pembicaraan Jin Ri. Ia memberikan menu pada Minho dan Jin Ri.

“Teh hangat, jangan terlalu manis!” pesan Minho. “Kau ingin pesan apa? Aku tidak ingin makan. Kalau kau mau pesan makanan, silakan!”

“Tidak usah. Orange juice saja…” jawab Jin Ri.

“Dia pesan orange juice,” kata Minho pada pelayan.

“Baik, saya ulangi pesanan Anda, teh hangat dan orange juice. Apa masih ada tambahan lain?”

“Tidak ada. Tehnya jangan terlalu manis ya…”

Pelayan itu mengangguk dan pergi.

“Lanjutkan!” kata Minho.

“Apa kita benar akan menikah?” tanya Jin Ri polos.

“Hah?” Minho terlihat aneh mendengar pertanyaan itu.

“Kalau itu benar, maka menurutku kita harus mengenal lebih jauh. Ada baiknya sebelum menikah kita saling mengenal satu sama lain. Kita harus bisa…”

“Tunggu! Tunggu dulu!” sergah Minho. “Apa kau sangat mengharapkan pernikahan ini?”

“Siapa? Aku?” Jin Ri menunjuk dirinya.

“Iya, kamu…”

Jin Ri diam.

“Aku… aku… walaupun kita menikah nantinya, kuharap itu tidak akan lama…” Jin Ri memelankan suaranya.

“Maksudmu?”

“Kita kan sama-sama tidak mengharapkan pernikahan ini. Jadi kukira lebih baik kalau kita menjalaninya saja dulu. Kalau sudah beberapa bulan, barulah kita bicarakan pada keluarga kita kalau kita tidak merasa cocok, atau apalah itu…”

“Permisi… ini pesanan Anda… satu teh hangat tidak terlalu manis dan satu orange juice,” kata pelayan tadi sambil menaruh pesanan Minho dan Jin Ri di atas meja.

“Selamat menikmati…”

“Terima kasih…” ucap Minho dan Jin Ri bersamaan sambil menganggukkan kepala.

Minho menyeruput tehnya.

“Aku setuju!” kata Minho sambil menaruh cangkirnya kembali.

Jin Ri tersenyum lega mendengar persetujuan Minho.

“Kuharap kita bisa lebih saling mengenal lagi setelah ini.”

Minho menjawab dengan anggukan kepala.

*****

Dua minggu kemudian…

“Jin Ri… kemari sebentar!” panggil Min Ah.

“Ada apa, Bu?”

“Mau ke mana?”

“Mau jalan sama teman-teman. Kenapa, Bu?” tanya Jin Ri sambil berjalan menuju ibunya.

“Lihat ini! Ini adalah contoh beberapa undangan pernikahan. Lalu ibu juga sudah buat janji dengan ibu Minho untuk mengukur gaun pengantinmu nanti dengan desainer kenalan ibu Minho. Kapan kamu ada waktu?”

“Ibu kok jadi bersemangat seperti ini?” Jin Ri heran.

“Kakek sudah mempercayakan hal ini pada ibu. Ibu hanya tidak mau mengecewakan kakek… kamu tolong mengerti keadaan kakek ya?”

Jin Ri mengangguk sambil tersenyum.

“Oh ya, bagaimana keadaan ibumu?”

“Ibu keadaanya baik,” jawab Jin Ri.

“Tapi dia sudah setuju kan? Kapan katanya mau kembali ke Korea?”

“Iya, Bu… Ibu sudah setuju kok. Tapi dia belum memberi tahu kapan akan kembali ke sini.”

“Oh… tapi kapan kamu ada waktu untuk mengukur gaun pengantin?”

“Lusa mungkin bisa, Bu.”

“Baik. Sekarang ibu akan menghubungi Tae Jinah…”

“Kalau begitu aku pergi dulu ya, Bu. Dah ibu…” Jin Ri mengecup kedua pipi ibunya.

*****

“Bagaimana Jin Ri, apa kau suka desain gaunnya?” tanya Tae Jinah setelah Jin Ri selesai mengukur gaun.

“Iya, Bi. Desainnya terlihat sederhana namun tetap elegan.”

“Begitu ya? Bagaimana menurut ibunya Jin Ri?” tanyanya pada Min Ah.

