::Leave 'Words' For Me::
::Followers::
Tampilkan postingan dengan label Puisi siBluuu. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Puisi siBluuu. Tampilkan semua postingan
Selasa, 05 November 2013
Sun and Flower
He is sun
And I am flower
He is over the sky
And I am on the earth
He is big
And I am small
He is hot
And I am pretty
He shines me
And I like it
He is bright
And I am … I don’t know! Am I bright?
I know him
But he doesn’t
I see him
But he is too far to see me
I need him
But he doesn’t
I cannot live without him
But… can he live without me?
He is sun
And I am flower
Forever like this
Ever after
She is sunflower
She is bright
She is yellow
Yeah… I’m jealous of her
Categories
Puisi siBluuu
Jumat, 23 November 2012
NARASI SURAT CINTA
Oleh: Irianto Ibrahim
Aku bacakan yang ini saja:
Surat cinta yang tak jadi kukirim
Karena kutulis dengan huruf-huruf besar
Dan terlalu mencolok kata sayang dan rindu
Di setiap baitnya
Ini pun bila kau mau mendengarkan
Karena di samping isinya yang terserak
Suaraku juga telah habis terkuras
Oleh igau malamku yang seolah namamu menyatu dalam bibirku
Lagi pula
Aku sulit menemukan cara menulis surat
Dengan huruf miring yang mendayu-dayu
Meski perasaan saat menulis
Lebih menggelombang dari badai
Yang selalu menyurutkan nyali para pelaut
Setelah berkali-kali
Mencoba belajar seni melipat surat
Aku selalu gagal dan kesal
Aku merasa ada semacam penolakan yang sengaja ditimbulkan oleh surat ini
Karena mungkin saja ia tahu
Kalau tidak wajar sebuah surat tanpa pengirim
Tentu karena malu
Aku tak ingin menulis namaku yang amat tidak sepadan
Dengan gambar winnie the pooh di sudut kanan bawah
Kertas berwarna oranye ini
Atau begini saja
Lupakan kalau aku pernah menulis
Karena kamu akan mengabaikannya
Bahkan sebelum aku memintanya
Aku bacakan yang ini saja:
Surat cinta yang tak jadi kukirim
Karena kutulis dengan huruf-huruf besar
Dan terlalu mencolok kata sayang dan rindu
Di setiap baitnya
Ini pun bila kau mau mendengarkan
Karena di samping isinya yang terserak
Suaraku juga telah habis terkuras
Oleh igau malamku yang seolah namamu menyatu dalam bibirku
Lagi pula
Aku sulit menemukan cara menulis surat
Dengan huruf miring yang mendayu-dayu
Meski perasaan saat menulis
Lebih menggelombang dari badai
Yang selalu menyurutkan nyali para pelaut
Setelah berkali-kali
Mencoba belajar seni melipat surat
Aku selalu gagal dan kesal
Aku merasa ada semacam penolakan yang sengaja ditimbulkan oleh surat ini
Karena mungkin saja ia tahu
Kalau tidak wajar sebuah surat tanpa pengirim
Tentu karena malu
Aku tak ingin menulis namaku yang amat tidak sepadan
Dengan gambar winnie the pooh di sudut kanan bawah
Kertas berwarna oranye ini
Atau begini saja
Lupakan kalau aku pernah menulis
Karena kamu akan mengabaikannya
Bahkan sebelum aku memintanya
Categories
Puisi siBluuu
MELODIA
Oleh: Umbu Landu Paranggi
Cintalah yang membuat diri betah
Untuk sesekali bertahan
Karena sajakpun sanggup merangkum
Duka gelisah kehidupan
Baiknya mengenal suara sendiri
Dalam mengarungi suara-suara di luar sana
Sewaktu-waktu mesti berjaga dan pergi
Membawa langkah ke mana saja
Karena kesetiaanlah
Maka jinak mata dan hati pengembara
Dalam kamar berkisah
Taruhan jerih memberi arti kehadirannya
Membukakan diri, bergumul, dan menyeri
Hari-hari tergesa berlalu
Meniup deras usia, mengitari jarak
Dalam gempuran waktu
Takkan jemu nafas bergelut di sini
Dengan sunyi dan rindu menyanyi
Dalam kerja berlumur suka duka
Hikmah pengertian melipur damai
Begitu berarti kertas-kertas di bawah bantal
Pananggalan penuh coretan
Selalu sepenanggungan
Mengadu padaku
Dalam manja dan bujukan
Rasa-rasanya
Padalah dengan dunia sendiri manis
Bahagia sederhana di rumah kecil papa
Bergelora hidup dan kehidupan yang berjiwa
Kadang seperti terpencil
Namun gairah bersahaja harapan dan impian
Yang teguh mengolah nasib
Dengan urat biru di dahi dan kedua tangan
Cintalah yang membuat diri betah
Untuk sesekali bertahan
Karena sajakpun sanggup merangkum
Duka gelisah kehidupan
Baiknya mengenal suara sendiri
Dalam mengarungi suara-suara di luar sana
Sewaktu-waktu mesti berjaga dan pergi
Membawa langkah ke mana saja
Karena kesetiaanlah
Maka jinak mata dan hati pengembara
Dalam kamar berkisah
Taruhan jerih memberi arti kehadirannya
Membukakan diri, bergumul, dan menyeri
Hari-hari tergesa berlalu
Meniup deras usia, mengitari jarak
Dalam gempuran waktu
Takkan jemu nafas bergelut di sini
Dengan sunyi dan rindu menyanyi
Dalam kerja berlumur suka duka
Hikmah pengertian melipur damai
Begitu berarti kertas-kertas di bawah bantal
Pananggalan penuh coretan
Selalu sepenanggungan
Mengadu padaku
Dalam manja dan bujukan
Rasa-rasanya
Padalah dengan dunia sendiri manis
Bahagia sederhana di rumah kecil papa
Bergelora hidup dan kehidupan yang berjiwa
Kadang seperti terpencil
Namun gairah bersahaja harapan dan impian
Yang teguh mengolah nasib
Dengan urat biru di dahi dan kedua tangan
Categories
Puisi siBluuu
Kamis, 19 Juli 2012
DALAM MIMPI
Oleh: Nur Fadhilah
Beginilah cerita cintaku
Indah…
Tapi membuat hatiku menangis tiap malam
Sedih…
Tapi terkadang menyunggingkan senyum di bibir
Aku ingin bertanya
Bagaimana perasaanmu ketika seseorang hanya bersikap setengah-setengah terhadapmu?
