Selasa, 05 November 2013

Sun and Flower

Posted by Nur Fadhilah at 6:14:00 AM 0 comments

He is sun
And I am flower
He is over the sky
And I am on the earth

He is big
And I am small
He is hot
And I am pretty


He shines me
And I like it
He is bright
And I am … I don’t know! Am I bright?

I know him
But he doesn’t
I see him
But he is too far to see me

I need him
But he doesn’t
I cannot live without him
But… can he live without me?

He is sun
And I am flower
Forever like this
Ever after

She is sunflower
She is bright
She is yellow
Yeah… I’m jealous of her

Minggu, 03 November 2013

LOVEY DOVEY COOKEY [PART 7]

Posted by Nur Fadhilah at 10:04:00 AM 4 comments

Author : Nur Fadhilah
Genre : Comedy romantic (comrom)
Length : Series
Rating : PG-13
Main casts : Choi Jin Ri (Sulli f(x)), Choi Minho (Minho SHINee), Kwon Yuri (Yuri SNSD), Kim Ki Bum (Key SHINee)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fan fiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)


Previous part:

“Maaf, Anda siapa?” Minho masih berusaha bersikap sopan.

Dia tidak menjawab. Ia membalikkan kursi putar Minho.

“Apa secepat itu kau melupakanku?”

“Yuri?”


*****

“Ap… apa yang kau lakukan di sini?” Minho tergagap.

Yuri berdiri lalu berjalan mendekati Minho. Dia mencium pipi kanan Minho.

“Aku ingin kembali padamu…” bisik Yuri.

Minho kaget dan berbalik pada Yuri.

“Apa maksudmu?”

“Aku minta maaf karena meninggalkanmu. Kau tahu kan bagaimana shocknya aku ketika mendengar kau akan menikah? Aku minta maaf karena sudah memutuskan hubungan kita, tapi aku tidak bisa berpikir dengan jernih saat itu. Kau masih mau menerimaku kan, sayang? Kau pernah bilang asal aku mau menunggu kau akan kembali padaku. Aku sudah memikirkannya baik-baik,” Yuri berhenti sejenak.

“Aku akan menunggumu, kapan pun itu.”

Minho menelan ludahnya. Ia mulai tergoda.

“Kau serius?”

“Ya ampun, Minho… kalau aku main-main, untuk apa aku datang ke sini sepagi ini kalau hanya untuk menemuimu? Aku hanya tidak bisa menahan perasaanku yang ingin segera bertemu denganmu. Makanya aku datang ke sini sampai-sampai aku mengabaikan peraturan tamu yang berkunjung di perusahaanmu,” jelas Yuri.

Minho diam.

“Kenapa diam? Katakan sesuatu! Apa kau tidak senang?”

Minho masih terdiam.

“Aku akan menikah minggu depan,” katanya beberapa saat kemudian.

“Tidak masalah… kau tak ingin mengundangku?”

“Kau tak apa jika datang?”

“Aku tidak akan apa-apa karena aku tahu akhir cerita ini…”

“Akhir cerita?” Minho tak mengerti.

“Kau masih mencintaiku kan?” balas Yuri bertanya.

Minho menoleh ke arah lain, mengangguk, lalu menunduk.

“Kalau begitu aku tahu akhir ceritanya. Kita akan bersama,” ucap Yuri ditutup dengan senyuman.

*****

“Nona, tolong tegapkan badanmu!”

“Perlu setegap apa lagi? Ini sudah tegap…” keluh Jin Ri pada pegawai yang membantunya memakai gaun pra-wedding.

“Tapi Anda harus lebih tegap lagi agar gaunnya muat…”

Jin Ri pun berusaha lebih menegapkan badannya.

“Ah… akhirnya selesai juga…”

Jin Ri mematut dirinya di depan cermin. Dia berputar. Lekuk tubuhnya terlihat sempurna. Gaun putih selutut dipadukan dengan warna merah jambu terlihat sangat cocok dengan kulit beningnya. Rambutnya dibiarkan terurai. Dia pun keluar dari kamar pas untuk memperlihatkannya pada semua orang.

“Gimana, Bu? Bi? Terlihat cocok?” tanya Jin Ri polos.

“Cantik sekali!” puji Min Ah dan Tae Jinah.

“Nona, apa kau sudah selesai bersiap? Semua sudah menunggu untuk sesi pemotretan,” panggil seorang asisten fotografer pra-wedding Jin Ri dan Minho.

“Iya… aku akan segera keluar…”

“Ayo!”

Jin Ri keluar bersama Min Ah dan Tae Jinah.

Minho sedang memakai jasnya yang berwarna hitam kombinasi merah jambu saat Jin Ri memasuki ruang pemotretan. Mata Minho mengikuti langkah Jin Ri hingga ia berdiri di depannya.

“Gimana, Kak?” Jin Ri iseng bertanya.

Minho lalu mengalihkan pandangannya.

“Meskipun aku berkata jelek, apa kau akan menggantinya?”

Jin Ri menunduk dan menggeleng.

“Lalu untuk apa kau meminta pendapatku? Pendapatku tidak akan mempengaruhi apapun,” terang Minho dingin.

“Maaf, Nona… tolong pakai sepatu ini!”

“Ahh… haknya tinggi sekali… apa tidak ada yang lebih pendek? Aku belum pernah memakai hak setinggi itu…”

“Pakai saja! Kan hanya untuk keperluan pemotretan,” kata Minho.

Jin Ri berpikir sejenak.

“Baiklah…”

Jin Ri pun memakai sepatu itu.

“Mari kita mulai!” kata fotografernya.

Si fotografer pun mengarahkan pose-pose yang harus dilakukan oleh Jin Ri dan Minho.

“Pose kalian bagus. Tapi aku merasa ada yang kurang,” keluh si fotografer setelah mengambil beberapa foto.

“Apanya?” tanya Minho.

“Sepertinya kurang bisa mengekspresikan perasaan kalian berdua. Kalian memang tersenyum dan tertawa, tapi bukan karena cinta, melainkan karena instruksi dariku. Apa kalian paham?”

Minho dan Jin Ri mengangguk.

“Bagus. Mari kita coba sekali lagi! Sekarang Jin Ri berdiri di samping Minho!”

Jin Ri pun berjalan dengan sangat hati-hati. Dia takut jatuh. Namun walau berjalan sehati-hati apapun, insiden itu tetap terjadi. Kaki kanannya terlipat sehingga ia jatuh ke depan. Minho yang kaget tidak sempat menahannya. Jin Ri malah menindih badan Minho.

Semua orang kaget melihat insiden itu. Tapi si fotografer tidak tinggal diam. Dia mengabadikan kejadian langka itu.

“Ah… bagus sekali! Perfect!” puji si fotografer.

Jin Ri dan Minho baru sadar dari kejadian tersebut. Jin Ri cepat bangun dan memperbaiki rambutnya, disusul oleh Minho.

“Coba kalian lihat ini! Ini adalah foto yang sangat bagus!”

“Apa?” Minho dan Jin Ri heran dengan perkataan si fotografer barusan.

“Ini akan menjadi foto pra-wedding yang sangat bagus. Kalian akan melihat hasilnya nanti di hari pernikahan kalian.”

Minho dan Jin Ri saling pandang. Muka Jin Ri memerah.

*****

“Ki Bum, suruh Jin Ri turun! Kita sarapan bersama,” perintah Kim Myungsuk.

“Iya, Kek.”

Ki Bum menaiki tangga menuju lantai dua. Ia mengetuk kamar Jin Ri.

“Masuk!” suara Jin Ri dari dalam kamar.

Ki Bum membuka pintu.

“Ayo makan, anak malas! Semua sudah menunggumu di bawah,” kata Ki Bum melihat Jin Ri yang masih berbaring malas di tempat tidurnya.

“Sarapan duluan saja… aku masih ngantuk!” keluh Jin Ri sambil menutupi wajahnya dengan selimut.

“Dasar malas! Ayo bangun!” Ki Bum menarik selimut Jin Ri.

“Ahh… kakak…” omel Jin Ri manja.

“Bangun…!”

Jin Ri pun bangun dengan malas.

“Tungguin! Aku cuci muka dulu!”

“Cepetan!”

“Iya, tunggu! Bawel amat!”

Setelah cuci muka, Jin Ri turun bersama Ki Bum.

“Pagi, Kek… Ayah… Ibu…!” sapa Jin Ri sambil mencium pipi kakek, ayah, dan ibunya.

“Karena Jin Ri sudah datang, ayo kita sarapan!” kata Kim Myungsuk.

Jin Ri mengambil dua potong roti tawar dan mengolesinya dengan selai kacang.

“Tidak terasa, sarapan kita pagi ini adalah sarapan terakhir kita bersama Jin Ri,” kata Kim San.

“Maksud ayah?” Jin Ri tak mengerti.

“Dasar bodoh!” Ki Bum yang duduk di samping Jin Ri menjitak kepalanya.

“Aduh… kenapa sih?” Jin Ri mengusap-usap kepalanya.

“Kau ini bodoh atau apa? Setelah menikah, kau tentu tidak akan tinggal bersama kami lagi…”

“Masa? Memang benar, Yah?” tanya Jin Ri tak percaya.

“Benar… setelah menikah, kau akan tinggal berdua dengan Minho. Ayah Minho dan aku telah menyiapkan sebuah rumah untuk kalian berdua sebagai hadiah pernikahan dari kedua pihak keluarga.”

“Dan aku juga sudah menyiapkan hadiah spesial untuk kalian berdua…” timpal Kim Myungsuk.

“Kakek juga?” Jin Ri semakin tak percaya.

“Ibu juga punya. Tapi ibu akan memberikannya nanti,” kata Min Ah.

Jin Ri tersenyum. Ia lalu menoleh pada Ki Bum.

“Kau tidak mau memberikanku hadiah?” kata Jin Ri dengan nada menggoda.

“Hah! Aku? Memberimu hadiah?”

Jin Ri mengangguk penuh harapan.

“Jangan mimpi!”

Jin Ri manyun mendengar jawaban Ki Bum. Kim Myungsuk, Kim San, dan Min Ah tertawa.

“Sudah, ayo kita lanjutkan makannya!”

*****

Hari pernikahan…

Tamu sudah berdatangan. Seluruh keluarga menyambut kedatangan mereka. Minho turut berpartisipasi.

Foto pra-wedding Minho dan Jin Ri dipajang di pintu masuk ruangan pernikahan. Setiap tamu yang berdatangan pasti memuji keindahan foto itu.

Tidak lama kemudian, Kim Myungsuk memerintahkan Minho untuk bersiap-siap di altar menyambut kedatangan Jin Ri. Ia lalu mengenakan sarung tangannya. Kim San disuruh bersiap-siap di luar ruangan bersama Jin Ri. Acara pernikahan Minho dan Jin Ri dimulai.

“Wah… Jin Ri cantik sekali…” ungkap Jisun kagum.

Jin Ri tersenyum malu-malu.

“Tidak usah banyak bicara! Jalankan saja tugasmu sebaik-baiknya!”

“Iya, Nyonya Choi…” goda Jisun.

Kim San tertawa.

“Hus! Jangan sembarang ngomong!” bantah Jin Ri.

“Memang nyatanya sebentar lagi seperti itu. Kau akan resmi menjadi istri Kak Minho. Itu berarti kau adalah Nyonya Choi.”

“Ishh… kau ini!”

Musik pertanda masuknya pengantin wanita ke dalam ruangan berbunyi.

“Sayang, ini saatnya!”