“Aku suka dengan desainnya. Kuharap bisa cocok di badan Jin Ri.”

Tae Jinah tersenyum.

“Syukurlah…”

Tae Jinah lalu mengambil ponselnya. Ia mengecek daftar panggilan terakhir.

“Halo, Bu,” terdengar suara di telepon.

“Kau di mana?”

“Sudah dekat kok, Bu. Ibu sudah mau pulang?”

“Iya. Ibu tunggu ya…”

Tit.

“Siapa?” tanya Min Ah.

“Ah, Minho. Sebelum ke sini aku memintanya untuk menjemputku.”

“Loh, kita kan juga naik mobil. Untuk apa meminta Minho datang menjemput?”

“Biar saya dan ibunya Jin Ri saja yang naik mobil saya. Jin Ri akan pulang bersama Minho.”

“Lah, kok gitu, Bi?” Jin Ri setengah tak terima.

“Biarlah… biar kalian bisa saling mengenal karakter satu sama lain. Pernikahan kalian kan sudah dekat. Sebulan lagi…” goda Tae Jinah.

Tin… tin…

“Nah, itu Minho sudah datang…” kata Tae Jinah.

Minho turun dari mobil.

“Jin Ri… baik-baik dengan Minho ya! Minho, antar Jin Ri pulang! Tapi jangan langsung pulang dulu, ajak dia ke suatu tempat!” perintah Tae Jinah.

“Maksud ibu?” Minho terlihat bingung.

“Biar aku dan ibunya Jin Ri pulang naik mobil ibu,” jawabnya sambil menunjuk mobilnya.

“Ibu bawa mobil? Jadi untuk apa ibu menyuruhku menjemput ibu?”

“Untuk mengantar Jin Ri pulang.”

“Bu…” bujuk Minho tak terima.

“Dah…” lambai Tae Jinah.

“Sampai bertemu di rumah…” ucap Min Ah pada Jin Ri.

Tae Jinah dan Min Ah menaiki mobil. Minho dan Jin Ri saling berpandangan.

“Hah…” desah mereka berdua sambil memalingkan wajah masing-masing.

“Naiklah!” perintah Minho tanpa menoleh ke arah Jin Ri.

Ia menaiki mobil. Jin Ri juga.

“Mau ke mana?” tanya Minho.

“Aku tidak punya rencana apa pun hari ini,” jawab Jin Ri pelan.

“Aku akan pergi menemui beberapa temanku. Kau mau ikut?”

Jin Ri mengangguk pelan.

*****

“Hai… apa kabar?” sapa teman-teman Minho sesampainya di sebuah bar.

“Aku baik. Kalian?” balas Minho sambil memeluk satu-persatu teman-temannya.

“Seperti yang kau lihat…” jawab mereka disambut tawa masing-masing orang.

“Siapa dia?” bisik salah seorang temannya.

“Calon istriku,” bisik Minho juga.


Jin Ri merasa tak enak melihat Minho dan teman-temannya saling berbisik-bisik. Ditambah lagi beberapa temannya memandanginya dengan pandangan aneh.

“Calon istri? Memang kapan kau akan menikah?”

“Bulan depan… datang ya!”

“Dia cantik. Kalau suatu saat kau sudah bosan dengannya, untukku saja ya!”

Minho meninju bahu temannya.

“Hei, memangnya aku tipe pria seperti itu?”

“Bagaimana dengan Yuri? Kapan kalian putus?”


“Err… maaf. Bukannya aku lancang, tapi apa sebaiknya kita berbicara secara terang-terangan?” sergah Jin Ri.

“Oh, silakan duduk!” kata teman-teman Minho bersamaan.

Jin Ri duduk di sebelah Minho.

“Siapa namamu?” tanya salah seorang teman Minho.

“Namaku Jin Ri. Kim Jin Ri.”

“Jadi, kalian bertemu di mana?”

“Bukannya kau dan Yuri hampir bertunangan?”

“Kau belum menjawab pertanyaanku yang tadi? Kapan kalian putus?”

“Kalian ini kenapa sih? Aku tidak mau menjawab pertanyaan seperti itu! Lagipula tujuan kita berkumpul di sini bukan untuk membicarakan hal itu…” ucap Minho kesal.