Inilah yang aku rasakan
Rasanya sakit!
Ketika kau hanya memberikan setengah hatimu daripada tak memberikannya sama sekali
Lebih baik jangan, tinggalkan!
Di saat kumulai terlelap
Kau datang dalam mimpiku
Membawa setangkai bunga
Ah, andai ini nyata
Aku tidak akan beranjak dari hadapanmu
Dan tetap membiarkanmu berlutut di hadapanku
Mempersembahkan setangkai bunga
Hah, mimpi hanya Tuhan yang tahu
Walau ini hanya mimpi
Aku tetap senang
Memiliki hatimu walau dalam mimpi
Telah dimuat di harian Kendari Pos Edisi 2 Juni 2012
Beginilah cerita cintaku
Indah…
Tapi membuat hatiku menangis tiap malam
Sedih…
Tapi terkadang menyunggingkan senyum di bibir
Aku ingin bertanya
Bagaimana perasaanmu ketika seseorang hanya bersikap setengah-setengah terhadapmu?
Inilah yang aku rasakan
Rasanya sakit!
Ketika kau hanya memberikan setengah hatimu daripada tak memberikannya sama sekali
Lebih baik jangan, tinggalkan!
Di saat kumulai terlelap
Kau datang dalam mimpiku
Membawa setangkai bunga
Ah, andai ini nyata
Aku tidak akan beranjak dari hadapanmu
Dan tetap membiarkanmu berlutut di hadapanku
Mempersembahkan setangkai bunga
Hah, mimpi hanya Tuhan yang tahu
Walau ini hanya mimpi
Aku tetap senang
Memiliki hatimu walau dalam mimpi
Telah dimuat di harian Kendari Pos Edisi 2 Juni 2012
Categories
Puisi siBluuu
JIKA BISA
Oleh: Nur Fadhilah
Aku ingin menutup mata
Menutup telinga
Menutup hati
Jika bisa
Izinkan aku buta
Aku tuli
Aku marah
Jika bisa
Ingin kupergi ke dunia lain di mana aku tak lagi mengingat seluruh masalah
Seluruh tekanan
Seluruh cercaan
Jika bisa
Aku ingin punya mesin waktu
Kantung ajaib
Pintu ke mana saja
Jika bisa
Aku ingin melihat senyum merekah dari bunga yang baru mekar
Kepompong yang baru menjadi kupu-kupu
Telur yang baru menetas
Jika bisa
Aku sadar
Aku bukanlah orang yang paling melarat di dunia
Tapi aku tahu
Aku orang yang paling bodoh sedunia
Aku sadar
Aku bukanlah orang dengan impian terbesar di dunia
Tapi aku tahu
Aku orang dengan impian termulia di dunia
Meskipun semua itu hanya jika bisa
Tapi yakinlah suatu hari pasti aku bisa jika
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 2 Juni 2012
Aku ingin menutup mata
Menutup telinga
Menutup hati
Jika bisa
Izinkan aku buta
Aku tuli
Aku marah
Jika bisa
Ingin kupergi ke dunia lain di mana aku tak lagi mengingat seluruh masalah
Seluruh tekanan
Seluruh cercaan
Jika bisa
Aku ingin punya mesin waktu
Kantung ajaib
Pintu ke mana saja
Jika bisa
Aku ingin melihat senyum merekah dari bunga yang baru mekar
Kepompong yang baru menjadi kupu-kupu
Telur yang baru menetas
Jika bisa
Aku sadar
Aku bukanlah orang yang paling melarat di dunia
Tapi aku tahu
Aku orang yang paling bodoh sedunia
Aku sadar
Aku bukanlah orang dengan impian terbesar di dunia
Tapi aku tahu
Aku orang dengan impian termulia di dunia
Meskipun semua itu hanya jika bisa
Tapi yakinlah suatu hari pasti aku bisa jika
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 2 Juni 2012
Categories
Puisi siBluuu
SAAT HUJAN DATANG
Oleh: Nur Fadhilah
Ketika hujan membasahi bumi
Ketika itu juga air mata membasahi pipiku
Ketika petir menyambar langit
Ketika itu juga hatiku marah pada langit
Ketika kuncup bunga tak kunjung mekar
Ketika ulat gagal menjadi kupu-kupu
Ketika itu juga waktu berhenti
Kenapa nasibku seperti ini?