Kim San menggandeng tangan Jin Ri. Pintu terbuka. Jin Ri menegakkan badannya. Ia berjalan didampingi ayahnya. Terlihat seulas senyuman ketika matanya menangkap pandangan Min Ah dan Ki Bum. Jisun berjalan di belakang Jin Ri. Dia menjadi pengiring pengantin wanita. Ini merupakan permintaan khusus Jin Ri.

Jin Ri lalu memfokuskan pandangannya ke depan. Ia menangkap pandangan lain yang sedari tadi terus memandanginya. Minho memandangi Jin Ri. Tidak ada yang bisa memungkiri penampilan Jin Ri yang sangat cantik. Gaun panjang seputih salju dan selembut
sutra. Jin Ri tersenyum. Minho membalasnya.

Kini ia sampai di depan altar. Kim San memberikan tangan Jin Ri pada Minho. Minho menerimanya. Jin Ri naik ke altar. Mereka berdua lalu mengumandangkan janji pernikahan mereka.

Minho lalu menyematkan cincin di jari manis Jin Ri, begitu pun Jin Ri.

“Pengantin pria disilakan mencium pengantin wanita!”

Minho membuka penutup kepala Jin Ri. Ia mengangkat wajah Jin Ri yang tertunduk. Minho mulai mendekatkan wajahnya. Jin Ri menelan ludah. Ia tak sanggup melihat wajah Minho yang semakin dekat. Ia menutup matanya.

Cup~

Jin Ri membuka matanya. Minho tidak menciumnya di bibir, melainkan di bawah bibirnya. Dilihatnya Minho tersenyum nakal padanya. Wajah Jin Ri memerah. Kedua keluarga besar tersenyum menyaksikan mereka berdua.

Setelah melakukan sesi berfoto bersama, kedua keluarga sibuk menjamu tamu yang datang. Jin Ri dan Minho juga sibuk menjamu kerabat-kerabat mereka yang sempat datang.

“Ehm…”

Minho yang sedang berbincang dengan seorang temannya tiba-tiba berbalik. Ia sedikit kaget.

“Yuri? Apa yang kau lakukan di sini?”

“Bukankah kau yang mengundangku?”

Minho celingak-celinguk. Ia takut kalau keluarganya melihat kehadiran Yuri. Ia menarik tangan Yuri ke pojok ruangan.

“Seharusnya kau memberi tahuku lagi kalau kau akan datang!”

“Aku kan sudah memberi tahu kamu hari itu. Aku kan sudah bilang bahwa aku tahu akhir cerita ini…” Yuri mengelus kerah kemeja Minho.

Minho pucat.

“Kau kenapa? Apa kau takut hubungan kita diketahui istrimu?”

Minho menelan ludah.

“Kita tak perlu membicarakan itu sekarang!”

*****

“Jin Ri, lihat itu! Kak Minho sedang bersama siapa?” tanya Jisun yang tidak sengaja melihat Minho dan Yuri di pojok ruangan.

“Mana?”

“Itu… yang di pojok sana!”

Jin Ri memperhatikan mereka berdua.

“Sepertinya aku kenal perempuan itu…”

Jin Ri memicingkan matanya.

“Ya ampun! Dia kan kekasih Kak Minho.”

“Hei, apa yang kau lihat?” suara Ki Bum mengagetkan Jin Ri.

“Ah… tidak, bukan apa-apa…” Jin Ri berbohong.

Tapi terlambat. Ki Bum bisa melihat apa yang sedang dilihat Jin Ri.

“Aish… kenapa perempuan itu bisa datang ke sini?” umpat Ki Bum.

“Ayo kita ke sana?” Ki Bum menarik tangan Jin Ri.

“Ke mana?”

Ki Bum tidak menjawab. Tapi Jin Ri tahu ke mana Ki Bum akan membawanya.

“Hei… kalian berdua mau ke mana? Aku kok ditinggal sendiri?” Jisun malah kebingungan sendiri.

*****

“Yuri? Kau juga datang rupanya! Kenapa tak menemuiku? Lama tak berjumpa denganmu!” Ki Bum sengaja memecah suasana.

Minho dan Yuri menoleh ke arah Ki Bum.

“E… rencananya aku baru akan menemuimu setelah menemui Minho. tapi, tiba-tiba kau malah menghampiriku di sini. Sungguh kebetulan, hahaha…” Yuri tertawa garing.

Mata Minho dan Ki Bum bertatapan. Ki Bum memberi tanda agar Minho memperkenalkan Jin Ri pada Yuri.

“Oh ya, per… perkenalkan! Ini is… istriku. Jin Ri, ini Yuri. Yuri, ini Jin Ri,” Minho terlihat gugup.

“Kurasa kita sudah pernah bertemu sebelumnya. Kau ingat kan?” tanya Yuri.

Jin Ri mengangguk.

“Bagus! Jadi kurasa perkenalan ini tidak perlu,” Yuri tersenyum.

“Jadi kalian sudah pernah bertemu sebelumnya?” tanya Ki Bum.

“Iya. Saat itu Kak Minho datang ke rumah bersama Kak Yuri untuk menyampaikan surat dari Kak Amber. Tapi kakak sedang tidak ada di rumah,” jelas Jin Ri.

“Oh, waktu itu…” Ki Bum mengingat-ingat.

“Em… karena kita sudah bertemu, sebaiknya aku pulang!” kata Yuri.

“Kenapa terburu-buru?” tahan Jin Ri.

“Aku hanya tidak mau berlama-lama di sini,” Yuri mengatakannya sambil menatap tajam mata Minho, lalu tersenyum pada Jin Ri dan Ki Bum.

“Semoga kalian bahagia!”

Sekali lagi, Yuri melempar tatapan penuh arti pada Minho. Ki Bum dapat mengerti arti tatapan itu. Ia tahu, telah terjadi sesuatu antara Minho dan Yuri. Tapi tidak demikian dengan Jin Ri.

*****

“Jin Ri, Minho, kalian akan pulang dengan mobil ini! Aku sudah memberi tahu supirnya alamat rumah kalian,” kata Kim San.

“Pu… pulang ke mana, Yah?” tanya Jin Ri polos.

“Tentu saja pulang ke rumah kalian!”

Kim San tersenyum geli. Jin Ri dan Minho saling berpandangan.

“Ibu juga sudah menaruh hadiah yang pernah ibu janjikan di sana!” kata Min Ah.

“Err… ibu juga sudah menyiapkan hadiah untuk Jin Ri…” Tae Jinah tidak mau kalah.

“Ibu?” Minho tak percaya ibunya juga ada di balik semua ini.

“Sudahlah, sekarang kalian harus pulang! Istirahat yang cukup! Beberapa pakaian kalian sudah tersedia di sana,” perintah Kim Myungsuk.

Jin Ri dan Minho berpamitan pada kedua keluarga mereka. Ragu-ragu mereka menaiki mobil.

“Apa kakak tahu mengenai rumah itu?” tanya Jin Ri ketika mobil mereka sudah jauh meninggalkan gereja tempat mereka melangsungkan pesta pernikahan.

“Tidak,” Minho menggeleng.

“Aish… kalau begini kan gawat!”

“Bukannya itu bagus?”

“Bagus? Bagus apanya? Kita akan tinggal berdua!!”

Minho menoleh ke arah Jin Ri.

“Kau punya otak tidak sih? Kalau kita tinggal berdua, itu berarti tidak ada yang mengawasi kita. Dengan kata lain, kita BEBAS!”

“Bebas? Bebas melakukan apa?” Jin Ri mulai ketakutan dengan perkataan Minho barusan. Ia menutup dadanya.

Minho tertawa melihat sikap refleks Jin Ri. Ia lalu menatap Jin Ri dan mendekatkan wajahnya. Semakin dekat. Jin Ri menutup mata sambil menyilangkan tangannya di depan wajah Minho.

“Dasar gadis berpikiran jorok!” bisik Minho.

Jin Ri membuka matanya. Ia baru sadar kalau Minho mengerjainya.

Si supir melihat aksi sepasang pengantin baru itu dari kaca depan mobil. Ia tertawa kecil.

Selama sisa perjalanan, tak ada percakapan. Mereka berdua sibuk dengan pikirannya masing-masing.

*****

“Terima kasih…”

Jin Ri dan Minho membungkuk yang dibalas anggukan kepala sang supir. Mobil itu pun melaju pergi.

Mereka berdua berbalik menatap rumah yang cukup besar di hadapan mereka.

“Haruskah kita memperkerjakan satu dua orang pembantu di rumah ini? Aku rasanya tak sanggup untuk mengurusnya sendirian,” keluh Jin Ri.

“Tidak!” jawab Minho tegas.

“Kenapa?” Jin Ri penasaran.

“Aku tidak mau ada orang lain yang tinggal di rumah ini, selain kita berdua.”

“Lho, memangnya kenapa?” Jin Ri semakin penasaran.

Minho menoleh kepada Jin Ri dengan tatapan yang tajam. Hal itu membuat Jin Ri diam dan tidak berani lagi mengajukan pertanyaan.

“Aku capek, mau mandi,” kata Minho seraya meninggalkan Jin Ri.

“Mandi? Hah!” Jin Ri membulatkan matanya. Ia cepat menggeleng menghilangkan berbagai pikiran negatif di kepalanya.

*****

Jin Ri mengikuti Minho memasuki sebuah kamar tidur.

“Haaa??!!!” Jin Ri menahan napas melihat Minho.

Minho berbalik. Ia juga kaget.

“Ap… apa yang kau pegang itu?!!” Jin Ri menunjuk lingerie yang dipegang Minho.

Minho refleks membuangnya ke atas tempat tidur.

“Aku… aku tidak tahu! Itu begitu saja ada di situ! Bukan aku yang membawanya…” Minho sedikit ketakutan.

Jin Ri memicingkan matanya curiga.

Tidak sengaja Minho melihat sebuah note yang ditempelkan pada lingerie itu.

Happy wedding, honey… :)

Ibu


“Ha! Ini dari ibu,” kata Minho yang dengan cepat mengenali tulisan tangan ibunya.

“Lalu… kenapa kau mengikutiku ke sini?”

“Aku kan juga ingin istirahat…”

“Ini kamarku! Pergi ke kamar sebelah!” perintah Minho.

Jin Ri menghela napas. Ia pun menuju kamar sebelah.

Klek.

Jin Ri menatap datar kamar itu.

“Kosong?”

Ia lalu kembali ke kamar Minho.

“Kak, kamar di sebelah kos… AAAAAAAAAAAAAA!!!” jerit Jin Ri.

Minho yang sedang melepas bajunya kaget melihat kedatangan Jin Ri. Dengan cepat ia mengenakan kemeja putihnya kembali.

“Apa kau tidak bisa ketuk pintu sebelum masuk?” bentak Minho.

“Ma… maaf…” Jin Ri menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

“Aku hanya mau bilang, aku tidak bisa tidur di sebelah. Ruangannya kosong.”

“Kalau begitu, tidur saja di sofa!”

“APA?!!” Jin Ri seakan tak percaya mendengar perkataan Minho.

“Aku yang duluan mendapatkan kamar ini, jadi ini kamarku. Siapa suruh jalanmu lambat sekali,” ucap Minho santai.

Jin Ri menggigit bibirnya. Ia kesal sekali. Sambil mengumpat marah, ia mengambil beberapa potong baju dari lemari, bantal, dan selimut. Ia keluar dari kamar.

“Eh, tunggu dulu!” panggil Minho tiba-tiba.

Jin Ri tersenyum.

“Apa dia berubah pikiran ya?” pikir Jin Ri.

“Ada apa?” Jin Ri berbalik, sengaja memasang wajah masam.

“Ambil itu! Aku tidak mau menyentuhnya lagi!” suruh Minho sambil menunjuk lingerie yang ada di atas tempat tidur.