“Baiklah… kalian mau pesan apa?” tanya salah seorang teman.

“Aku mau minum bersama kalian. Bagaimana denganmu?” Minho bertanya pada Jin Ri.

“Apa kau mau minum bersama kami, Jin Ri-ssi?”

“Maaf, aku tidak minum. Aku pesan orange juice saja…” jawab Jin Ri tersenyum simpul.

“Pelayan!” panggil teman Minho.

“Kami pesan satu minuman lagi yang sama dengan ini dan orange juice satu!”

“Kenapa kau tak memberi tahu kami kalau kau akan menikah?”

“Tadi kan sudah kuberitahu…” bela Minho.

“Tapi kalau kau tak bertemu dengan kami di sini, kau berniat tak akan memberi tahu kami kan?”

“Kalian kan teman-temanku… jadi aku pasti memberi tahu kalian lah…”

Tidak lama kemudian, pelayan tadi datang membawakan minuman yang dipesan tadi.

“Ayo kita minum!”

*****

“Ah… terima kasih…” Jin Ri membungkukkan badannya pada teman-teman Minho.

“Apa kau yakin mau mengantarnya pulang?”

“Iya. Aku bisa menyetir kok. Sekali lagi terima kasih…”

“Ya sudah, hati-hati ya…!” pesan teman-teman Minho sambil berlalu.

Jin Ri kini duduk di kursi kemudi. Ia menoleh pada Minho. Minho yang setengah tertidur tertawa sendiri. Ia mabuk.

“Kak… ayo bangun! Bangun!” Jin Ri menggoyang-goyangkan tubuh Minho.

Minho melerai tangan Jin Ri.

“Siapa sih? Jangan ganggu aku!” katanya dengan mata yang masih dipejamkan.

“Aku Jin Ri… ayo bangun…!”

“Oh, Jin Ri…”

“Kakak sih minumnya terlalu banyak. Begini deh jadinya…”

Minho membuka matanya sedikit. Ia memperhatikan Jin Ri.

“Hei, kau! Gara-gara kau, Yuri memutuskan hubungan denganku. Karena aku harus menikahimu. Awalnya aku tidak mau. Aku hanya kasihan pada kakek…” Minho terbatuk.

“Iya, kak… aku sudah tahu… maafkan aku… ini kan juga bukan kemauanku. Sekarang kita pulang ya? Aku akan mengantar kakak pulang.”

“Dengar! Aku sudah mulai suka padamu! Aku suka padamu! Hahaha…” Minho memegangi kepalanya yang sakit, lalu kembali tertidur.

“Apa… yang barusan dikatakannya?”

Jin Ri terdiam membisu memandangi Minho yang kembali tertidur. Ia berbalik ke kemudi dan menginjak gas.

*****

Jin Ri berhenti di sebuah danau. Tempat favoritnya ketika ia sedang ingin sendirian. Danau itu tidak terlalu besar. Airnya hijau dan dipenuhi bunga teratai. Ada warna merah jambu dan putih.

Ia berbalik sebentar pada Minho. Diperhatikan wajahnya yang tertidur pulas. Jin Ri menurunkan sandaran kursi Minho agar ia bisa berbaring dengan nyaman. Tak lupa ia menurunkan kaca mobil.

Jin Ri turun dari mobil. Ia berjalan menuju tepi danau dan bersandar di sebuah pohon. Sudah pukul 4 dan Minho belum bangun. Ia berubah pikiran. Tak mungkin ia membawa Minho pulang dalam keadaan seperti itu. Ia memutuskan untuk menunggu sampai Minho terbangun.

Suara katak dan jangkrik yang saling bergantian membuat mata Jin Ri mulai terpejam. Kepala disandarkan dengan nyaman ke batang pohon besar di belakangnya. Ia tertidur.

*****

“Arrghhh!”

Minho memegangi kepalanya. Rasanya masih cukup berat. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya, mencoba mengingat-ingat di mana ia berada sekarang. Di mobilnya. Tiba-tiba ia teringat kalau tadi ia minum bersama teman-temannya. Seharusnya ia tidak kebanyakan minum. Dipukulnya jidatnya mengingat kebodohannya.

Ia menoleh ke samping. Dilihatnya sebuah tas tangan tergeletak di kursi kemudi. Ia mengambilnya.

