Oleh: Raudal Tanjung Banua
Berbungkah-bungkah aspal di tambang
Digiling, dihaluskan jadi tambah hitam
Menghampar di pelabuhan dan jalan-jalan
Tapi tidak membawa siapa pun pergi
Karena pelabuhan bukan lagi pintu
Bagi onggokan nasib burukmu menghambur
Dan jalan-jalan buntu, berantakan
Tanpa batu dan aspal
Ironi yang membenam harapan
Kembali ke perut bumi
Ku saksikan matahari terbit dan terbenam di sini
Tanpa alasan pasti, anak-anak Kabungka
Terus melintasi lumpur dan semak-semak berduri
Memasuki sekolah yang tak pernah
Memasuki hidup mereka
Mau jadi apa, kau bertanya
Seorang anak menyeringai
Menggigit pahit asam
Jambu mete yang berguguran
Bagai mengunyah buah derita
Berabad-abad kekal di tanah kelahiran
Percik getahnya beserta ingus yang meleleh
Membuat bintik hitam di baju sekolah
Jadi tambah kusam serupa peta jalur tambang
Di sepanjang badan masa depan
Orang-orang Kabungka
Aku pun menambangnya
Diam-diam, dengan tinta hitam air mata
Buton, 2009-Yogyakarta, 2010
::Leave 'Words' For Me::
::Followers::
Selasa, 16 Agustus 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar