Outbond yang lalu bertempat di Pantai Lambesu. Satu kata yang tidak dapat kulupakan dari outbond tahun lalu adalah ‘KOTOR’. Aku betul-betul kotor saat itu. Penuh lumpur, menjijikkan, kaus kakiku ‘eeuuhhh’nya minta ampun, tali sepatuku hilang, tapi menyenangkan. Ingat slogan iklan Rinso, “Berani kotor itu baik!”. Ini nih foto outbond tahun lalu... (Kotor sekali kan??)
Tahun ini, outbond PG bertempat di Bintang Samudera, Desa Sawapudo, Kendari, Sulawesi Tenggara. Awalnya saya sendiri tidak tahu Bintang Samudera itu apa dan tempatnya di mana, tahu kalau di Kendari ada tempat yang bernama Bintang Samudera saja tidak. Tapi mengingat outbond tahun lalu, saya pun beranggapan bahwa outbond tahun ini pasti sama saja. Identik dengan lumpur. Saya pun mempersiapkan segala sesuatu pada malam sebelumnya. Kami disuruh berkumpul pukul 07.00 Wita. Saya berangkat dari rumah pukul 06.30 Wita. Saya lalu diantar ayahku untuk membeli bekal terlebih dahulu (maklum, pagi-pagi malas masak).
Perlu Anda ketahui, ayahku kalau mengendarai motor, lambatnya minta ampun. Lima menit lagi waktu menunjukkan pukul 07.00 Wita, sementara perjalanan masih jauh. Malah beberapa kali terjebak lampu merah. Saya rasanya ingin menangis di atas motor, takut ditinggal rombongan. Nah, pada saat seperti inilah saya mengutuk keras keberadaan lampu lalu lintas. Hehe…
Ternyata pemirsa, sesampainya di PG Mandonga, tempat berkumpul kami, belum ada yang berangkat. Siswa saja baru beberapa orang yang datang. Jangankan siswa, panitia saja masih belum datang. Hah, Kendari, Kendari. Ngaret!! Tapi tidak apa-apa. Yang penting saya tidak ketinggalan. Alhasil, sambil menunggu teman-teman yang lain, ehm #batuk-batuk tidak jelas, seperti bisaa, foto-foto dulu. Tapi, tapi, oh tidak, kameraku lowbat, lupa dicas. Malah saya tidak bawa casnya lagi. Huh :(
Satu setengah jam kemudian…
Setelah menunggu lama (SANGAT), akhirnya kami berangkat juga. Kami berangkat mengendarai angkutan umum (angkot) yang telah disewa. Ada 4 angkot tersedia, tinggal pilih mau naik yang mana. Saya dan beberapa teman sekelas + seorang anak dari kelas lain + seorang anak dari sekolah lain (hehe, peace) memutuskan untuk menaiki angkot ketiga yang parkir tepat di depan tempat pembuangan sampah, tidak tahu juga kenapa kami memilih angkot itu, hahaha!!
Pastinya, angkot yang kami naiki kelebihan beban. Soalnya ditambah 2 tentor ‘tersayang’ (hueekkkk #mual) Mas Dominggus Tannis dan Mas Tri Haryono yang main naik-naik saja tanpa seizin kami. Hehe, tapi tidak apa-apa. Berkat mereka, suasana jadi menyenangkan. Mas Prasetyo Nugroho juga naik di angkot kami, tapi duduknya di depan, samping supir maksudnya. Naiknya ketiga tentor itu, menambah seru perjalanan kami ke Bintang Samudera. Mas Pras dan Mas Tannis yang penyakit jayusnya kumat lagi membuat kami tak mampu membendung rasa sakit perut akibat tertawa.