“Milik siapa ini? Ya ampun, ini milik…”

“JIN RI!” Minho terduduk.

Dicari-carinya perempuan itu. Dengan cepat ia turun dari mobil. Jalannya masih sempoyongan. Belum sempat ia berteriak memanggil nama Jin Ri, dilihatnya sesosok perempuan yang duduk bersandar di sebuah pohon di tepi danau. Ia mengenali perempuan itu. Minho mengernyitkan kening dan berjalan menuju tempat Jin Ri.

“Kenapa kau membawaku ke sini?” tanyanya sambil duduk di samping Jin Ri.

Tak ada jawaban.

“Hei, kenapa tak menjawab?” Minho menyikut lengan Jin Ri sambil berbalik ke arahnya.

Kepala Jin Ri tiba-tiba jatuh ke pundak Minho. Ia bergerak sedikit lalu melanjutkan tidurnya.

Minho kaget. Dengan hati-hati, ia menaruh jari telunjuknya di bawah hidung Jin Ri.

“Hah… kukira kau sudah mati…” ucap Minho lega.

Ia memperhatikan wajah Jin Ri. Ada seulas senyum di wajahnya.

Minho mengangkat kepalanya. Dilihatnya matahari sudah mulai terbenam. Bulan sudah nampak, juga bintang-bintang yang menemani. Ia membiarkan Jin Ri tertidur di pundaknya.

*****

Jin Ri membuka kelopak matanya. Dilihatnya langit sudah gelap. Kepalanya terasa berat seperti ada yang menindis. Maka ditariknya kepalanya.

“Awww…” Jin Ri merintih kesakitan.

Minho terbangun. Ia juga tertidur dan bersandar pada kepala Jin Ri.

“Kau sudah bangun? Ada apa?”

“Telingaku… sepertinya anting-antingku terkait di bajumu…” jawab Jin Ri masih merintih.

“Masa? Coba kulihat!”

Minho memeriksa pundaknya. Ternyata benar, anting-anting Jin Ri terkait di baju Minho. Minho mencoba membantu melepasnya, namun sulit.

“Tidak bisa terlepas…”

“Aduh, gimana dong? Ini kan kado ulang tahun dari ibuku…” Jin Ri panik.

“Tunggu sebentar!”

Minho lalu membuka bajunya. Dimulai dari mengeluarkan tangan kirinya, kepalanya, dan tangan kanannya. Ia pun dengan mudah melepas anting-anting Jin Ri dari bajunya.

Jin Ri mengusap-usap telinganya yang sakit.

“Terima kasih…” kata Jin Ri sambil menoleh pada Minho. “Ahhhh!! Apa yang kau lakukan?”

Dengan cepat Jin Ri berbalik.

“Aku melepas bajuku agar lebih mudah melepas anting-antingmu,” jelas Minho.

“Pakai bajumu, cepat!” perintah Jin Ri.

“Hei, aku juga akan memakainya. Siapa yang tahan tidak pakai baju malam-malam begini?”

Tiba-tiba Jin Ri terbayang kakaknya, Ki Bum, yang sering melepas bajunya di malam hari dalam kamar.

“Ada kok… hihi…”

“Ya sudah, kalau tidak tahan, cepat dipakai!”

Minho memakai bajunya kembali.

“Sudah…”

Jin Ri berbalik dan berdiri.

“Sudah malam. Tolong antar aku pulang!”

Jin Ri berjalan dengan sangat cepat dan menaiki mobil. Minho berjalan lambat di belakangnya. Kebingungan.

*****

Klek.

Jin Ri menutup pintu kamarnya. Ia bersandar di belakangnya. Tangannya meraba dadanya, tepat di jantungnya.

Deg.. deg..

Jantungnya berdegup cepat.

“Dengar! Aku sudah mulai suka padamu! Aku suka padamu! Hahaha…”

Ia terduduk lemas.

Deg.. deg..

“Tidak boleh… tidak boleh…!” Jin Ri menggelengkan kepalanya. ”Pernikahan itu hanya akan sementara.”

*****

“Selamat pagi, Pak!” sapa sekretaris Minho.

“Pagi!” balas Minho tersenyum sambil berjalan menuju ruangannya.

“Maaf, Pak! Ada seseorang yang menunggu bapak di dalam.”

“Kenapa dipersilakan masuk? Kau kan tahu, kalau aku belum datang, tidak boleh ada tamu yang menunggu di ruanganku. Semua harus menunggu di ruang tunggu!” Minho sedikit marah.

“Maafkan saya, Pak. Tapi dia memaksa. Lagipula dia adalah orang yang bapak kenal.”

“Siapa?”

Si sekretaris tidak menjawab. Ia menunduk. Minho tidak peduli. Ia segera memasuki ruangannya.

Tidak ada siapa-siapa duduk di sofa. Namun seseorang duduk di kursi kerjanya. Minho geram.

“Maaf, Anda siapa?” Minho masih berusaha bersikap sopan.

Dia tidak menjawab. Ia membalikkan kursi putar Minho.

“Apa secepat itu kau melupakanku?”

“Yuri?”

*****


AUTHOR’S Note:

Hai hai! Long time no see :)

Ampuuunnn! Aku hilang seperti ditelan bumi yak? Hiks, maaf… :’(

Terlalu banyak alasan yang akan kuungkapkan jika ingin kujelaskan satu-persatu. Malas ngetik, ah. Pokoknya, intinya author minta maaf dari lubuk hati yang paling dalam. Mulai hari ini, Insya Allah fanfic LOVEY DOVEY COOKEY sudah tidak akan putus-putus lagi. Palingan berselang seminggu atau dua minggu, pasti aku publish part selanjutnya.

Part 6… butuh waktu sangaaaaaattt lama untuk mengetiknya. Jujur, aku mati ide readers. Idenya baru muncul lagi nih. Sudah tergambar pula gambaran cerita selanjutnya. Pasti seru deh part selanjutnya. Makanya tetap tunggu part selanjutnya ya… aku sudah gregetan banget nih pingin lanjut ngetik, hehe…

Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^

:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::

Rabu, 19 Juni 2013

GO ABROAD? WHY NOT?

Posted by Nur Fadhilah at 6:44:00 PM 1 comments
Hai readers… long time no read yaa, hehe… I really miss my readers, my blog, my fanfic that hadn’t finished. OMG, hutangku banyak sekali *aarrgggghhhh (garuk-garuk kepala).

This time, saya bawa cerita baru nih. Memang sudah rada-rada expired sih. Soalnya kejadiannya 2 bulan lalu, tepatnya April 2013. Memang cuma beberapa hari, tapi pengalaman yang saya dapatkan tidak mungkin saya dapatkan di tempat lain. Saat itu saya mencoba mengadu nasib dalam seleksi pertukaran pemuda atau nama kerennya youth exchange program 2013 yang diselenggarakan oleh Purwa Caraka Muda Indonesia (PCMI) bekerja sama dengan Dinas Pemuda dan Olahraga (Dispora) Sulawesi Tenggara. Sekedar info, PCMI itu beranggotakan alumni-alumni program pertukaran pelajar antarnegara. Ada alumni pertukaran pemuda Indonesia-Kanada, Indonesia-Malaysia, Indonesia-Jepang, Indonesia-Australia, Indonesia-Korea, de el el, yang salah satunya adalah teman sebangkuku konon di SMA #proud of Wa Efis Amalia alumni pertukaran pemuda Indonesia-Jepang 2011 :)

Jumat, 12 April 2013 (sebenarnya saya agak lupa, Kamis atau Jumat ya?). Technical meeting. Saya memutuskan untuk ikut setelah mendapat restu dari kedua orang tua. Kegiatan ini rutin dilaksanakan setiap tahun. Kuota penerimaan untuk tahun ini adalah yang paling banyak, yaitu 3 orang perempuan dan 1 orang laki-laki. Yaa, peluang cukup terbuka lebar lah. Tapi sempat kaget juga sewaktu tiba di BI melihat jumlah peminat mencapai lebih dari 100 orang. Optimis sajalah!

Sabtu, 13 April 2013. Hari ini kami harus menjalani beberapa tes. Jumlah pendaftar sekitar 80 orang. Tes pertama diadakan di Taman Kota. Try to guess! Tesnya apa hayooo??! Tadaaa!!! Tes kesehatan jasmani. Maka datanglah saya sebelum jam 7 di TKP, berpakaian olahraga lengkap. Kudung pink, kaos pink, trening biru, sepatu keds putih. Cuco kan??