Jin Ri kesal mendengar jawaban Minho. Ia lalu mengambil lingerie itu dan keluar kamar.

“Dasar laki-laki tidak berperikemanusiaan!!!”

*****

Jin Ri sedang mempersiapkan sofa yang akan ditidurinya saat Minho keluar dari kamar. Ia hanya mengambil segelas air minum lalu kembali memasuki kamar.

Jin Ri menatapnya kesal. Namun ia tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya mengumpat saja.

“Akan kubalas kau nanti!”

Jin Ri menarik selimutnya dan bersiap untuk tidur.

Klek. Minho membukan pintu kamar.

“Hei, kau!”

Jin Ri tak menjawab.

“Kau sudah tidur?”

Jin Ri tetap tak menjawab.

“Ya sudah. Tadinya aku berubah pikiran mau menyuruhmu tidur di kamar, tapi karena kau sudah tidur duluan, apa boleh buat. Selamat malam!”

“Tunggu!!”

Jin Ri bangun. Dengan cepat ia berlari memasuki kamar.

“Terima kasih,” ia tersenyum nakal lalu menutup pintu dan menguncinya.

Minho terdiam sesaat.

“Dasar perempuan aneh!”

Minho tersenyum. Ia pun tidur di sofa tempat Jin Ri berbaring tadi.

*****

“Hoaaaammmm!!”

Jin Ri meregangkan badannya. Untuk sejenak ia berpikir di mana dirinya. Ia mengerjap-ngerjapkan matanya.

Jin Ri tersenyum. Dilihatnya jam. Sudah pukul 8.35.

Ia beranjak dari tempat tidur. Dibukanya jendela. Ia keluar kamar. Ia menuju dapur untuk meminum segelas air.

“Kak Minho?” panggilnya setelah sadar tak ada siapa pun di rumah.

Jin Ri memeriksa ponselnya. Dua pesan belum dibaca.

Pesan pertama dari Ki Bum:

Datanglah ke rumah hari ini! Kakek ingin memberimu sesuatu.

Pesan kedua dari Minho:

Aku berangkat kerja.

“Apa aku bangun begitu telat?” katanya sambil melirik jam dinding.

Jin Ri bersiap-siap mandi.

*****

“Bagaimana malam pertamamu?” tanya Min Ah.

“Ah… ibu… itu kan masih terlalu cepat…” muka Jin Ri memerah.

Min Ah dan Kim Myungsuk tertawa.

“Kau masak apa pagi ini?”

“Tidak ada.”

“Bagaimana bisa tidak ada? Kau tidak memasak untuk suamimu?”

“Bukannya tidak mau, Bu. Tapi ketika aku terbangun, Kak Minho sudah berangkat ke kantor.”

“Kau pasti bangun kesiangan lagi!”

Jin Ri tersenyum malu-malu.

“Ya sudah. Kau tak perlu memarahinya…” lerai Kim Myungsuk.

“Ambil itu!” katanya sambil menaruh sebuah amplop di atas meja.

“Ini apa, Kek?” tanya Jin Ri seraya mengambil amplop itu.

“Buka saja! Itu hadiah pernikahan dari kakek.”

Penasaran, Jin Ri membuka amplop tersebut.

“Ha?!!” serunya kaget.

“Kalian akan bulan madu ke Italia. Bagaimana? Kau suka?” tanya Kim Myungsuk.

“Bulan madu?”

*****

Klek.

“Aku pulang!”

Begitu mendengar suara Minho, Jin Ri lalu menyambutnya di depan pintu.

“Selamat datang!”

Minho kaget. Ia melihat jam dinding. Sudah pukul 11 malam.

“Kau belum tidur?”

Jin Ri menggeleng.

“Kau menungguku?”

“Ponsel Kak Minho tidak aktif. Kau juga tidak memberiku kabar jam berapa akan pulang. Kau sudah makan?”

Minho menatap Jin Ri aneh.

“Kau kenapa? Kenapa jadi sangat perhatian padaku?”

“Apa?”

Minho berjalan ke dapur untuk minum. Jin Ri mengikutinya.

“Maaf karena tadi pagi aku bangun kesiangan. Mulai besok aku akan memasak. Kau ingin aku masak apa besok?”

Minho menatap Jin Ri.

“Apa aku tidak salah dengar? Kau yakin?”

Jin Ri mengangguk.

“Besok pagi aku mau makan pancake dengan madu. Kau tidak perlu repot-repot memasak untuk makan siang, aku akan makan di luar. Malamnya masakkan aku ayam panggang. Bisa?”

Jin Ri berpikir sejenak.

“Bisa!”

“Bagus. Besok pagi makanan sudah harus siap sebelum pukul 8. Mengerti?”

Jin Ri mengangguk.

“Oh ya, sebelum pulang aku singgah di toko furnitur. Aku sudah membeli beberapa furnitur untuk kamar sebelah. Mungkin besok pagi mereka akan mengantarnya. Setelah itu, pindahlah dari kamarku!” kata Minho sambil berjalan meninggalkan dapur.

*****

Keesokan paginya…

Jin Ri sudah menaruh beberapa bahan untuk membuat pancake di hadapannya.

“Seingatku Kak Ki Bum pernah mengajariku cara membuat pancake. Tapi itu sudah lama sekali. Apa benar semua ini bahannya?” Jin Ri berpikir keras.

Jin Ri mendapat ide.

“Ah, benar juga!”

Ia mengeluarkan ponselnya. Ia menuliskan CARA MEMBUAT PANCAKE MADU di kotak pencarian YouTube. Ia memilih salah satu video. Jin Ri pun mengikuti langkah-langkah memasak pancake madu seperti di video. Hasilnya…

“Apa ini?”

Pancake dengan madu…” Jin Ri menundukkan kepalanya dalam-dalam.

Minho tertawa.

“Ini kau sebut pancake?” tanya Minho sambil memandang pancake setengah jadi di hadapannya.

“Maaf…”

“Sudahlah. Kau makan saja itu sendiri. Aku tak mau memakannya!”

Minho beranjak meninggalkan dapur.

“Aku akan memasak ayam panggang malam ini! Kau ingat kan?”

“Ya. Kuharap ayam panggang masakanmu enak. Aku pergi!”

Jin Ri memanyunkan bibir.

*****

Jin Ri sedang mendorong troli belanjanya.

Tit.. tit.. ponsel Jin Ri berbunyi.

“Hei, kau di mana?” bentak Jin Ri.

“Aku sudah di supermarket! Kau di bagian mana?” terdengar suara Jisun.

“Aku di bagian penjualan ayam.”

“O, aku ke situ!”

Tit.

Jin Ri mulai memilih-milih ayam.

“Maaf, aku telat…” ucap Jisun tersenyum tanpa penyesalan.

“Dasar!”

“Jadi malam ini kau akan memasak ayam panggang?”

Jin Ri mengangguk.

“Memang kau pernah masak ayam panggang sebelumnya?”

Jin Ri menggeleng.

“Lalu bagaimana kau akan memasaknya?”

“Kan ada internet…”

“Kau terlalu menganggap remeh! Bagaimana jika tidak enak?”

“Pasti enak!”

“Minta bantuan Kak Ki Bum saja!”

“Tidak usah!”

“Kenapa?”

“Aku dan Kak Minho sudah berjanji, kami tidak akan melibatkan keluarga masing-masing dalam urusan rumah tangga.”

“Tapi kan kau hanya bertanya bagaimana cara memasak ayam panggang…”

“Kubilang tidak usah! Kau cerewet sekali sih!”

“Huu… dasar keras kepala!” Jin Ri jengkel.

“Daripada kau mengomeliku terus, lebih baik bantu aku mencari bahan-bahan di list ini! Oke?”

“Terserah kau saja…”

*****

Jin Ri memasuki rumahnya dengan membawa 2 kantung besar belanjaan di tangan kanan dan kirinya. Ia menaruhnya di meja dapur. Ia lalu mengeluarkan barang-barang belanjaannya satu per satu.

“Nah, mari kita mulai!”

Jin Ri mengeluarkan ponselnya. Ia membuka sebuah web yang sudah disimpannya.

“Ini dia… cara membuat ayam panggang lezat…”

Jin Ri memulai aksinya dengan mencuci ayam terlebih dahulu. Ia tersenyum malu.

“Jin Ri… masakanmu malam ini enak sekali. Tolong besok masakkan aku lagi ya!” ujar Jin Ri sambil menirukan suara berat Minho.

“Hahahaha…. Dia pasti akan mengatakan hal itu dan meminta maaf karena marah-marah padaku tadi pagi, hahaha…” kata Jin Ri membayangkan.

Jin Ri mengikuti resep dengan baik. Ia melakukannya sesuai dengan langkah-langkah memasak yang tertera di resep.

“Baik… sekarang tinggal dipanggang. Pangganglah selama ± 30 menit,” baca Jin Ri.

Jin Ri lalu memasukkan ayam yang telah dibumbui kedalam oven dan mengatur waktunya. 30 menit.

“Kali ini aku pastikan tidak akan terjadi kesalahan seperti tadi pagi,” ucap Jin Ri yakin.

Sudah pukul setengah 6 sore.

“Kak Minho pulang pukul 7. Nanti aku tinggal menghangatkan ayamnya saja!” katanya pada dirinya sendiri.

Sambil menunggu ayamnya matang, ia membersihkan peralatan memasaknya dan mencuci piring.

30 menit kemudian…

Ting..

“Ah… akhirnya masak juga…” ucap Jin Ri bersemangat.

Ia mengeluarkan ayam panggangnya dengan hati-hati.

“Wah… terlihat mirip dengan gambarnya!” katanya sambil membandingkan ayam panggang buatannya dengan foto ayam panggang yang ada di resep.

“Sempurna!”

Jin Ri mengambil sedikit sayuran dan menyicipinya. Ia mengecap-ngecap. Wajahnya terlihat aneh. Ia memotong sedikit bagian ayam dan menyicipinya lagi. Wajahnya pucat.

“Oh Tuhan, jangan bilang aku lupa menambahkan garam!”

Jin Ri kembali menyicipi ayamnya. Rasanya masih sama. Baik ayam maupun sayurannya, keduanya terasa tawar. Jin Ri terduduk. Sudah pukul 6.

“Mati aku!”

Ia melihat jam.

“Waktunya sudah tidak cukup untuk berbelanja dan membuatnya ulang. Aku harus bagaimana?” tanya Jin Ri bingung.

Ia meremas kepalanya. Berpikir.

Seulas senyuman terlintas di bibirnya.

“Aku punya ide!”

Ia meraih ponselnya. Mencoba mencari kontak.

“Halo, Restoran Ayam!”

“Halo, tolong pesan ayam panggang jumbo!”

“Alamat Anda?”

Jin Ri menyebutkan alamatnya.

“Silakan ditunggu dan terima kasih…”

Jin Ri menyeringai puas.

“Masalah selesai!”

*****

Minho membereskan pekerjaannya. Menyusun kembali dokumen yang berhamburan di meja kerjanya dan menutup laptopnya. Ia keluar dari ruangannya.

“Hari ini kau tidak perlu lembur. Aku pulang cepat,” kata Minho pada sekertarisnya.

“Iya, Pak. Harap berhati-berhati!”

Minho memasuki lift, menuju lantai bawah.

Ting.. pintu lift terbuka.

“Kau sudah mau pulang?”

Minho kaget.

“Yuri?”

Ia melangkah keluar dari lift.

“Apa yang lakukan di sini?” tanya Minho bingung.

“Aku baru mau mengajakmu makan malam!”

Minho melihat jam tangannya.

“Kenapa? Kau ada janji dengan klien?”