± 1 jam kami menempuh perjalanan, di antaranya ada yang sangat ekstrim, seperti jembatan kayu yang di tengahnya lubang. Parahnya kayu tersebut hanya pas untuk keempat roda mobil. Jadi, salah sedikit, mobil bisa terjun bebas ke sungai yang mengalir di bawahnya. Hal itu harus membuat Mas Tannis turun untuk memastikan apakah keempat roda angkot yang kami naiki pas di kayu tersebut. Alhamdulillah, kami dapat melewatinya dan tiba di Bintang Samudera dengan selamat.
Jreng, jreng!!! Jadi ini tempat yang bernama Bintang Samudera. Satu kata yang dapat melukiskannya. Wow!!!!!!! Tidak pernah terpikir dalam benakku bahwa ada tempat seperti ini di Sulawesi Tenggara. Sekali lagi, WOW! Dugaanku salah besar. Outbond kali ini tanpa lumpur. Yeyeye! Hamparan laut membentang bebas, pohon bakau yang dilestarikan, laut yang bersih, fasilitas yang memadai, ditambah cuaca yang sangat bersahabat menambah kagumku pada ciptaan Tuhan yang satu ini. Subhanallah!
Kami lalu digiring oleh para tentor-tentor (kayak lagi mengembala sapi, hehe) menuju tempat acara. Karena tempatnya berada di bawah (Bintang Samudera ada dataran tinggi dan rendahnya), kami pun menuruni tangga. Tempatnya indah sekali. Ada tiga jembatan yang menjorok ke laut (emang tanjung, menjorok ke laut??). Di jembatan tengah terdapat tulisan ‘TEMPAT INI TELAH DIBOOKING’. Kami pun menuju tempat tersebut. Eits, berfoto dulu :)
Outbond ini diawali dengan game. Setelah menyimpan tas, kami disuruh Mas Tannis untuk berkumpul membentuk lingkaran besar. Semua peserta harus ikut, tak terkecuali para tentor. Sayangnya, ada beberapa teman yang tidak dapat ikut karena sakit.
Game 1. Saya tidak tahu ide gila ini awalnya dicetuskan oleh siapa. Yang pasti game 1 ini sangat menuai kontroversi di kalangan peserta (emang skandal??). Mas Tannis telah menyiapkan sebuah botol bekas Sprite 1 liter yang berisi air. Botol tersebut harus dipindahkan dari satu peserta ke peserta lain dalam satu lingkaran dan harus selamat kembali ke peserta awal tanpa menjatuhkan botol tersebut. Barang siapa yang menjatuhkannya, akan mendapat hukuman. Memang sekilas terdengar gampang. Tapi botol tersebut bukan dipindahkan lewat tangan, tapi lewat, ehm, paha ke paha. Jadi, ujung botol tersebut dijepit di paha (selangkangan), lalu peserta di sebelahnya harus mengambil botol tersebut dengan cara menjepit ujung lain dari botol tersebut menggunakan pahanya. Eeuuuuuhhh!! Terbayang tidak bagaimana gilanya game ini. Apalagi bagi teman-teman perempuan yang berbatasan dengan laki-laki. Tapi game ini tidak berjalan sesuai dengan perencanaan Mas Tannis. Terlalu banyak kecurangan di dalamnya. Seperti, banyak yang mengambil botol tersebut dengan tangan lalu ditaruh cepat-cepat di pahanya. Ckckck… Game 1, GAGAL!!
Game 2. Game ini berkali-kali lipat lebih rasional daripada game 1. Game ini mengutamakan kekompakan kelompok. Pertama-tama, Mas Tannis membagi kami menjadi 3 kelompok yang masing-masing terdiri dari 15 orang. Saya berkelompok dengan teman sekelasku, Hikmawati Madjid, Mas Pras, dan beberapa teman lainnya. Mas Tannis telah menyiapkan 15 buah tali yang diikatkan pada sebuah karet gelang. Mas Tri juga telah menyiapkan tumpukan gelas plastik yang membentuk segitiga. Tugas kami adalah mengambil gelas tersebut menggunakan karet gelang yang kami tarik bersama dan membawanya ke meja yang telah disediakan serta membentuknya kembali menjadi tumpukan segitiga. Sekali lagi, game ini memang terlihat mudah, tapi apa yang tarjadi pada kelompok kami?? Setelah Mas Tannis menghitung 1, 2, 3…, kami langsung berlari menuju tumpukan gelas. Lantaran kelompok kami yang terlalu KOMPAK, hehehe, menyebabkan karet gelang tersebut putus. Tidak hanya kami, semua kelompok juga begitu, meskipun tidak dalam waktu yang bersamaan. Hal tersebut mengakibatkan kecurangan kembali terjadi. Game 2, GAGAL!!