Ketika guntur menggelegar
Ketika itu juga Tuhan marah padaku
Ketika sudah tak ada bintang di langit
Masihkah Tuhan memaafkanku?
Ketika hujan berhenti
Bukan berarti lukaku sembuh
Ketika hujan kembali turun
Saat itulah aku menangis
Kenapa nasibku seperti ini?
Bahagia tidak
Sedih pun tidak
Masihkah Tuhan memaafkanku?
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 2 Juni 2012
Ketika hujan membasahi bumi
Ketika itu juga air mata membasahi pipiku
Ketika petir menyambar langit
Ketika itu juga hatiku marah pada langit
Ketika kuncup bunga tak kunjung mekar
Ketika ulat gagal menjadi kupu-kupu
Ketika itu juga waktu berhenti
Kenapa nasibku seperti ini?
Ketika guntur menggelegar
Ketika itu juga Tuhan marah padaku
Ketika sudah tak ada bintang di langit
Masihkah Tuhan memaafkanku?
Ketika hujan berhenti
Bukan berarti lukaku sembuh
Ketika hujan kembali turun
Saat itulah aku menangis
Kenapa nasibku seperti ini?
Bahagia tidak
Sedih pun tidak
Masihkah Tuhan memaafkanku?
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 2 Juni 2012
Categories
Puisi siBluuu
Rabu, 09 Mei 2012
Gedung Teater Palsu
Oleh: Nur Fadhilah
Ada dua gedung teater
Yang satu terlihat megah dengan ribuan penonton
Yang satu terlihat biasa dengan puluhan orang penonton
Kuputuskan untuk memasuki gedung teater megah
Tapi apa?
Hanya terdengar teriakan penonton
Teatermu palsu
Aktingmu palsu
Kostummu palsu
Dandananmu palsu
Musikmu palsu
Bayaranmu palsu
Dialogmu palsu
Sorot lampumu palsu
Ada apa ini?
Kini gedung itu kosong
Aku kecewa, menyesal
Kenapa memilih gedung ini?
Lalu terdengar riuh tepuk tangan penonton dari gedung sebelah
Sepertinya meriah
Ada apa ini?
Gedung teater megah dengan teater palsu
Aku kecewa, menyesal
Kenapa memilih gedung ini?
Tiket mahal untuk teater palsu
Oh, pantas saja gedung ini penuh kepalsuan
Namanya saja gedung teater palsu
Aku salah masuk!
Ada dua gedung teater
Yang satu terlihat megah dengan ribuan penonton
Yang satu terlihat biasa dengan puluhan orang penonton
Kuputuskan untuk memasuki gedung teater megah
Tapi apa?
Hanya terdengar teriakan penonton
Teatermu palsu
Aktingmu palsu
Kostummu palsu
Dandananmu palsu
Musikmu palsu
Bayaranmu palsu
Dialogmu palsu
Sorot lampumu palsu
Ada apa ini?
Kini gedung itu kosong
Aku kecewa, menyesal
Kenapa memilih gedung ini?
Lalu terdengar riuh tepuk tangan penonton dari gedung sebelah
Sepertinya meriah
Ada apa ini?
Gedung teater megah dengan teater palsu
Aku kecewa, menyesal
Kenapa memilih gedung ini?
Tiket mahal untuk teater palsu
Oh, pantas saja gedung ini penuh kepalsuan
Namanya saja gedung teater palsu
Aku salah masuk!