“Ah, tidak…”

“Lalu?”

Minho berpikir mencari alasan.

“Ah, kau mau pulang cepat? Merindukan istrimu?” tebak Yuri.

Minho menatap Yuri. Tak menyangka mendengar perkataan Yuri.

“Ah… tentu saja tidak.”

“Baik. Mari kita makan malam berdua!” Yuri menarik tangan Minho.

*****

Sementara di rumah, Jin Ri mempersiapkan ayam panggang yang baru diantar dan membuang ayam panggang buatannya. Ia mengatur meja makan. Piring, gelas, serbet, pisau, dan garpu sudah tertata rapi. Ia juga menaruh amplop yang diberikan kakeknya kemarin. Ia rencana akan memberi tahu Minho perihal bulan madu mereka setelah makan.

Sudah pukul 7.

Sambil menunggu Minho, Jin Ri menonton tv.

Sudah pukul 7.30. Jin Ri meraih ponselnya, hendak menelepon Minho.

Sibuk.

Pukul 8.

Pukul 9.

Jin Ri memutuskan untuk menghangatkan kembali ayam panggangnya.

Jin Ri masih menunggu. Ia akhirnya tertidur di sofa. Ia tak tahu, Minho sedang menikmati makan malam berdua dengan Yuri.

*****


AUTHOR’S Note:

Hai hai! Readers, saya tidak bisa berbicara (baca: menulis) banyak. Kuharap deep bow-ku dapat menjelaskan semuanya. Mianhae untuk keterlambatan yang sangat sangat terlambat ini. Semoga tetap setia mengikuti cerita Lovey Dovey Cookey ini hingga selesai. Terima kasih *sekali lagi deep bow.

Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^

:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::

Minggu, 27 Oktober 2013

SAIL KOMODO 2013 (PART 2)

Posted by Nur Fadhilah at 7:29:00 PM 3 comments
Rabu, 4 September 2013. Sore itu kami tiba di Labuan Bajo. Kami tidak akan berlama-lama di salah satu kota kecil di Nusa Tenggara Timur ini. Pesiar diizinkan hingga maghrib nanti. Kami pun secara berombongan keluar dari kapal. Layaknya manusia yang haus akan daratan. Saya memilih untuk pesiar bersama kelompokku. Oh ya, saya sampai lupa memperkenalkan kelompok terhebat dalam Sail Komodo 2013 ini. Loh, mengapa hebat? Itu akan saya ceritakan nanti!!

Sudah saya sebutkan sebelumnya bahwa seluruh peserta LNRPB/KPN dibagi menjadi 15 kelompok kecil. Masing-masing kelompok dinamai dengan nama pulau/kabupaten yang ada di Indonesia. Nagekeo harus berbangga terpilih menjadi nama kelompok kami #eh, gak terbalik tuh? :3 Sekedar informasi, Nagekeo adalah nama salah satu kabupaten di Labuan Bajo. Kelompok kami terdiri dari 19 orang. Ada Kak Nawir (ketua), Kak Lutfi, Kak Afnan, Kak Rury, Kak Seto, Kak Saha, Kak Ichsan, Kak Wahyu, Kak Dio, Kak Charlie, Jean, Efrem, Enmo, Kak Lily, Kak Etna, Kak Yulis, Kak Dijah, Kak Irfa, dan saya tentunya.


Kami memutuskan untuk pesiar bersama-sama. Sayangnya, kami dilarang untuk pesiar ke luar daerah pelabuhan. Jadilah kami hanya berkeliling-keliling pelabuhan. Pertama-tama, kami membeli kebutuhan pokok di salah dua kios yang ada di pintu masuk pelabuhan. Wah… Alhamdulillah yah, ada rezeki nomplok di sore hari. Bisa ngebayangin gak, dua kios ukuran sedang diserbu ratusan penumpang KRI Makassar 590. Hebat kan??

Air mineral? Sudah. Biskuit? Sudah. Roti? Sudah. Wafer? Sudah. Susu? Sudah. Wah… belanjaanku kok makanan semua ya? Hahaha…. Teman-teman yang lain belanjaannya sabun mandi, deterjen, pulsa, sikat gigi, saya makanan semua. Hehe… maklum, di kapal dengan suhu AC di atas rata-rata, membuat perut cepat keroncongan. Apalagi kondisi kapal yang tidak stabil, kadang miring ke kiri, kanan, depan, belakang, makan adalah satu-satunya cara untuk mencegah mabuk laut!!

Setelah belanja, dalam perjalanan kembali ke kapal, kami terpukau melihat mas penjual bakso. Bukan karena dia ganteng, melainkan karena sebuah gerobak bakso yang ada di sampingnya *ya iyyalaaahhh (tepuk jidat masing-masing!). Seketika, keinginan makan bakso membuncah di hati kami. Sudah berapa lama ya gak pernah makan bakso? Lebay deh, baru seminggu lebih perjalanan juga…

Setelah berunding sejenak, sang ketua, Kak Nawir, akhirnya mengetuk palu bahwa kami Kelompok Nagekeo akan makan bakso dahulu sebelum kembali ke kapal. Tidak lama kemudian, bakso-bakso yang kami harapkan pun datang. Setelah diseruput kuahnya, dikunyah baksonya, diresapi mienya, oh…. gini toh rasa bakso. Enak yah? Hahaha… Sumpah, setelah beberapa tahun berlalu, ini pertama kalinya lagi saya makan bakso gerobak di pinggir jalan. Selama ini kan selalu makan bakso di kawasan elit, hehe… tapi rasanya enak kok (y)

Pelan tapi pasti, satu per satu mangkuk bakso ludes isinya. Wah, gak ada air minum nih. Kami pun melirik mas penjual es teler yang nongkrong di samping mas tukang bakso. Slurp… enak juga tuh! Berapa lama ya nggak pernah makan es teler? *lebay lagi deh! Kami pun memesan bergelas-gelas es teler. Alhamdulillah…. Nikmatnya semangkuk bakso ditemani segelas es teler gak ketulungan dah!!!

Setelah kenyang plus segar, kami pun berencana kembali ke kapal. Tapi tiba-tiba beberapa teman-teman kelompok yang sudah jalan duluan memanggil kami.

“Ada apa? Ada apa?”

“Bapaknya Efrem datang!”

Wah… senangnya dijenguk orang tua. Efrem memang beruntung. Dia berasal dari Labuan Bajo. Tidak heran ketika kapal merapat di pelabuhan, orang tuanya langsung datang berkunjung. Kami sangat senang. Kedatangan sang bapak sudah kami anggap mewakili orang tua kami. Ah… jadi rindu dengan orang tua di Kendari. Tak lupa kami melakukan sesi foto bersama. Setelah bapak Efrem pulang, kami pun masih sibuk wara-wiri jeprat-jepret di sekitar kapal hingga kami dipanggil naik kembali ke kapal untuk melaksanakan ibadah Shalat Maghrib.


Malamnya, kapal pun bertolak menuju Kupang, ibu kota Nusa Tenggara Timur. Perjalanannya memakan waktu 2 hari. Hah… halo ombak *mual, huekkk.

Jumat, 6 September 2013. Tadaa… Kupang… setelah berputar-putar di laut selama berjam-jam, akhirnya KRI Makassar 590 sandari di Lantamal AL Kupang. Waktu menunjukkan pukul setengah dua waktu setempat, tapi matahari rasanya tepat pukul 12 siang. Panaaasss!!! Kata teman-teman NTT, inilah alasan mengapa kulit mereka coklat. Pantasan, suhu NTT sedemikian panasnya. Topi dan kacamata riben menjadi persenjataan wajib kami. Di sini, kacamata bukan lagi ajang untuk bergaya, melainkan suatu kebutuhan primer, hehe…


Setelah melalui serangkaian upacara ucapan selamat datang, berupa pengalungan selendang khas NTT dan topi ti’ilangga kepada komandan KRI Makassar 590, komandan satuan tugas, wakil komandan satuan tugas, dan beberapa perwakilan peserta, kami pun bergegas menuju bus kelurahan masing-masing. Oh ya, sebelumnya kami telah dibagi menjadi 3 kelompok besar. Karena kami hendak melaksanakan kegiatan home stay di Kupang, kami pun dibagi menjadi 3 kelurahan yang dengan repot-repot bersedia menampung kami selama 2 hari 3 malam (seharusnya 3 hari 3 malam, tapi karena keterlambatan kapal sandar di dermaga, maka waktunya dipotong, hiks). Kelompok-kelompoknya adalah kelompok Kelurahan Air Nona, Manutapen, dan Bakunasen. Kelompok 1 – 5 masuk dalam kelompok pertama, 6 – 10 masuk dalam kelompok kedua, dan 11 – 15 masuk dalam kelompok ketiga. Perasaan hal ini sudah kujelaskan di part pertama deh *mikir lemot*

Pertama-tama, bus yang diiringi penjagaan ketat polisi mengantarkan kami ke kantor gubernur Kupang. Sepanjang perjalanan dari pelabuhan menuju pusat kota, di sebelah kiri kami hanya melihat laut biru yang membentang luas dan di sebelah kanan tanah kering, batu karang, dan pepohonan tanpa daun. Selain Kota Kasih, Kupang juga terkenal dengan nama Kota Karang. Itulah mengapa batu-batu karang sangat mendominasi pemandangan di Kupang, di mana pun kita berada. Waktu hampir menunjukkan pukul 3 lewat, tetapi teriknya matahari layaknya pukul 1 siang. Benar-benar menyengat, ditambah lagi penumpang yang berdesak-desakan di bus (berhubung bus yang disediakan tidak sebanyak bus di Bali).

Hampir pukul setengah 4, kami tiba di kantor gubernur Kupang. Setelah melalui upacara penyambutan dari gubernur Kupang, kami lalu menari Tari Ja’I dan Gemu Fa Mi Re secara massal. Dua tarian itu adalah tarian khas NTT yang sukses kami pelajari selama perjalanan dari Bali ke Kupang di bawah bimbingan langsung para delegasi dari NTT. Tariannya sangat mudah dan sederhana. Sekali melihat pasti langsung bisa. Yang paling menarik adalah musiknya. Entah kenapa, setiap mendengar musik tari-tarian ini, badan rasanya sudah terhipnotis dan spontan bergerak mengikuti irama, hehe…


Maghrib. Kali ini kami akhirnya menuju kelurahan masing-masing. 3 bus mengantar kami Kelurahan Air Nona. Kasihan mereka di sana. Mereka sudah menunggu kami sejak pukul 4 sore tadi, tapi kami baru tiba 2 jam kemudian. Ketika iring-iringan bus sudah memasuki kawasan kantor kelurahan, terlihat sebuah tenda biru besar didirikan untuk menyambut kedatangan kami (bukan tenda kawinan loh!), lengkap dengan berbagai kue-kue ringan buah tangan ibu-ibu setempat. Mereka menyambut kami yang baru turun dari bus dengan kulit lengket, bau, dan wajah berminyak + capeknya minta ampun, dengan sorakan meriah. Mereka ternyata merindukan anak-anak antah-berantah ini untuk dijadikan anak angkat :D

Kami pun disilakan duduk dan menikmati hidangan. Ada pisang rebus dan ubi goreng (kalau gak salah). Setelah itu, nama-nama orang tua angkat beserta para peserta yang akan menjadi anak angkat mereka pun dibacakan. Deg-degan juga menunggu namaku tak kunjung dibacakan. Atau jangan-jangan tak ada yang bersedia menjadi orang tua angkatku??? Huaaa jangan… beta juga butuh mama di sini!!! Tapi akhirnya, namaku muncul juga. Walaupun sempat ada sedikit masalah sebelumnya terkait jenis kelamin yang salah tulis, saya pun bertukar posisi dengan peserta lain. Resmilah diriku menjadi anak angkat dari Mama Naura, sang ibu ketua RT 012 Kelurahan Air Nona, bersama 2 orang lainnya, Kak Ni Loeh (Bali) dan Aulia (Kalimantan Timur).