Game 3. Game ini juga menuntut kekompakan kelompok. Dalam satu kelompok dibagi menjadi 5 kelompok, tapi masih dalam kelompok yang sama. Masing-masing kelompok terdiri dari 3 orang yang notabene tingginya harus sama. Mas Tri telah menyiapkan beberapa balon. Tiga orang tadi dari masing-masing kelompok harus menjepit 1 balon di paha mereka dan 1 balon diapit bersama di kepala. Tangan harus berada di belakang badan (posisi istirahat di tempat). Game ini susah-susah gampang. Kelompok mana yang tercepat, itulah pemenangnya. Lagi-lagi terdapat kecurangan di dalamnya. Terutama kecurangan yang dilakukan oleh Mas Pras. Benar-benar suatu tindak kriminal. Hihi, damai yo mas :-D Game 3, ya lumayan GAGAL deh!!
Game 4. Masih dalam kelompok yang sama (15 orang), kami disuruh berbaris membentuk 3 barisan dengan ketua kelompok di depan. Perlu diketahui bahwa ketua kelompok kami adalah Mas Pras. Mas Tri lalu membagi-bagikan pipet plastik kepada setiap peserta dan memberikan 2 buah karet gelang pada masing-masing kelompok. Kedua karet gelang tersebut harus selamat tiba di peserta paling belakang setiap kelompok. Caranya, karet gelang tersebut dipindahkan dari mulut ke mulut dengan perantara pipet tadi. Ya, game yang satu ini memang tergolong gampang menurutku. Tapi, mengapa kecurangan terjadi lagi? Padahal game ini sangatlah gampang. Karet gelang yang harusnya dua, kini tinggal satu, karena satunya jatuh ke laut. Hehe, game 4, GAGAL!!
Game 5. Ini yang terakhir. Tuhan, semoga tidak terjadi kecurangan lagi. Memang tidak, tapi kali ini Mas Tannis yang curang. Begini ceritanya. Masih dalam posisi seperti di game 4 tadi, tapi kali ini dalam keadaan duduk. Mas Tannis menyuruh kami menaikkan kaki ke paha teman yang duduk di depan kami. Lagi lagi, sial bagi teman-teman perempuan yang berbatasan dengan laki-laki. Mas Tri telah menyiapkan 3 bungkus terigu setengah kilogram yang dibagikan kepada setiap kelompok. Orang terdepan (ketua kelompok) harus mengambil segenggam terigu tersebut dan diopor ke teman di belakangnya tanpa menoleh. Jadi, terigu tersebut harus diopor melewati kepala dan teman di belakangnya menadah di bawah kepala teman di depannya. Pada orang paling belakang telah tersedia sebuah kantung yang harus diisi terigu tersebut. Kelompok mana yang kantunganya paling berat, itulah pemenangnya. Tapi kami panik, sehingga banyak terigu yang berhamburan. Alhasil, membuat kami serba putih. Kami akhirnya menyangka bahwa game ini hanyalah akal-akalan Mas Tannis agar membuat kami kotor karena terigu. Melihat gelagat kami yang sudah mulai marah dan menuduh-nuduh Mas Tannis, dia pun lari sebelum kami melemparkannya terigu agar kotor juga seperti kami. Tapi terlambat, dia sudah lari jauh dan tidak kembali-kembali. Mas Tannis curang!! Kalau begitu, dapat dikatakan bahwa game 5 diGAGALkan!!
Setelah puas bermain game yang gagal melulu, kami pun diizinkan untuk turun ke laut. Kami lalu berlomba mengambil baju pelampung. Sayangnya, banyak baju pelampung yang sudah tidak layak pakai. Seperti robek, resnya rusak, talinya juga lepas. Beruntung saya mendapat baju pelampung yang lumayan bagus.
Dengan bismillah, saya mencelupkan kakiku ke dalam laut. Bersama teman-temanku yang notabene juga belum pernah berenang di laut lepas. Ada Annisa Nurul Ilmi, Arni Aries, Hikmawati Madjid, Ranny Stefany, dan Risqah Fadilah, yah walaupun masih ada beberapa yang memutuskan untuk tidak turun ke laut, seperti Afriyanti S. Lamuru dan Lian Stiarani Liwang.
Lumayan tegang sih, karena ini kali pertamanya saya berenang di laut bebas ditemani ikan-ikan, apalagi sambil memakai baju pelampung seperti ini. Saya baru merasakan kalau air laut itu asin (bukan baru tahu ya, tapi baru merasakan langsung rasa air laut). Soalnya ada air yang masuk ke mulut. Ternyata lautnya dalam, sampai-sampai saya tak dapat menginjak dasarnya. Saya pun panik, takut tenggelam, apalagi baju pelampungku kebesaran. Untung ada Kak Atho yang menemani. Jadi saya lumayan tenang. Saya tidak berani berenanmg terlalu jauh dari jembatan. Alhasil, saya iri dengan teman-teman yang berani berenang jauh. Saya tidak berani ambil resiko deh.
Bosan berenang di situ-situ saja, tidak bergerak-gerak karena takut, saya memutuskan untuk pindah lokasi. Kebetulan Mas Tannis mengajak naik rakit. Tentu maulah. Saya dan Titi pun ikut Mas Tannis naik rakit. Rakit itu lumayan besar, cukuplah untuk menampung ± 8 orang dewasa. Tentu kami ditemani ahlinya dong (guard). Rakit itu diikat dengan tali tambang yang besar. Fungsinya selain agar rakitnya tidak kabur, juga untuk menarik kembali ke jembatan jika ingin kembali. Jadi, si guard akan mendorong rakit tersebut dengan berenang, sedang kami, para penumpang naik di atas rakit. Setelah jauh dan talinya sudah menegang, maka tali akan kami tarik bersama-sama, berhubung karena sangat berat. Saya sangat menikmati suasana di atas rakit. Beberapa teman yang juga menaiki rakit mencoba turun dan berenang. Tapi saya tidak berani. Laut yang dekat jembatan saja yang pastinya lebih dangkal saya sudah panik. Gimana yang jauh dari jembatan? Malah sudah sangat dekat dengan batas yang telah ditentukan, tentu akan lebih dalam lagi. Jadi, saya di atas rakit saya yah..
Eh, lihat! Arni, Ranny, dan Risqah datang menyusul. Mereka terlihat sangat gesit mengayunkan tangan dan kaki mereka. Benar-benar wanita pemberani. Setelah berhasil mencapai rakit, mereka mencoba menaiki rakit. Tapi karena sudah kelebihan beban, rakit mulai miring ke kanan dan kiri. Owhh, tidak! Kita akan tenggelam. Turun kaliaaaaannnn!!!!!!!!!! Hihihi, mereka pun turun dan tidak jadi naik. Titi yang penasaran dengan mereka ikut turun ke laut. “Ti, tidak takut? Itu kan dalam…,” tanyaku. “Tidak kok, Dhil. Ayo turun! Menyenangkan berenang di sini.” “Ahh, tidak, tidak! Saya tidak mau membahayakan keselamatanku sendiri.” Hehe…
Kruuuukk, kruukkk… Perutku sudah keroncongan. Waktunya makan. Setelah berenang ria, perut jadi lapar. Kami pun menghentikan sejenak aktivitas kami, lalu mengambil bekal masing-masing. Enaknya makan di mana ya?? “Oh, makan di pinggir jembatan saja!”, ide seorang teman yang saya sudah lupa siapa. “Wah, ide bagus,” kata kami serentak. Dengan lahap, kami pun menyantap makan siang kami. Risqah membawa nasi putih dan perkedel, Lian membawa nasi goreng, Titi lupa bawa apa ya?? (hehe ^^), sementara saya dan Arni membawa nasi kuning. Afri dan Ilmi makannya belakangan. Soalnya mereka lupa membawa bekal dan akhirnya harus menunggu Mas Pras yang pergi membeli makanan bagi peserta dan tentor yang tidak membawa bekal.