Tesnya kami harus berlari keliling Taman Kota sesuai track yang telah ditetapkan oleh panitia. Putarannya tidak tanggung-tanggung. Untuk perempuan sebanyak 4 putaran dan 7 putaran untuk laki-laki. Pelan tapi pasti. Itulah prinsip saya. Meskipun selesai paling akhir (kudungku sudah mencong kanan kiri), tapi saya bisa menyelesaikan tantangannya dengan baik (y).

Tes selanjutnya adalah bagaimana kita bekerja dalam tim. Jadi kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Kami harus membuat yel-yel, mendiskusikan suatu masalah, dan presentasi. Hal yang dinilai adalah kekompakan, kreativitas, dan keaktifan. Di sinilah terlihat siapa yang memiliki ego paling tinggi dan selalu ingin mendominasi.

Setelah Dzuhur, pastinya pulang ke rumah masing-masing dulu dong, seleksi dilanjutkan di Aula Teporombu Bank Indonesia Kendari. Seleksi selanjutnya adalah pidato. Jadi kami telah diberikan topik pada saat technical meeting. Kami harus menyampaikan pidato singkat berdurasi 5 menit di hadapan para juri. Tersedia 4 meja di dalam ruang seleksi. Di tiap meja duduklah 2 orang juri yang wajahnya bikin hati para peserta cenat-cenut. Termasuk saya nih, readers. Mumpung karena kurang latihan juga, jadi rasanya gugup sekali. Konsep pidatoku baru dibikin sejam sebelum seleksi dimulai. Ah, bismillah saja deh.



Setelah semua peserta sudah mendapat giliran, waktunya games. Kami diberi banyak yel-yel. Seperti yel-yel dari kakak alumni pertukaran pemuda Indonesia-Malaysia. Ada ‘tepok-tepok terima kasih’, ‘good job’, dan yang paling menarik ‘pyu pyu kap kap kap, mamamia papaya…’. Katanya, pengumuman nama-nama peserta yang lolos ke seleksi tahap berikutnya akan disampaikan melalui pesan singkat atau telepon.

Malam itu sekitar pukul 9 ponsel saya berbunyi. Alhamdulillah saya lolos ke seleksi tahap berikutnya. Seleksi besok salah satunya adalah culture performance. Saya akan menampilkan suatu tarian. Masalahnya, saya tidak punya kostum. Sementara hal itu akan sangat menunjang poin. Otakku mulai berpikir keras, kira-kira besok mau pakai baju apa ya???

Minggu, 14 April 2013. Pukul 7 lewat saya sudah berada di Aula Teporombu BI. Sedih juga rasanya. Satu-satunya teman seangkatanku di universitas tidak lolos. Saya kenal beberapa sih, tapi itu pun seniorku di universitas. Selebihnya berasal dari fakultas lain, universitas lain, bahkan luar daerah Kendari. Ada yang berasal dari Kabupaten Konawe, Pulau Muna, dan Pulau Buton.

Setibanya di sana, terlihat beberapa peserta sedang melakukan latihan. Ada yang latihan Tari Lulo, Tari Mondotambe, dan Tari Linda. Semuanya bagus-bagus. Hatiku mulai ciut readers. Meski sudah dilatih khusus oleh teman SMAku yang juga penari, Nur Isnaini Ulfa *thanks a lot, tapi tetap saja rasa tegang dan gugup itu ada. Tanganku mulai dingin, sangat dingin malahan. Apalagi menjelang penampilanku. Saya masih ingat, saat itu saya memegang nomor urut 24. Jadi ketika nomor saya dipanggil, dengan mengucap bismillah saya maju dengan percaya diri di hadapan 10 juri dan ±40 peserta yang tersisa.

Oh ya, mengenai kostumku, hehe… setelah memutar otak semalaman, akhirnya muncul ide *ting ting* brilian. Karena saya akan membawakan Tari Mombesara yang merupakan tarian khas Suku Tolaki, maka saya pun memakai sarung dan selendang khas Tolaki milik mamaku. Huff… selamat :D Setelah memperkenalkan diri, saya pun mulai berjinjit, menegakkan badan, dan mengangkat jari-jemariku nan lentik ini.. #narsis abisss.

Setelah semua peserta menunjukkan kebolehannya, seleksi dilanjutkan dengan tes wawancara yang dibagi menjadi 4 bidang, yaitu bidang komunikasi, agama, pengetahuan nasional, dan psikologi. Of course semuanya full English, except psychology, because we had to answer the question quickly. Rasanya terlepas dari seleksi ini tuh ploooongg banget. Kayak beban di pundak sudah berkurang. Kini tinggal menunggu pengumuman yang lagi-lagi akan diumumkan lewat pesan singkat atau telepon.

Sudah pukul 9 malam, 9.30, 10, ponselku belum juga berdering. Setiap ada pesan yang masuk, kukira adalah pengumuman, nyatanya pesan dari teman-temanku yang menanyakan hasi seleksiku. Senang juga sih tahu kalau banyak orang yang mendukung. Tapi bĂȘte juga, hihihi…

Akhirnya saya ketiduran, dengan ponsel yang tergenggam di tangan. Tiba-tiba ponselku berdering. Ada telepon. Cepat-cepat kujawab teleponnya dengan mata yang masih terpejam. “Selamat, Anda lulus!!” Wah, kata-kata itu mujarab banget bisa membangunkanku. Alhamdulillah… tes akhir akan diselenggarakan lusa nanti.

Selasa, 16 April 2013. Tersisa 12 peserta, yang terdiri dari 9 orang perempuan dan 3 orang laki-laki. Seleksi akhirnya masih sama dengan seleksi sebelumnya, yaitu wawancara. Namun wawancara kali ini lebih eksklusif, fokus, dan pribadi. Kami diberi pertanyaan seputar kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Jujur ini adalah pertanyaan yang sangat sulit, karena kita harus menilai diri sendiri. Salah sedikit kan bisa malu sangatt…


Hah, pasrah kepada yang Maha Menentukan Segalanya. I’ve done my best, let God do the rest. Hanya itu yang terpikirkan olehku saat itu. Katanya, pengumumannya akan diumumkan lewat akun facebook PCMI beberapa hari ke depan.

Hari demi hari semakin banyak teman-teman yang menanyakan hasilnya padaku. Ahh.. bikin tambah deg-degan saja. Jujur saya optimis, walaupun awalnya sempat pesimis. Soalnya saya adalah peserta termuda dari ke-12 peserta yang lolos. Tentu peserta-peserta lain memiliki lebih banyak pengalaman daripada saya.

Tibalah malam itu, secara tidak sengaja saya bertemu dengan salah seorang peserta dan terjadilah percakapan itu. Saya menanyakan kira-kira kapan ya pengumumannya keluar?

“Oh, jadi kamu belum tahu?”

Deg. “Memang yang lolos siapa-siapa saja, Kak?”

“Kiki, Awal, sisanya saya lupa namanya…”

Deg. “Oh…”

Saya pun mulai down. Tapi masih tersisa sedikit rasa optimis. Setibanya di rumah, saya buru-buru membuka internet. Deg. Ini dia pengumumannya. Kubaca dengan sangat hati-hati, pelan, dari awal hingga akhir. Ini dia hasilnya:


Hahahahaha!!! Rezeki… rezeki… memang bisa berpihak ke mana saja… tapi jangan salah, menjadi second person alias cadangan sudah cukup membanggakan. Tinggal selangkahhhh…. lagi. Itu berarti, usahaku cuma kalah selangkah dengan peserta yang dinyatakan lolos.

Hah… okelah. Cerita 3 lembar halaman Microsoft Word ini berakhir sampai di sini. Berakhir dengan ending yang cukup mengharukan #plak author. Tenang saja, tahun depan Insya Allah masih ada kesempatan buatku. Doakan yaa…! Oh ya, siapa tahu di antara readers juga ada yang berminat ikut, bisa dan boleh kok. Caranya gampang banget. Ketik REG … hehe… juskid… Tapi serius loh. Readers cari aja info mengenai PCMI di daerahnya. Biasanya berada di ibu kota sih. Rajin-rajin browse internet! Seleksi tahun depan mungkin sekitar April lagi. Readers termasuk saya harus mempersiapkan diri lebih banyak lagi agar peluang lolosnya besar :) :* ~bye.
 

Dhilah siBluuu Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review