Kami pulang ke rumah mama diantar anak mama menggunakan motor satu per satu. Sesampainya di rumah, kami memperkenalkan diri masing-masing. Setelah bercakap-cakap, kami pun tahu, bahwa suami mama sudah lama meninggal. Mama dulu pernah mengalami kecelakaan yang menyebabkan matanya menjadi rabun. Mama memiliki anak perempuan dan 2 anak laki-laki. Salah satunya Mama Dina. Kami juga memanggilnya mama, karena kami tinggal bersama dia. Mama tinggal di rumah sebelah bersama Kakak Aten dan dan Kakak Andre, anak laki-lakinya. Keluarga mama sangat hangat dan baik. Serasa keluarga sendiri.

Sayangnya, di sela-sela perbincangan kami dalam rangka saling mengenal lebih jauh, tiba-tiba… aduh, perutku kok mendadak sakit ya? Tadi makan apa sih? Cuma kue doang. Sekarang malah lagi makan biskuit dan minum teh. Apa yang salah? Rasanya tuh sakiiiitttt banget! Saya pun mohon undur diri ke belakang. Tapi… ini bukan sakit perut biasa deh. Saya sudah 2 kali keluar masuk kamar mandi sebelum akhirnya dipanggil makan malam oleh mama. Jujur, makanan gak bisa masuk. Saya hanya makan 3 suap saja. Setelah itu kembali masuk kamar mandi. Saat itulah mama tahu kalau saya kurang enak badan. Asumsi kami, mungkin saya masuk angin. Maka mama membantu mengoleskan minyak kayu putih di perut. Mama menyuruh saya untuk tidur lebih awal.

Tengah malam. Saya tidak tahu pasti saat itu jam berapa. Perutku rasanya mual. Dengan cepat saya berlari ke kamar mandi. Hueekk!! Keluar semua lah beban di perut. Setelah muntah 2 kali, badan rasanya mulai enakan. Keesokan harinya, setelah berkonsultasi dengan dokter, barulah saya tahu kalau saya terkena diare. Parahnya, bukan hanya saya yang terkena penyakit ini. Banyak peserta lain yang juga mengeluhkan hal serupa. Hah… diare ini merusak malam pertamaku di rumah mama :(

Sabtu, 7 September 2013. Hari kedua kami di Kupang. Bangun pagi, roti tawar dan 3 gelas teh panas sudah tersedia di meja. Wah… di kapal mana ada ginian? Namun, berhubung perutku masih rada-rada nggak enak, setelah meminum teh, saya izin berbaring sebentar di kamar. Pukul 8 kami sudah berkumpul di depan kantor lurah Kelurahan Air Nona untuk melaksanakan kegiatan bakti sosial. Dalam satu kelompok, kami mendapat tugas yang berbeda-beda. Saya dan beberapa teman kebagian memberisihkan lingkungan sekitar kantor lurah, termasuk Kolam Air Nona. Sementara teman-teman yang lainnya kebagian mengajar di sekolah dasar yang berada tidak jauh dari kantor lurah.

Oh ya, saya belum bercerita mengenai mengapa diberi nama Kelurahan Air Nona, ya? Ternyata ada hal mistis di balik nama Air Nona. Penasaran? Nih ceritanya…


Jadi, kelurahan ini terkenal dengan kolam yang lumayan besar tepat di depan kantor lurah. Sebagian kecil kolam ini ditutupi dengan bunga teratai. Air di kolam ini sangat dingin dan sejuk. Tak heran, banyak anak-anak yang sering mandi di kolam ini. Kolam ini bersumber dari mata air yang terletak di dasar kolam. Menurut mitos yang beredar, kolam ini telah ada sebelum penduduk tinggal di daerah itu. Katanya, dulu banyak bidadari yang suka mandi di kolam itu. Lalu tak sengaja seorang lelaki terpikat dengan salah seorang bidadari dan menyembunyikan selendangnya. Dialah Jaka Tarub! *eits, ngarang euy! Pemirsa, maaf yee… bagian Jaka Tarub itu bohongan, hehe… Tapi ada satu hal yang sangat menarik perhatianku. Di salah satu sisi kolam tersebut, tumbuh pohon yang sangat besar. Terdapat lubang besar di tengah pohon tersebut. Tebak ada apa di dalamnya! Ada sebuah patung yang lumayan besar. Hiiiii…


Untungnya kegiatan cepat berakhir. Sorenya, saya, Kak Ni Loeh, dan Aulia diajak jalan-jalan keliling Kota Kupang oleh keluarga mama. Pertama, kami menuju pantai. Rencananya mau melihat sunset. Tapi telat. Ketika sampai di pantai, mataharinya sudah keburu terbenam… hiks…

Tapi nggak apa-apa. Kami tetap menikmati suasana pantai. Langit senja yang kemerah-merahan, penjual jagung bakar, muda-mudi yang berpacaran, pohon lontar yang berjejeran, dan babi yang berlarian. WHAT??! Babi yang berlarian? Hei hei… slow bebs… di Kupang, mengembalakan babi di pantai itu hal biasa. Huft! Kaget aja tiba-tiba ngelihat babi besar berlarian di depan mata. Seumur hidup, barusan ngelihat babi secara langsung, eksklusif dengan jarak sedekat itu lagi! Wow!


Setelah itu, kami diajak keliling kota lagi. Salah satunya ke Universitas Nusa Cendana. Universitas ini adalah universitas terbesar di Kupang. Cocok deh dikatain besar, secara kawasannya aja luas banget! Keren deh pokoknya. Walaupun sudah malam, kami bebas mengelilingi universitas ini. Soalnya si supir, Kak Aten, adalah salah satu staf di universitas ini. Jadi urusan nego dengan satpam, itu urusan kecil mah…

Kemudian kami diajak melihat-lihat Bandara El Tari. Sebelum pulang, kami singgah di salah satu pusat oleh-oleh Kupang. Sukiran Santoso namanya. Di sana, kami membeli beberapa makanan khas Kupang. Karena mama memberi tahu di pemilik toko bahwa kami adalah peserta Sail Komodo, maka si pemilik dengan senang hati memberikan kami perlakuan khusus. Wah… senangnya…

Minggu, 8 September 2013. Hari ini jadwal kami padat sekali. Pukul 7.30 kami sudah harus berkumpul di depan kantor lurah. Kami akan berkunjung ke Pantai Lasiana. Pukul 5, kami berkumpul lagi. Kali ini kami harus ke Gong Perdamaian untuk menghadiri acara perpisahan kami dengan masyarakat Kupang. Acaranya berupa pentas seni, baik dari kami maupun perwakilan masyarakat Kupang. Acaranya ditutup dengan sesi berfoto bersama dan menari Ja’i serta Gemu Fa Mi Re massal bersama seluruh penonton.



Sebenarnya hari ini adalah hari ulang tahun salah seorang kakak angkatku, Kak Aten. Karena kami sangat sibuk, kami tidak bisa merayakan ulang tahunnya bersama-sama. Padahal kami sudah berjanji untuk membakar ayam bersama-sama. Nyatanya, kami baru tiba di rumah pukul 11 malam lewat. Yang ada, kami hanya mengucapkan selamat ulang tahun ala kadarnya kepada Kak Aten. Kabar baiknya, mama sudah menyimpankan kami sepotong ayam bakar besar. Sluurpp, sedaaapp (y)

Senin, 9 September 2013. Pagi yang menyesakkan. Meskipun semalam begadang hingga pukul 2 pagi demi menebus ketidakhadiran kami pada sesi acara bakar-bakar ayam, pagi ini sepertinya masih belum cukup. Sedih menghadapi kenyataan harus kembali lagi ke kapal dan meninggalkan keluarga mama. Walau hanya sebentar, tapi semua rasa rindu kami pada keluarga masing-masing seakan terobati dengan kehadiran keluarga mama. Kapan lagi ya saya bisa mengunjungi keluarga mama. Mama Naura mengantar kami hingga ke kantor lurah. Beliau bahkan menangis melepas kepergian kami bertiga. Tak lupa kami memakai syal tenunan khas NTT pemberian mama semalam. Miss you Ma… *hug and kiss :*


Sebelum kembali ke kapal, kami diajak pesiar kota dulu oleh panitia. Pertama, kami diajak mengunjungi museum Kupang. Setelah itu, kami mengunjungi pasar. Kurang tahu juga sih namanya pasar apa, yang pasti tempat yang sangat cocok untuk belanja oleh-oleh khas Kupang. Siang menjelang sore, kami baru kembali ke kapal dan siap menuju Pulau Komodo!!!!


Rabu, 11 September 2013. Here we are… jeng jeng jeng… Komodo National Park, Komodo Island *lalala yeyeye* huft, deg-degan juga sih mau bertemu dengan saudara tua, hehe… so, inilah tujuan utama kami. Sepanjang perjalanan ke pulau ini, satu hal yang selalu terpikirkan olehku. Komodo itu bentuknya gimana ya? Yaa… kalau lihat fotonya sih sudah pernah. Tapi wujud aslinya itu loh, kira-kira gimana? Yang pastinya komodo pasti nyeremin. Soalnya dia tuh salah satu reptil berdarah dingin plus karnivora. Yang namanya karnivora itu kan apa aja dimakan, hiii… komodo, diriku ini hanya tulang-belulang yang penuh dosa, jangan dimakan yaaa!!!

Sebelum melihat komodo, kami harus mendengar wejangan dari pengurus Taman Nasional Komodo. Katanya, kita harus berhati-hati dan mengikuti perkataan rangers. Bukan Power Rangers loh, rangers itu tour guide para pengunjung selama berada di kawasan taman nasional ini. Terkhusus perempuan yang sedang datang bulan, sebenarnya mereka tidak diperkenankan untuk melihat komodo. Secara, penciuman komodo tuh kan tajam banget. Bau darah akan tercium dengan mudahnya. Namun, ada kebijaksanaan khusus. Mereka boleh melihat komodo tapi dari jarak yang cukup jauh, serta selalu berada dalam pengawasan rangers. Pernah kejadian loh pemirsa. Saking penasarannya dengan wujud komodo, seorang turis wanita yang sedang berhalangan terpaksa berbohong. Ia tidak mengakui dirinya yang sedang berhalangan. Akibatnya, dia dikejar komodo, hihihi… Alhamdulillah, insiden itu tidak sampai menelan korban.

Lagi-lagi kami dibagi menjadi beberapa kelompok. Tiap kelompok ditemani seorang ranger. Layaknya seorang guide, si ranger banyak bercerita tentang Pulau Komodo dan si komodonya. Pulau Komodo hanya dihuni oleh komodo. No human! Hanya beberapa penjaga taman nasional saja yang selalu berjaga-jaga tiap malam untuk menghindari terjadinya hunting komodo. Pulau ini luasnya ±30.000 are. Luas banget kan?? Populasi komodonya sekitar 100 ekor. Setiap tahunnya, jumlah komodo tidak menunjukkan peningkatan yang tajam. Pasalnya, karena mereka karnivora, mereka juga memakan sesama mereka. Jangankan sesamanya, anak sendiri pun terkadang di makan. Makanya, setiap selesai musim kawin, telur-telur para komodo disimpan di atas pohon. Mereka akan menetas dan berkembang biak di atas pohon selama ±4 tahun hingga tubuh mereka cukup besar untuk menghadapi komodo-komodo lain.

Setelah berjalan cukup jauh, tibalah kami di sebuh kawasan yang kebetulan ada beberapa komodo nongkrong di situ. Kelompok-kelompok lain juga sedang berkumpul di tempat itu. Semakin mendekat… semakin mendekat… oalah… ini toh yang namanya komodo? Wuiiihh… ckckckck… ngeri juga ya. Badan mereka besar dan panjang. Ini nih namanya kadal versi gede. Bedanya, kulit komodo lebih kasar. Mereka bergerak lambat (sewaktu-waktu bisa sangat cepat) dan selalu menjulurkan lidahnya seperti ular. Bentuk lidahnya juga sama dengan ular, bercabang dua di ujungnya. Mau tahu gak gimana suara komodo? ‘Mmmmmmm…….’ Gitu, cius deh gak boong! Kalau denger langsung bisa merinding seluruh badan. Jarak kami dengan mereka cukup dekat. Rangers selalu mengawasi kami apabila jarak kami terlalu dekat dengan komodo. Kami juga dilarang terlalu banyak gerak dan bergerak dengan tiba-tiba. Komodo adalah hewan yang sangat sensitif. Sedikit saja ada hal yang mengganggunya, mereka akan menyerang.


Sedikit kecewa sih, pasalnya kami hanya melihat 4 ekor komodo. Katanya yang lainnya tersebar di seluruh pulau. Bisa jadi mereka melihat kita, tapi kita tidak melihat mereka. Kebanyakan bersembunyi di hutan. Kabar baiknya, kedatangan kami bertepatan dengan musim kawin. Dari 4 komodo tadi, ada sepasang komodo yang sedang melakukan pedekate, ah… gak usah diceritain deh, hahahaha… oh ya, readers tahu nggak perbedaan komodo jantan dan betina? Kepala komodo betina relatif lebih kecil dibanding komodo jantan. Mudah kan?

Puas melihat komodo, kami akhirnya kembali ke kapal. Kini, kapal bersiap kembali ke Labuan Bajo untuk persiapan puncak acara Sail Komodo 2013 bersama bapak presiden. Waktu tempuh Pulau Komodo ke Labuan Bajo hanya sekitar 4 jam. Tapi kami tidak bisa merapat ke dermaga. Pelabuhan harus disterilkan sebagai persiapan kedatangan bapak presiden. KRI Makassar 590 beserta kapal-kapal perang lainnya hanya menambatkan jangkarnya di tenghn laut, tak jauh dari dermaga. Kalau mau ke darat, kami harus menaiki kapal kecil terlebih dahulu.

Hingga tanggal 13 September 2013, kebanyakan aktivitas kami lakukan di kapal. Kami menerima banyak sekali kunjungan dari para menteri. Hari Kamis malam kami mendapat kunjungan dari Bapak Roy Suryo beserta ibu diikuti 9 menteri lainnya beserta rombongannya masing-masing. Sedangkan keesokan malamnya, kami menerima kunjungan dari menteri pertahanan beserta rombongan. Bangga juga sih akhirnya bisa bertemu dengan para petinggi negara.

Dalam rangka puncak acara tanggal 14 September nanti, akan dipilih 50 pasangan dari berbagai daerah untuk menyambut presiden menggunakan pakaian adat masing-masing daerah. Sulawesi Tenggara akan diwakili Kak Sinta dan Iha. Namun tiba-tiba…

“Dek, kamu saja ya yang pakai baju adat?” pinta Kak Sinta.

WHAT??? Memang Kak Sinta kenapa?”

“Malas saja. Pakaiannya ribet!”

Huaaa… serasa mau nangis. Saya kan tidak ada persiapa apa-apa. Harus diakui, pakaian adat Buton memang sangat ribet. Akhirnya, mau tidak mau, tanggal 14 nanti, pakaian aneh itu harus aku kenakan!

Sabtu, 14 September 2013. Demi bapak presiden, diriku rela mandi pagi pukul setengah 3 dini hari. Bayangkan, setengah 3! Rekor mandi tercepatku seumur hidup. Pukul 6 pagi kami sudah harus bergerak menuju dermaga. Untung ada air hangat. Nggak kebayang kalau harus mandi sepagi itu menggunakan air dingin. Brrrrr!! Setelah itu harus ngantri di-make up-in sama Kak Etna. OMG! Banyak sekali insiden pagi itu demi menyambut bapak presiden. Akhirnya hingga saat ini, setiap melihat Pak SBY di TV atau fotonya di koran, pasti teringat tanggal 14 September 2013. Weleh weleh…

Ini dia momen yang paling ditunggu-tunggu. Berdiri di sepanjang sisi karpet merah untuk menyambut bapak presiden dan rombongan. Yang namanya karpet merah yang akan dilewati presiden itu: 1) tidak boleh diinjak, dalam arti hanya bapak presiden beserta rombongan yang boleh menginjaknya; 2) kalau terpaksa harus diinjak harus melepas sepatu/sandal terlebih dahulu; 3) karena terdapat banyak daun-daun pohon yang berguguran, juga debu yang beterbangan, makan tukang sapu akan selalu siap sedia untuk menyapu si karpet merah; 4) karpet merah akan selalu disapu paling tidak tiap 5 menit sekali. WOW kann??

Karena tidak boleh diinjak, kami harus mengambil jalan memutar sehingga bisa menyeberangi karpet merah dengan lebar ± semeter. Di bawah teriknya matahari di Pantai Pede, Labuan Bajo, 50 pasangan putra-putri daerah berbaris rapi di sisi kiri dan kanan karpet. Panasnya yang menyengat, walaupun mampu melunturkan make-up jam jam 3 pagi kami, itu semua terbayarkan ketika Pak SBY, Ibu Ani, dan para rombongan menteri lewat dan menyapa kami. Mereka melambaikan tangan dan bertanya, “Apa kabar?”. Kami tersenyum seraya melambai-lambaikan bendera merah putih di tangan kami. Akhirnya diriku bisa melihat pak presiden secara langsung dengan jarak kurang dari 1 meter.


Senin, 16 September 2013. Dalam perjalanan pulang ke Jakarta, kami kembali berlabuh di Bali. Selain untuk mengisi bahan bakar dan logistik, tentunya juga untuk memuaskan hasrat belanja kami. Hehe… mumpung udah mau nyampe Jakarta nih, uang juga masih lumayan banyak, kenapa tidak dimanfaatkan sebaik-baiknya? :D

Jadwal hari ini adalah kegiatan snorkeling dan diving. Tapi kami boleh memilih kok, mau pilih snorkeling dan diving atau shopping. Karena nggak bisa berenang, saya pun memilih untuk shopping. Bersama Muti, teman dari Bandung, kami berjalan-jalan di Pantai Sanur (lagi). Sementara teman-teman yang memilih snorkeling dan diving berkumpul di Pantai Kuta. Ada juga teman-teman yang nekat naik bus dan taksi ke Pasar Sukowati. Sebelum pulang, saya dan Muti membeli sate ikan di pinggiran pantai untuk dibawa pulang ke kapal. Kan bosan juga tuh sama menu kapal sehari-hari, hehe… tapi jangan tersinggung loh! Menu KRI Makassar 590 paling wenak tenan (y)

Keesokan paginya, kami boleh pesiar kota lagi. Kali ini kami diantar ke pusat oleh-oleh Bali, Krisna, menggunakan bus. Setelah itu, kami dibebaskan mau pesiar ke mana, asal harus kembali ke kapal paling lambat pukul 13.00. Saya dan beberapa teman lain sepakat untuk menyewa mobil angkutan. Kami memilih untuk pesiar ke Pantai Kuta saja. Rasanya lucu aja, sudah pernah ke Bali tapi belum pernah ke Pantai Kuta. Hahaha…

Yaaa… kalian pasti taulah pemandangan menarik apa yang ada di sana. Bule dengan pakaian renang ala-ala mereka, hehe… gak usah dijelasin deh!! Tak ketinggalan juga bule yang asyik main surfing. Bisa dibilang lumayan keren lah… gak keren-keren amat kok!! Tapi yang paling indah di Pantai Kuta itu adalah ombaknya. Deburan ombak yang sahut-menyahut terus terngiang-ngiang di telinga. Bahkan menulis cerita ini pun masih bisa terbayang pemandangan saat itu *gak lebay loh yaa.



Sorenya, kapal siap untuk angkat jangkar dan kembali mengarungi lautan yang ganas menuju Jakarta. Tak terasa, Sail Komodo 2013 akan berakhir!

Kamis, 19 September 2013. Hari ini akan menjadi salah satu hari paling tak terlupakan dalam hari-hariku di Sail Komodo 2013. Kalian tahu MOS? Ospek? Itulah yang kami alami hari ini. Tidak beda-beda jauh alias MIRIP!!! Bedanya, kalau di sekolah dan universitas, kegiatan ini dilakukan sebelum kegiatan belajar mengajar resmi dimulai. Nah, kalau di KRI Makassar 590, kegiatan ini dilakukan sehari sebelum kepulangan kami ke daerah masing-masing.

Pada awalnya kami memang sudah tahu akan adanya kegiatan ini. Pada kegiatan sail sebelumnya, kegiatan ini dikenal dengan sebutan Mandi Khatulistiwa, karena pada saat itu, kapal yang digunakan melewati garis Khatulistiwa saat akan kembali ke Jakarta. Tapi tahun ini beda. Namanya berganti menjadi Mandi Nusantara, karena tak melewati garis Khatulistiwa. Kami memang sudah curiga bahwa kegiatan ini akan dilaksanakan hari ini. Soalnya hari ini kami kebanyakan free, gak ada aktivitas berat sejak tanggal 18 September. Tepat setelah pentas seni kelompok selesai pukul 10 malam, tidak seperti biasanya, panitia menyuruh kami untuk langsung tidur dan tidak boleh keluar kamar. Memang setiap malamnya selalu ada peringatan seperti itu, tapi peringatan malam ini terdengar ganjil di telinga kami.

Beberapa menit setelah memasuki kamar, sedang asyik-asyiknya berganti pakaian sambil menggosip bareng teman-teman sekamar, tiba-tiba lampu padam. Lah, kan sebelumnya lampu di kapal nggak pernah padam, kok tiba-tiba gini? Lalu, terdengar suara orang tertawa dari radio. Karena posisi tempat tidurku yang sangat dekat dengan radio, otomatis saya takut dong. Dengan suaranya yang berat dan menakutkan, orang itu tertawa dan berkata bahwa ia adalah Dewa Neptunus. Katanya, saat ini kami berlayar di Laut Jawa. Dia pun menjadi sangat marah. Katanya dia akan menghukum kami semua. Kami disuruh mengenakan pakaian terjelek dan terbau yang kami punya. Lampu pun menyala kembali.

Sebenarnya sih lucu, tapi karena efek-efek petir dan suaranya yang seperti suara hantu di film-film horror, hal itu membuat kami sedikit bergidik. Maka dengan cepat kami berganti pakaian dan tidur bersama-sama di lantai. Tak ada yang berani tidur di tempat tidur. Kami bahkan tidak sempat ke kamar mandi sebelum tidur. Wajah bekas make-up juga tidak dibersihkan. Kami juga sepakat untuk tidak tidur semalaman untuk berjaga-jaga. Pintu kami kunci dari dalam. Untuk menghilangkan rasa ngantuk dan tegang, kami memilih untuk ngemil. Tak lupa kami menyiapkan alat perang. Karena mendengar isu bahwa nantinya kami akan dimandikan oli, jadi kami mengoleskan sampo di rambut kami agar tidak melengket. Untuk yang berkerudung, sebelum memakai kerudung, terlebih dahulu kami memakai kantung plastik sebagai topi. Kini kami siap kapan pun itu!!

Jam demi jam berlalu. Dari 32 orang penghuni kamar, sisa 3 orang yang terjaga, yaitu saya, Kak Susan, dan Bu Citra. Kami sepakat, kalau kegiatannya belum dimulai hingga pukul 3, maka kami akan tidur. Dan ternyata benar saja, kami ketiduran. Saya pun berbaring di lantai.

.
.
.

Tidak tahu hal apa yang membuatku terjaga. Pokoknya tepat ketika saya membuka mata, lampu sudah kembali padam. Seketika itu juga saya membangunkan teman-teman yang lain. Akhirnya dimulai juga. Tiba-tiba pintu yang sudah kami kunci dari dalam terbuka dengan sendirinya. Orang-orang di luar kamar berteriak menyuruh kami untuk keluar kamar. Kami pun dengan sigap bergandengan tangan. Pokoknya tak ada yang boleh lepas. Keadaan di luar sangat gelap. Para awak kapal menyuruh kami berjalan lebih cepat. Mereka hanya menerangi kami dengan senter di tangan mereka. Suara Dewa Neptunus kembali terdengar, menambah panik keadaan. Kami dituntun menuju Heli Deck. Sepanjang perjalanan kami bertemu dengan pocong dan hantu-hantu mengerikan lainnya. Tentu saja mereka palsu. Kami tahu itu! Tapi tetap saja ada yang menangis karena melihat tampang mengerikan hantu-hantu itu. Hahaha…

Ternyata benar dugaan kami! Wajah kami diolesi oli oleh para pengawal Dewa Neptunus. Kami lalu disuruh berbaris untuk bersalaman dengan sang dewa beserta ratu. Kemudian kami disuruh meminum air. Tentu saja bukan sembarang air. Kalau disuruh memilih, mending saya disuruh minum obat tablet yang dicairkan atau jamu pahit, disbanding meminum air itu. Rasanya tidak karuan. Tapi harus dihabiskan. Kalau tidak, maka akan disuruh meminum dua gelas. Lalu kami disuruh memasuki kolam. Itulah kolam oli. Teksturnya yang pekat, lengket, dan licin, membuat kami jijik. Tapi mau di apa. Terima saja lah…

Terakhir kami disiram dengan air laut. Asal readers tahu saja, waktu itu belum subuh, dan kami sudah basah-basahan seperti ini. Terbayang nggak dinginnya gimana? Saya hanya duduk berjongkok. Badan gemetar hebat dan gemeretak gigi yang tak mampu kusembunyikan. Benar-benar dingin! Setelah beberapa saat kemudian, akhirnya upacara ini berakhir juga. Kami dipersilakan untuk membersihkan diri.


Karena begadang, setelah Shalat Subuh saya tertidur. Ketika bangun, kami pun bersih-bersih kapal. Bekas oli masih terlihat di dinding dan di lantai. Setelah semua bersih, kami pun mulai mem-packing barang-barang kami. Besok pagi kita akan tiba di Jakarta. Nikmatilah malam ini. Ini adalah malam kami terakhir di KRI Makassar 590. Malam ramah tamah peserta LNRPB/KPN Sail Komodo 2013.


Jumat, 20 September 2013. Finally, it’s over. We are here, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Saat melaksanakan upacara perpisahan. Ya, begini lah kami berpisah. Pembagian sertifikat, lencana, foto bersama, peluk-pelukan, namun kali ini tanpa air mata, melainkan dengan senyum gembira. Nangisnya sudah semalam, ketika malam ramah tamah berakhir.


Baru 3 minggu meninggalkan Kendari, namun rasanya sudah sangat lama. Kali ini Sail Komodo 2013 benar-benar berakhir, sudah berakhir. Senang bertemu kalian, wahai teman-temanku se-Nusantara. Mari kita berjumpa di lain waktu.


Oh ya, hampir lupa. Di awal saya sempat bilang kalau kelompok Nagekeo adalah kelompok terhebat. Pertengahan Januari 2014 nanti Insya Allah kami akan melaksanakan kegiatan amal di Pulau Nasi, Aceh. Kegiatan ini bukan sembarang kegiatan. Kegiatan ini sudah disetujui. Kami akan mendirikan rumah baca, membantu masyarakat di sana, dan memberiikan bantuan beasiswa kepada anak-anak berprestasi. Mohon doanya agar kegiatan kami nantinya berjalan sesuai harapan.

Jangan lupa, visit Southeast Sulawesi! (numpang promosi :D)

SALAM SAIL KOMODO 2013, see you in Sail Raja Ampat 2014!! ;)

Kamis, 03 Oktober 2013

SAIL KOMODO 2013 (PART 1) >> Special postingan ke-100

Posted by Nur Fadhilah at 1:03:00 AM 2 comments
Bali. Orang tua, kakak, dan teman-temanku pernah berkunjung ke sana. Katanya Bali itu indah. Pernah terbesit hasrat untuk jalan-jalan ke sana. Tapi kapan?

Labuan Bajo. Untuk pertama kalinya saya mendengar nama tempat ini. Letaknya di Nusa Tenggara Timur.

Kupang. Hanya tahu kalau di Kupang itu masyarakatnya mayoritas non Muslim.

Pulau Komodo. Cuma pernah kulihat di sebuah acara di salah satu televisi swasta beberapa tahun yang lalu. Pernah kulihat pulaunya tergambar di atlas yang terakhir kubuka juga beberapa tahun yang lalu. Pernah kudukung lewat sms menjadi salah satu New 7 Wonders. Tapi berkunjung ke sana? Sama sekali tak pernah kepikiran. Apalagi secara GRATIS.

Sungguh bermimpi pun tak pernah. Naik kapal perang KRI Makassar 590 mengarungi Laut Jawa menuju Bali, Labuan Bajo, Kupang, Pulau Komodo, lalu kembali ke Jakarta. Memang tak ada yang mustahil bila Allah sudah berkehendak. Tiga minggu berlayar di lautan bebas bersama teman-teman se-Nusantara yang disatukan dalam Program Lintas Nusantara Remaja dan Pemuda Bahari/Kapal Pemuda Nusantara Kementerian Pemuda dan Olahraga (LNRPB/KPN Kemenpora) Sail Komodo tanggal 27 Agustus – 20 September 2013.

Yup. Inilah alasan mengapa sebulan terakhir saya seperti menghilang di dunia per-blog-an. Satu lagi pengalaman berharga dalam hidupku yang hanya dirasakan oleh 286 pemuda se-Indonesia. Semuanya berawal dari nasibku yang hanya lolos sebagai cadangan dalam Program Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) kemarin. Saya pun ditawari untuk mengikuti kegiatan ini. Satu hal yang perlu digarisbawahi. GRATIS!! Tidak ada yang lebih menyenangkan di dunia ini selain jalan-jalan seru yang gratis.

Selasa, 27 Agustus 2013. Pagi itu kami berlima (saya, Wd. Sinta Kalsum, Taslim, Lisa Iha, dan Ma’arif) berangkat menuju Jakarta menggunakan pesawat yang telah dibooking oleh panitia. Sesampainya di sana, kami langsung menuju Pelabuhan Tanjung Priok, tempat KRI Makassar 590 berlabuh. Sempat tersesat sih, hehe… untung abang supirnya baik, jadi ngajak kita keliling Jakarta dulu. Setibanya di sana, mulutku refleks membentuk huruf ‘O’. Bagaimana tidak? Seumur hidupku, barusan kulihat kapal sebesar itu. KRI Makassar 590 merupakan salah satu kapal perang milik Indonesia made in Korea pada tahun 2007. Kapal ini memiliki panjang 122 meter dan lebar 22 meter. Menurut temanku, panjangnya melebihi lapangan sepak bola. Ada yang tahu gak berapa panjang lapangan sepak bola?


Beruntung saya ditempatkan di kamar Garut 13 atau disingkat G-13. Sebenarnya waktu awal kedatangan sempat salah masuk kamar sih, hehe… Kamar G-13 kabarnya berukuran lebih luas dibanding kamar-kamar yang lain (itu sih menurut pengakuan penghuni kamar lain yang pernah berkunjung ke kamar kami). Kamar ini dihuni 32 cewek cantik (termasuk saya) se-Nusantara. Pasalnya, di kamar kami komplit deh! Ada yang dari Aceh, Padang, Palembang, Kep. Riau, Jakarta, Bandung, SULAWESI TENGGARA, Gorontalo, NTT, NTB, Maluku, Maluku Utara, dan Jayapura. Berikut nih nama-nama penghuninya: Tiara, Salma, Kak Uci, Kak Juni, Mela, Kak Fitri, Kak Rini, Loly, Pinky, Kak Rahmi, Kak Susan, Kak Fifit, Kak Lian, Lia, saya, Kak Citra, Kak Listi, Kak Serly, Kak Jo, Kak Jenny, Kak Ijah , Kak Etna, Diva, Maria, Kak Dian, Kak Aulia, Kak Sonya, Muthi, Kak Ani, Kak Yulis, Kak Miranda, dan Kak Angel (perlu waktu berhari-hari untuk menghapal nama mereka semua #ngelapkeringat). Kak Citra adalah ketua kamar kami, sehingga namanya diganti menjadi, ‘mami’, ‘ibu kos’, atau ‘Bu Cit’. Tinggal pilih mau panggil dengan sebutan apa, dia pasti nyahut kok. Kami juga memiliki slogan: “G-13… hidungnya.. sarangheyo!!” Menurut mitos yang beredar, slogan itu muncul karena penghuninya rata-rata berhidung pesek. Haha :D


Sebelum pelayaran dimulai, kami melakukan upacara pembukaan terlebih dahulu. Upacara ini dipimpin langsung oleh Menko Kesejahteraan Masyarakat. Juga diliput berbagai stasiun tv swasta. Pelayaran pun dimulai malam harinya. Awalnya, pelayaran berjalan mulus. Lama-kelamaan ketika kanan, kiri, depan, dan belakang sudah tak tampak daratan, ombak mulai mendera, saat itu penyakit pusing-mual-muntah mulai menjangkiti seluruh peserta. Hari pertama pelayaran sangat banyak peserta yang tidak bisa mengikuti kegiatan karena mabuk laut. Termasuk diriku, hehe..


Untungnya tim dokter sudah siaga 1. Malam sebelum pelayaran, kami sudah dibekali dengan 3 butir antimo. Tapi nyatanya teteup aja banyak korban yang berjatuhan *hahahaha :D. Mereka pun mengunjungi kami satu per satu. Dokternya so sweet deh.. :*

Sebelum kami meninggalkan dermaga Tanjung Priok, kami sempat mendapat kunjungan dan materi dari artis senior, Pak Pong Harjatmo. Wih, senang banget. Malamnya, kami mendapat kunjungan dari bapak Menteri Pemuda dan Olahraga, Roy Suryo, beserta ibu. Untuk pertama kalinya, seorang menteri yang biasanya ramai dibicarakan di tv, terlihat langsung di depan mataku. Sebuah kebanggaan tersendiri.



Sabtu, 31 Agustus 2013. BALI!!!! Here we are. Pelabuhan Benoa Bali itu beda dengan pelabuhan-pelabuhan pada umumnya. Di seberang kapal kami berlabuh sebuah kapal mewah. Para turis lalu lalang. Ada yang main jet ski dan parasut air. Keren dah! Saya hanya bisa membulatkan mulut dan mengucap syukur. Tangan saya sibuk memegang handy cam untuk mengabadikan setiap detik yang ada. Can you imagine, datang ke Bali menggunakan kapal perang. Kebanyakan orang datang ke Bali menggunakan pesawat, tapi saya datang ke Bali bersama KRI Makassar setelah melewati 3 hari terombang-ambing di lautan bebas. WOW!