Categories
Puisi siBluuu
Rabu, 28 Maret 2012
Matahari
Oleh: Nur Fadhilah
Aku punya matahari
Matahariku hanya satu
Matahariku sangat terang
Menyilaukan setiap mata yang melihat
Aku punya matahari
Matahari yang indah
Hingga mataku tak ingin berpaling
Takut matahariku diambil orang
Aku punya matahari
Selalu menerangi siang malam
Tak peduli pada bulan dan bintang
Cahayanya selalu memberi kehangatan
Aku punya matahari
Yang suatu hari akan redup
Tapi aku tak mau senter atau lilin
Karena rasanya tak akan pernah sama
Aku punya matahari
Matahariku hanya satu
Matahariku sangat terang
Menyilaukan setiap mata yang melihat
Aku punya matahari
Matahari yang indah
Hingga mataku tak ingin berpaling
Takut matahariku diambil orang
Aku punya matahari
Selalu menerangi siang malam
Tak peduli pada bulan dan bintang
Cahayanya selalu memberi kehangatan
Aku punya matahari
Yang suatu hari akan redup
Tapi aku tak mau senter atau lilin
Karena rasanya tak akan pernah sama
Categories
Puisi siBluuu
Senin, 05 Maret 2012
ATNIC
Oleh: Nur Fadhilah
Awalnya…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku malu
Lalu…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku senang
Tak lama…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku merasa
Lama…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku aneh
Kemudian…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku sedih
Akhirnya…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku menjauh
Tapi…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Telah membuat alur dalam hidupku
Alur CINTA yang berubah menjadi ATNIC
Awalnya…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku malu
Lalu…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku senang
Tak lama…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku merasa
Lama…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku aneh
Kemudian…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku sedih
Akhirnya…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Membuatku menjauh
Tapi…
Tatapanmu, senyummu, candamu, tingkahmu,
Telah membuat alur dalam hidupku
Alur CINTA yang berubah menjadi ATNIC
Categories
Puisi siBluuu
Sabtu, 29 Oktober 2011
24 JAM
Oleh: Nur Fadhilah
Aku baru tahu berartinya 24 jam
Padahal kalian seenaknya memeras 24 jamku yang aku sendiri tak tahu untuk apa
Kenapa tidak ambil hariku saja?
Agar aku tak usah hidup sekalian
Kini aku sadar..
Aku tak menggunakan 24 jamku hanya untuk manusia-manusia tak berguna seperti kalian
Aku juga punya 24 jam sendiri yang bisa ku gunakan untuk hal yang lebih berguna
Aku bukan ibu yang mengurus anaknya selama 24 jam
Aku juga bukan ayah yang mencari nafkah selama 24 jam
Aku hanya mau 24 jamku sendiri
Tak ada yang boleh mengganggu 24 jamku
Andai aku bisa menambah sejam lagi
Pasti sejam itu hanya ku gunakan hanya untukku
Untukku lagi
Karena 24 jam yang Tuhan berikan tidak cukup untuk mengganti 24 jam-24 jam sebelumnya yang aku sia-siakan untuk manusia-manusia tidak berguna seperti kalian
Aku hanya ingin 24 jamku sendiri
Jangan ganggu 24 jamku
24 jamku sendiri
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 7 Desember 2011
Aku baru tahu berartinya 24 jam
Padahal kalian seenaknya memeras 24 jamku yang aku sendiri tak tahu untuk apa
Kenapa tidak ambil hariku saja?
Agar aku tak usah hidup sekalian
Kini aku sadar..
Aku tak menggunakan 24 jamku hanya untuk manusia-manusia tak berguna seperti kalian
Aku juga punya 24 jam sendiri yang bisa ku gunakan untuk hal yang lebih berguna
Aku bukan ibu yang mengurus anaknya selama 24 jam
Aku juga bukan ayah yang mencari nafkah selama 24 jam
Aku hanya mau 24 jamku sendiri
Tak ada yang boleh mengganggu 24 jamku
Andai aku bisa menambah sejam lagi
Pasti sejam itu hanya ku gunakan hanya untukku
Untukku lagi
Karena 24 jam yang Tuhan berikan tidak cukup untuk mengganti 24 jam-24 jam sebelumnya yang aku sia-siakan untuk manusia-manusia tidak berguna seperti kalian
Aku hanya ingin 24 jamku sendiri
Jangan ganggu 24 jamku
24 jamku sendiri
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 7 Desember 2011
Categories
Puisi siBluuu
Jumat, 28 Oktober 2011
Puisi Orang Kecil
Oleh: Nur Fadhilah
Ini hanya puisi orang kecil
Jadi tak perlu didengar
Aku hanya orang kecil
Jadi tak usah dipedulikan
Bukankah begitu dunia ini?
Orang kecil bagaikan bemo dan bajaj
Tak boleh parkir sembarangan
Dunia tak adil pada orang kecil
Orang besar bagaikan limosin
Boleh klakson sembarangan
Katanya roda selalu berputar
Tapi kapan orang kecil duduk di atas?
Sebab orang besar yang duduk di atas tidak mau turun lagi
Enak betul jadi orang besar
Segala sesuatu terhidang di meja
Sementara kami?
Mengetuk kaca mobil pun belum tentu dibuka
Memang enak jadi orang besar
Kalau jalan, semua membungkuk
Barangkali takut gajinya dipotong
Kasihan orang kecil
Kalau jalan, semua bersembunyi
Takut pintu rumahnya diketuk
Menunggu diberikan sepeser keikhlasan
Ini hanya puisi orang kecil
Kenapa didengar?
Aku hanya orang kecil
Kenapa dipedulikan?
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 7 Desember 2011
Ini hanya puisi orang kecil
Jadi tak perlu didengar
Aku hanya orang kecil
Jadi tak usah dipedulikan
Bukankah begitu dunia ini?
Orang kecil bagaikan bemo dan bajaj
Tak boleh parkir sembarangan
Dunia tak adil pada orang kecil
Orang besar bagaikan limosin
Boleh klakson sembarangan
Katanya roda selalu berputar
Tapi kapan orang kecil duduk di atas?
Sebab orang besar yang duduk di atas tidak mau turun lagi
Enak betul jadi orang besar
Segala sesuatu terhidang di meja
Sementara kami?
Mengetuk kaca mobil pun belum tentu dibuka
Memang enak jadi orang besar
Kalau jalan, semua membungkuk
Barangkali takut gajinya dipotong
Kasihan orang kecil
Kalau jalan, semua bersembunyi
Takut pintu rumahnya diketuk
Menunggu diberikan sepeser keikhlasan
Ini hanya puisi orang kecil
Kenapa didengar?
Aku hanya orang kecil
Kenapa dipedulikan?
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 7 Desember 2011
Categories
Puisi siBluuu
Selasa, 16 Agustus 2011
ANALYSIS
Oleh: Nur Fadhilah
Ketika diri sudah semakin dewasa
Ku temukan sesuatu yang tak ku sangka
Di celah-celah kesibukan orang dewasa
Dirimu berdiri bagai laksamana
Awalnya tak saling menyapa
Berpapasan pun tak pernah
Saling menuduh adalah kegemaran
Banyak yang berdarah ditikam dari belakang
Engkau baik jika aku marah
Engkau marah jika aku baik
Tak pernah saling bertemu
Tapi apakah kau tahu?
Kebetulan tidak selalu salah
Kau tahu?
Karena kebetulan kita benar
Kita satu dalam nama
Ku harap kita satu dalam sikap
Kita satu dalam perbuatan
Ku harap kita satu dalam hati
Apakah sesuatu itu?
Sesuatu yang ku temukan di celah-celah kesibukan orang dewasa
Coba lihat!
Itu, ANALYSIS..
Ketika diri sudah semakin dewasa
Ku temukan sesuatu yang tak ku sangka
Di celah-celah kesibukan orang dewasa
Dirimu berdiri bagai laksamana
Awalnya tak saling menyapa
Berpapasan pun tak pernah
Saling menuduh adalah kegemaran
Banyak yang berdarah ditikam dari belakang
Engkau baik jika aku marah
Engkau marah jika aku baik
Tak pernah saling bertemu
Tapi apakah kau tahu?
Kebetulan tidak selalu salah
Kau tahu?
Karena kebetulan kita benar
Kita satu dalam nama
Ku harap kita satu dalam sikap
Kita satu dalam perbuatan
Ku harap kita satu dalam hati
Apakah sesuatu itu?
Sesuatu yang ku temukan di celah-celah kesibukan orang dewasa
Coba lihat!
Itu, ANALYSIS..
Categories
Puisi siBluuu
CINTAKU JAUH DI PULAU
Oleh: Chairil Anwar
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang terang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata :
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri
Cintaku jauh di pulau,
gadis manis, sekarang iseng sendiri
Perahu melancar, bulan memancar,
di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar
Angin membantu, laut terang, tapi terasa
aku tidak ‘kan sampai padanya
Di air yang terang, di angin mendayu,
di perasaan penghabisan segala melaju
Ajal bertahta, sambil berkata :
“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”
Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!
Perahu yang bersama ‘kan merapuh!
Mengapa ajal memanggil dulu
sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!
Manisku jauh di pulau
kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri
Categories
Puisi siBluuu
KABUNGKA, BUTON
Oleh: Raudal Tanjung Banua
Berbungkah-bungkah aspal di tambang
Digiling, dihaluskan jadi tambah hitam
Menghampar di pelabuhan dan jalan-jalan
Tapi tidak membawa siapa pun pergi
Karena pelabuhan bukan lagi pintu
Bagi onggokan nasib burukmu menghambur
Dan jalan-jalan buntu, berantakan
Tanpa batu dan aspal
Ironi yang membenam harapan
Kembali ke perut bumi
Ku saksikan matahari terbit dan terbenam di sini
Tanpa alasan pasti, anak-anak Kabungka
Terus melintasi lumpur dan semak-semak berduri
Memasuki sekolah yang tak pernah
Memasuki hidup mereka
Mau jadi apa, kau bertanya
Seorang anak menyeringai
Menggigit pahit asam
Jambu mete yang berguguran
Bagai mengunyah buah derita
Berabad-abad kekal di tanah kelahiran
Percik getahnya beserta ingus yang meleleh
Membuat bintik hitam di baju sekolah
Jadi tambah kusam serupa peta jalur tambang
Di sepanjang badan masa depan
Orang-orang Kabungka
Aku pun menambangnya
Diam-diam, dengan tinta hitam air mata
Buton, 2009-Yogyakarta, 2010
Berbungkah-bungkah aspal di tambang
Digiling, dihaluskan jadi tambah hitam
Menghampar di pelabuhan dan jalan-jalan
Tapi tidak membawa siapa pun pergi
Karena pelabuhan bukan lagi pintu
Bagi onggokan nasib burukmu menghambur
Dan jalan-jalan buntu, berantakan
Tanpa batu dan aspal
Ironi yang membenam harapan
Kembali ke perut bumi
Ku saksikan matahari terbit dan terbenam di sini
Tanpa alasan pasti, anak-anak Kabungka
Terus melintasi lumpur dan semak-semak berduri
Memasuki sekolah yang tak pernah
Memasuki hidup mereka
Mau jadi apa, kau bertanya
Seorang anak menyeringai
Menggigit pahit asam
Jambu mete yang berguguran
Bagai mengunyah buah derita
Berabad-abad kekal di tanah kelahiran
Percik getahnya beserta ingus yang meleleh
Membuat bintik hitam di baju sekolah
Jadi tambah kusam serupa peta jalur tambang
Di sepanjang badan masa depan
Orang-orang Kabungka
Aku pun menambangnya
Diam-diam, dengan tinta hitam air mata
Buton, 2009-Yogyakarta, 2010
Categories
Puisi siBluuu
Sabtu, 23 Juli 2011
Di Saat Daku Tua
Di saat daku tua, bukan lagi diriku yang dulu
Maklumilah diriku, bersabarlah dalam menghadapiku
Di saat daku menumpahkan kuah sayuran di bajuku
Di saat daku tidak lagi mengingat cara mengikatkan tali sepatu
Ingatlah saat-saat bagaimana daku mengajarimu
Membimbingmu untuk melakukannya
Di saat daku dengan pikunnya mengulang terus-menerus ucapan yang membosankanmu
Bersabarlah mendengarkanku, jangan memotong ucapanku
Di masa kecilmu, daku harus mengulang dan mengulang terus
Sebuah cerita yang telah daku ceritakan ribuan kali
Hingga dirimu terbuai dalam mimpi
Di saat daku membutuhkanmu untuk memandikanku
Janganlah menyalahkanku
Ingatkah di masa kecilmu, bagaimana daku dengan berbagai cara membujukmu untuk mandi?
Di saat daku kebingungan menghadapi hal-hal baru dan teknologi modern
Janganlah menertawaiku
Renungkanlah bagaimana daku dengan sabarnya menjawab
Setiap ‘mengapa’ yang engkau ajukan di saat itu
Di saat kedua kakiku terlalu lemah untuk berjalan
Ulurkanlah tanganmu yang mudah dan kuat untuk memapahku
Bagaikan di masa kecil aku menuntunmu melangkahkan kaki untuk belajar berjalan
Di saat aku melupakan topik pembicaraan kita
Berilah sedikit waktu padaku untuk mengingatnya
Sebenarnya, topik pembicaraan bukanlah hal yang penting bagiku
Asalkan engkau berada di sisiku untuk mendengarkanku, daku telah bahagia
Di saat engkau melihat diriku menua, janganlah bersedih
Maklumilah diriku, dukunglah daku
Bagaikan daku terhadapmu
Di saat engkau mulai belajar tentang kehidupan
Dulu daku menuntunmu menapaki jalan kehidupan ini
Kini temanilah daku hingga akhir jalan hidupku
Berilah daku cinta kasih dan kesabaranmu
Daku akan menerimanya dengan senyuman penuh syukur
Di dalam senyumku ini, tertanam kasihku yang tak terhingga padamu
Maklumilah diriku, bersabarlah dalam menghadapiku
Di saat daku menumpahkan kuah sayuran di bajuku
Di saat daku tidak lagi mengingat cara mengikatkan tali sepatu
Ingatlah saat-saat bagaimana daku mengajarimu
Membimbingmu untuk melakukannya
Di saat daku dengan pikunnya mengulang terus-menerus ucapan yang membosankanmu
Bersabarlah mendengarkanku, jangan memotong ucapanku
Di masa kecilmu, daku harus mengulang dan mengulang terus
Sebuah cerita yang telah daku ceritakan ribuan kali
Hingga dirimu terbuai dalam mimpi
Di saat daku membutuhkanmu untuk memandikanku
Janganlah menyalahkanku
Ingatkah di masa kecilmu, bagaimana daku dengan berbagai cara membujukmu untuk mandi?
Di saat daku kebingungan menghadapi hal-hal baru dan teknologi modern
Janganlah menertawaiku
Renungkanlah bagaimana daku dengan sabarnya menjawab
Setiap ‘mengapa’ yang engkau ajukan di saat itu
Di saat kedua kakiku terlalu lemah untuk berjalan
Ulurkanlah tanganmu yang mudah dan kuat untuk memapahku
Bagaikan di masa kecil aku menuntunmu melangkahkan kaki untuk belajar berjalan
Di saat aku melupakan topik pembicaraan kita
Berilah sedikit waktu padaku untuk mengingatnya
Sebenarnya, topik pembicaraan bukanlah hal yang penting bagiku
Asalkan engkau berada di sisiku untuk mendengarkanku, daku telah bahagia
Di saat engkau melihat diriku menua, janganlah bersedih
Maklumilah diriku, dukunglah daku
Bagaikan daku terhadapmu
Di saat engkau mulai belajar tentang kehidupan
Dulu daku menuntunmu menapaki jalan kehidupan ini
Kini temanilah daku hingga akhir jalan hidupku
Berilah daku cinta kasih dan kesabaranmu
Daku akan menerimanya dengan senyuman penuh syukur
Di dalam senyumku ini, tertanam kasihku yang tak terhingga padamu
Categories
Puisi siBluuu
Selasa, 03 Mei 2011
Anak Sulawesi
Oleh: La Ode Balawa
Anak Sulawesi
Anak-anak pulau karang yang pantang larang
Laut-laut ulung yang pantang pulang
Sebelum nyawa menembus badai
Tulang merangkul karang
Dari timur negeri matahari terbit
Kalian layarkan perahu Lambo dan puisi nusantara
Kalian kibarkan panji-panji siri demi harga diri
Karena malu hanya pantas dibayar nyawa
Aib harus dicuci dengan darah
Anak Sulawesi
Anak-anak laut yang tak takut maut
Pelayar-pelayar sejati yang tak takut mati
Karena badai hanyalah permainan cuaca
Di batas kesetiaan arus pada lautan
Di timur negeri pela gandong
Kalian layarkan perahu Lambo dan pinisi nusantara
Kalian kibarkan panji-panji jihad demi harga diri
Kalian rakit persatuan di puncak-puncak arus perpecahan
Kalian teriakkan perdamaian di tengah-tengah badai kerusuhan
Karena nyawa sudah harus dibayar nyawa
Keyakinan sudah harus disucikan dengan darah
Anak Sulawesi
Ayam jantan keemasan dari timur
Kejantananmu
Kejantanan Hasanuddin Sombarigowa
Kearifanmu
Kearifan murhum Kolaki Butuni
Kesaktianmu
Kesaktian Sawerigading penghulu lautan
Anak Sulawesi
Anak-anak pulau karang yang pantang larang
Laut-laut ulung yang pantang pulang
Sebelum nyawa menembus badai
Tulang merangkul karang
Dari timur negeri matahari terbit
Kalian layarkan perahu Lambo dan puisi nusantara
Kalian kibarkan panji-panji siri demi harga diri
Karena malu hanya pantas dibayar nyawa
Aib harus dicuci dengan darah
Anak Sulawesi
Anak-anak laut yang tak takut maut
Pelayar-pelayar sejati yang tak takut mati
Karena badai hanyalah permainan cuaca
Di batas kesetiaan arus pada lautan
Di timur negeri pela gandong
Kalian layarkan perahu Lambo dan pinisi nusantara
Kalian kibarkan panji-panji jihad demi harga diri
Kalian rakit persatuan di puncak-puncak arus perpecahan
Kalian teriakkan perdamaian di tengah-tengah badai kerusuhan
Karena nyawa sudah harus dibayar nyawa
Keyakinan sudah harus disucikan dengan darah
Anak Sulawesi
Ayam jantan keemasan dari timur
Kejantananmu
Kejantanan Hasanuddin Sombarigowa
Kearifanmu
Kearifan murhum Kolaki Butuni
Kesaktianmu
Kesaktian Sawerigading penghulu lautan
Categories
Puisi siBluuu
Butuni
Oleh: Syaifuddin Gani
Rindu menua
Teronggok sepanjang butuni
Sesayap angin hujankan rangkulan
Pada rusuk-rusuk keraton
Di sini, berabad-abad kabanti dan puisi
Mempersunting matahari
Menjelma barisan batu karang
Rumah para raja menenun martabat tujuh
O, gerbang matahari diapit meriam tua
Memandang ke laut jauh ke bukit karang
Untuk masa silam yang takkan pulang
Tiang bendera sebagai anak para raja
Memanjang ke cakrawala
Mana benderanya?
Barangkali tertambat dan terlunta di museum waktu
Tapak-tapak angin, pantun-pantun leluhur
Mengabur di jantung wolio
Dibeliut belukar sepi dan rerantai hari
Menyelinap di rerapuh malige
Pada mata jangkar, air mata laut berkarat
Menimbun berteluk-teluk jarak
Rindu menua
Teronggok sepanjang butuni
Sesayap angin hujankan rangkulan
Pada rusuk-rusuk keraton
Di sini, berabad-abad kabanti dan puisi
Mempersunting matahari
Menjelma barisan batu karang
Rumah para raja menenun martabat tujuh
O, gerbang matahari diapit meriam tua
Memandang ke laut jauh ke bukit karang
Untuk masa silam yang takkan pulang
Tiang bendera sebagai anak para raja
Memanjang ke cakrawala
Mana benderanya?
Barangkali tertambat dan terlunta di museum waktu
Tapak-tapak angin, pantun-pantun leluhur
Mengabur di jantung wolio
Dibeliut belukar sepi dan rerantai hari
Menyelinap di rerapuh malige
Pada mata jangkar, air mata laut berkarat
Menimbun berteluk-teluk jarak
Categories
Puisi siBluuu
Masjid Tua Wawotobi
Oleh: Ahid Hidayat
Tiada lagi tikar terhampar
Sajadah pun telah dipindah
Dari masjid tua itu
Segenap pintu ditutup rapat
Atap seng penuh karat
Noktah pada kaca
Yang tertinggal di sana
Para pendaras Quran
Para tetamu Tuhan
Barangkali sedang berdzikir
Di kilau marmar
Yang lebih binar
Hanya debu-debu suci
Berwirid di lantai dingin sunyi
Dari mihrab sempit
Tali-tali cahaya terentang
Bermarifat menopang
Keluasan langit
Tiada lagi tikar terhampar
Sajadah pun telah dipindah
Dari masjid tua itu
Segenap pintu ditutup rapat
Atap seng penuh karat
Noktah pada kaca
Yang tertinggal di sana
Para pendaras Quran
Para tetamu Tuhan
Barangkali sedang berdzikir
Di kilau marmar
Yang lebih binar
Hanya debu-debu suci
Berwirid di lantai dingin sunyi
Dari mihrab sempit
Tali-tali cahaya terentang
Bermarifat menopang
Keluasan langit
Categories
Puisi siBluuu
Perjamuan
Oleh: Irianto Ibrahim
Berapa luka yang kau minta
Sedanau darah atau secangkir nestapa
Di dada, sesayat jantungku
Sudah ku hidang di meja makan
Ku tambahkan air mata setia
Penyedap rasa dan aroma kesukaanmu
Apa kau minta juga mimpiku
Sekerat angan yang ku simpan di bawah bantal
Tempat ku baringkan kepalaku yang sudah kosong
Sebab katamu, dendeng otaklah yang paling kau gemari
Berapa iga lagi yang kau perlu
Sepasang paru atau sumsum tulang-tulang belakang
Sebagai sop yang kau didihkan sepanjang hari
Sepanjang jalan pulang yang sudah ku lupa alamatnya
Ku mohon, jangan lidahku
Jangan ambil lidahku
Sebab dia menerjemahkan
Detak dalam dadaku
Berapa luka yang kau minta
Sedanau darah atau secangkir nestapa
Di dada, sesayat jantungku
Sudah ku hidang di meja makan
Ku tambahkan air mata setia
Penyedap rasa dan aroma kesukaanmu
Apa kau minta juga mimpiku
Sekerat angan yang ku simpan di bawah bantal
Tempat ku baringkan kepalaku yang sudah kosong
Sebab katamu, dendeng otaklah yang paling kau gemari
Berapa iga lagi yang kau perlu
Sepasang paru atau sumsum tulang-tulang belakang
Sebagai sop yang kau didihkan sepanjang hari
Sepanjang jalan pulang yang sudah ku lupa alamatnya
Ku mohon, jangan lidahku
Jangan ambil lidahku
Sebab dia menerjemahkan
Detak dalam dadaku
Categories
Puisi siBluuu
Jumat, 11 Februari 2011
Kendari Menangis
Oleh: Nur Fadhilah
Ku pandang kau Kendari
Dalam hiruk pikuk bumi anoa
Kita selalu membicarakan Kendari
Kendariku, Kendarimu
Kadang aku memikirkan Kendari dan menangis
Melihat setiap orang ingin menjadi raja
Pepohonan ditebang
Sawah ladang disulap jadi gedung
Laut ditimbun
Lumpur semakin mendominasi
Kendariku, aku sungguh bodoh
Aku hanya diam dan tak peduli
Melihat sampah tak lagi dibuang di bak sampah
Melihat ikan beterbangan di udara karena bom
Melihat hutan dijarah dan dibakar
Adakah yang mendengar?
Suara tangisan Kendari
Meraung-raung dari perut bumi
Bagaimana aku dapat membangun generasi?
Bagaimana aku dapat membuat lingkungan kembali mempercayaiku?
Apa yang dapat ku lakukan untukmu?
Engkau hanya tersenyum dan berkata, masa depanmu akan lebih baik
Bersama Kendari yang lebih bersih
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 7 Desember 2011
Ku pandang kau Kendari
Dalam hiruk pikuk bumi anoa
Kita selalu membicarakan Kendari
Kendariku, Kendarimu
Kadang aku memikirkan Kendari dan menangis
Melihat setiap orang ingin menjadi raja
Pepohonan ditebang
Sawah ladang disulap jadi gedung
Laut ditimbun
Lumpur semakin mendominasi
Kendariku, aku sungguh bodoh
Aku hanya diam dan tak peduli
Melihat sampah tak lagi dibuang di bak sampah
Melihat ikan beterbangan di udara karena bom
Melihat hutan dijarah dan dibakar
Adakah yang mendengar?
Suara tangisan Kendari
Meraung-raung dari perut bumi
Bagaimana aku dapat membangun generasi?
Bagaimana aku dapat membuat lingkungan kembali mempercayaiku?
Apa yang dapat ku lakukan untukmu?
Engkau hanya tersenyum dan berkata, masa depanmu akan lebih baik
Bersama Kendari yang lebih bersih
Telah dimuat di Harian Kendari Pos edisi 7 Desember 2011
Categories
Puisi siBluuu
Langganan:
Postingan (Atom)