Minggu, 1 September 2013. Kami disambut oleh TNI AL Bali dalam sebuah upacara, tari-tarian, dan pengalungan bunga. Belasan bus sudah disediakan untuk kami. Kami pun diantar menuju Kantor Gubernur Bali untuk penyambutan. Bus kami diiringi parade motor Harley (tau gak? Nama lainnya motor gede) dan penjagaan ketat dari polisi. Beberapa jalan protokol juga dijaga oleh polisi. Wih, serasa tamu penting deh, hehe…


Sayangnya, sang gubernur yang baru dilantik beberapa hari yang lalu tidak bisa secara langsung menyambut kami. Hanya perwakilannya saja. Tapi tak mengapa. Pak gubernur sedang menunaikan tugas mengunjungi masyarakatnya yang rumahnya sedang dibedah. Keren kan?? Jadi gubernur Bali itu memiliki program ‘Bedah Rumah’ namanya. Semua rumah tak layak huni akan dibedah menjadi rumah layak huni. Wah, hebat… plok-plok. Semoga program ini juga bisa diterapkan di kota-kota lain, termasuk Kendari dan Jakarta tentunya.


Setelah duduk formal mendengarkan sambutan dari beberapa orang penting, kini saat yang ditunggu-tunggu. Pesiar kota, yeeee! Mungkin ada yang nggak familiar dengan istilah ini. Saya juga awalnya gitu. ‘Pesiar kota’ apaan sih? Kalau di Kendari mah kita bilangnya ‘jalan-jalan’, haha. Pertama, kami berkunjung ke Monumen Kemenangan Rakyat Bali yang letaknya berseberangan dengan kantor gubernur. Tempatnya berupa candi. Di sana banyak banget turis. Tapi kebanyakan turis dari Asia, seperti Cina dan Korea (sempat nguping pembicaraan mereka). Walaupun mereka berpakaian mini, kulitnya teteup aja kinclong. Saya? Baru 3 hari di atas kapal, tanda-tanda ke-belang-an mulai mewarnai kulitku *hiks*. Sayangnya saya hanya bisa menjelajahi bagian luar monumen ini saja. Soalnya, karena ini tempat suci, jadi perempuan yang sedang (maaf) menstruasi tidak boleh memasuki ruangan di dalamnya. Sekali lagi hiks. Tapi gak apa. Kata teman-teman, di dalamnya sih biasa aja. Jadi tidak usah semenyesal itu, Dhil #fiuuhh..


Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan. Kami singgah ke salah satu hutan bakau di Bali untuk melakukan kegiatan penanaman pohon bakau. Dari setiap kelompok diminta 5 orang perwakilannya untuk melakukan penanaman pohon. Karena capek dan sangat panas, saya memilih untuk tetap duduk di bus.


Selanjutnya, perjalanan dilanjutkan ke pantai matahari terbit, Pantai Sanur. Mengapa disebut demikian, katanya view matahari terbit terbaik di Bali ada di pantai ini. Di pantai ini bahkan lebih banyak turis lagi yang kami lihat. Kebanyakan dari Eropa dan Amerika. Saya bersama Kak Irfa (teman sekelompok) memutuskan untuk berkeliling berdua. Foto-foto di pinggir pantai, membuat tulisan di pasir, ciprat-cipratan air, de el el. Ada satu kejadian lucu. Ketika kami sedang berjalan berdua, Kak Irfa yang bertelanjang kaki berjalan berjingkat-jingkat karena jalannya lumayan panas. Karena tak tahan panasnya, ia pun berlari menuju jalan yang lebih dingin. Pada saat yang bersamaan, beberapa orang bule guanteng-guanteng datang dari arah yang berlawanan. Melihat Kak Irfa yang berlari mendekati mereka, salah satu bule berkata dalam bahasa Indonesia yang lumayan fasih.


“Kalau mau foto 2000 ya?”

“Ha?” Saya dan Kak Irfa berpandangan.

Dalam hati kami bertanya-tanya. Maksud nih bule apaan? 2000? Oh… untungnya kita cepat tanggap. Ternyata tuh bule-bule mengira Kak Irfa berlari karena kepingin foto dengan mereka. Hahahaha *LOL*. Nih bule narsis amat sih. Siapa juga yang mau berfoto dengan mereka coba? Tapi gak apalah, kesempatan jangan disia-siakan. Istilahnya, ‘Lo jual, gue beli..’ hehe… Sayangnya, foto itu menghilang tanpa jejak. Kata Kak Irfa, foto itu tiba-tiba saja menghilang. Yaaaa…. :( padahal bulenya kan ganteng. Kapan lagi ada bule narsis ngajakin kita foto bareng? Huhuhu….

Senin, 2 September 2013. Hari ketiga di Bali. Jadwal hari ini adalah pesiar kota (again). Kali ini kami diajak mengunjungi Istana Kepresidenan Tampaksiring Bali. Lokasinya sih tidak tahu pasti, soalnya saya tertidur di bus sekitar ¾ perjalanan. Jauh sih. Pokoknya lebih jauh dari Ubud. Sepanjang perjalanan (setelah terbangun), kami disuguhi pemandangan subak (sawah yang bertingkat-tingkat) yang Subhanallah kerennya… Di Bali, sawah masih menjadi pemandangan yang biasa. Jarak sawah yang satu dengan yang lainnya tidak terlalu jauh. Perempuan-perempuan Bali lalu lalang membawa sesajen di kepala mereka. Kebetulan akan diadakan sebuah upacara keagamaan di sekitar situ. Rumah-rumah para pekerja seni juga berderet rapi. Mulai dari pembuat patung, pelukis, dan pengrajin-pengrajin seni lainnya.

Tidak lama kemudian, bus kami berbelok di sebuah bangunan yang tempat parkirnya cukup untuk menampung puluhan bus. Itulah Istana Kepresidenan Tampaksiring Bali. Dari luar tidak seperti istana sih, tetapi lebih menyerupai sebuah candi. Keren (y).

Sebelum masuk, kami dibagi menjadi 3 kelompok besar. Karena jumlah kelompok keseluruhan ada 15, maka kami dibagi menjadi 3. Kelompok 1-5 adalah kelompok pertama, kelompok 6-10 adalah kelompok kedua, dan kelompok 11-15 adalah kelompok ketiga. Kelompokku masuk ke dalam kelompok pertama. Guide kami menjelaskan beberapa peraturan yang tidak boleh dilakukan di kawasan istana. Tidak boleh membawa tas, mengenakan kacamata hitam, merokok, de el el. Untung gak dilarang bawa kamera #fiuuhhh.

Seandainya kalian bisa menyaksikan (aamiiin… kudoakan readers yang membaca suatu hari nanti bisa ke sana juga..), kawasan istana ini tuh LUAS BANGET, BANGET, BANGET!!!! Bahkan di dalamnya ada lapangan golf pula. Butuh waktu sejam untuk mengelilingi kawasan istana ini + foto-foto. Guide kami dengan sabar mengarahkan dan menjelaskan sejarah singkat istana ini. Katanya, presiden pertama Indonesia, Ir. Soekarno, beserta istri pernah tinggal di istana ini. Bangunan-bangunan di istana ini sudah banyak yang direnovasi karena sudah tua. Uniknya, semua pekerja seperti pengecat adalah perempuan. Katanya, perempuan lebih telaten dalam mengecat. Jadi kalau kalian ke Bali dan kehabisan uang, ngelamar aja jadi pekerja di istana ini! Pasti keterima kok :D.


Kawasan istana ini bagai bukit-bukit. Ada bagian yang tinggi, ada bagian yang rendah. Rumput hijau membentang luas, pepohonan besar menjulang tinggi menghiasi setiap sisi, angin sepoi-sepoi bertiup lembut, aura ketenangan menyejukkan hati. Panasnya matahari pun tidak terasa di sini. Tidak seperti di luar.


Beberapa tanaman unik juga terdapat di sini. Ada yang namanya pohon sapu tangan, beberapa bunga yang berasal dari negara lain dan tidak dijual bebas, eh, tumbuh bebas maksudku, karena hanya ada di istana ini. Juga terdapat rusa yang dikembangbiakkan oleh para pengurus istana.

Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan ke Goa Gajah. Letaknya tidak terlalu jauh dari istana. Saya tidak bisa bercerita banyak tentang goa ini. Karena masih termasuk kawasan suci, perempuan yang sedang kedatangan tamu bulanan tidak boleh masuk ke dalam goa. Takutnya terjadi hal-hal mistis. Hiii… gak mau…. Maka termenunglah saya menatap kepergian teman-temanku ke dalam goa itu, hiks. Untuk mengalihkan perhatian, lebih baik shopping ajah. Goa Gajah termasuk salah satu spot turis. Jadi wajar kalau terdapat banyak pedagang.


Setelah itu, tempat terakhir yang kami kunjungi adalah jeng jeng jeng…. Pasar Sukowati… #horeee!!! Bagi kamu-kamu yang belum tahu, Pasar Sukowati is the cheapest market in Bali. 10ribu pun sudah bisa beli oleh-oleh asalkan kalian pintar ngibulin penjualnya. Inilah mesin penghisap uang terbaik di Bali, haha. Kalau ke sini, mata sebaiknya di-buta-in sementara dulu deh. Kalau tidak pandai mengontrol nafsu, bisa-bisa uang sejuta bisa habis dibelanjain dalam 5 menit.

Jadi ingat pesan para beli dan mbok Bali di kapal, “Kalau belanja di Sukowati, jangan pernah bertanya ke teman-teman yang lain harga barang yang sama dengan barang kita. Bisa bikin sakit hati. Apalagi kalau barang yang dia beli jauh lebih murah dibanding barang kita, padahal barangnya sama. Itu berarti dia lebih jago menawar dibanding kita". Tapi saking penasarannya, teteup aja di bus kita saling bertanya.

“Eh, baju Bali kamu dapet berapa?” tanya saya pada seorang teman.

“20ribu…”

“Apaaaaaa???” nangis Bombay deh. Soalnya saya beli baju yang persis sama (beda warna) harganya 60ribu, hiks… huaaaaaa!!!!

Sesampainya di kapal, rasa sakit itu bertambah ketika kami saling memamerkan barang belanjaan dengan teman-teman sekamar. Banyak yang hatinya bagai teriris belati lantaran mendengar harga miring yang didapat teman-teman lainnya. Hahaha :D Satu tip dari saya kalau mau belanja di Pasar Sukowati. Tawarlah dengan harga yang paling murah. Kalau perlu tawarlah dengan harga yang menurut Anda paling tidak masuk akal sekalipun. Baru setelah itu, dinaikin dikit-dikit. Kalau penjualnya teteup gak mau ngasih, ngancam pindah ke penjual lain aja! Pasti penjualnya langsung iya-in deh. Katanya buat penglaris, hehe #trik licik.

Selasa, 3 September 2013. Hari ini kami sudah harus bertolak ke Labuan Bajo. Dibutuhkan waktu sehari untuk tiba di sana. Good bye, Bali. Fantastis sudah pernah menginjakkan kaki di Bali (y).

Sekian dulu ceritanya ya… ceritaku masih panjang banget. Kalau diposting sekaligus bisa sangat panjang. Ini aja sudah mencapai 5 halaman Microsoft Word. Sail Komodo 2013 part 2 akan menyusul. Ditunggu yaa ceritanya…


>> Wah, sudah postingan ke-100 nih... semoga readers gak bosan membaca cerita-ceritaku ya! :) *deepbow*
 

Dhilah siBluuu Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review