Setelah makan, teman-temanku memutuskan untuk melanjutkan kembali aktivitas renangnya yang terhenti. Sementara saya? Saya merasa wajahku sudah mulai gosong dipanggang sinar matahari. Jadi untuk menjaganya tetap
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 14.30 Wita. Saya pun mengajak teman-teman untuk berganti pakaian. Karena pukul 16.00 Wita kita akan bertolak kembali ke Kota Kendari. Setelah sampai ke ruang ganti, kami pun mengantre. Antreannya cukup panjang, karena hanya terdapat 3 buah kamar mandi yang digunakan seluruh pengunjung Bintang Samudera. Lagi serius mengantre nih, tiba-tiba Titi nyeletuk, “Dhil, pantasan PG memilih Bintang Samudera sebagai tempat outbond,” sambil tertawa cekikikan dan menunjuk sebuah papan. “Memang kenapa?” saya lalu membaca tulisan di papan tersebut. “Hahahahahahha…,” spontan saya lalu tertawa setelah membaca tulisan di papan tersebut. Mau tau tulisannya?? Tulisannya begini, ‘BINTANG SAMUDERA TERDEPAN DALAM DIVING’. Hahaha… Kalau kamu sedang/pernah bimbel di PG atau pernah dengar, PG tuh punya slogan, ‘PRIMAGAMA TERDEPAN DALAM PRESTASI’. Hahaha, sama kan??? {^_^}v
Selesai mandi dan berganti pakaian, kami pun kembali ke tempat acara. Mas Tannis lalu menyuruh kami kembali untuk membentuk lingkaran besar seperti pada game 1 tadi. Kami lalu bersalam-salaman dan bernyanyi bersama.
Sing: “Primagama siapa yang punya? Primagama siapa yang punya? Primagama siapa yang punya? Yang punya ORANG JOGJA!!!” Teriak kami sambil menunjuk Mas Pras. Sontak, kami lalu tertawa terbahak-bahak setelah puas menjahili Mas Pras. #Eits, pembaca! Di atas itu contoh lagu yang salah. Yang benar ini, “Primagama siapa yang punya? Primagama siapa yang punya? Primagama siapa yang punya? Yang punya kita semua…” Nyanyinya yang benar yah! Nanti dimarahi Mas Pras lho kalau salah n_n
Setelah bernyanyi, kami pun berfoto bersama mengabadikan momen bersejarah ini. Ingat, ini perpisahan lho, tapi kenapa tidak ada yang menangis?? Semua tertawa gembira. Lalu, Mas Tri pun mengumumkan pemenang game GAGAL tadi. Yeee, kelompokku mendapat juara 2. Hadiahnya 1 dos Gary Coklut dan 1 bungkus permen Blaster.
Tak terasa sudah pukul 16.00 Wita. Kami pun beres-beres lalu menaiki tangga menuju tempat parkir. Kami lalu mencari angkot yang kami naiki tadi. Dalam perjalanan pulang, banyak teman-teman yang tertidur. Tapi saya tetap terjaga dan memperhatikan pemandangan di sisi kanan dan kiri mobil. Indah sekali. Hal ini saya lakukan untuk mencegah penyakit saya, yaitu mabuk darat. Tidak lucu kan, kalau nanti mobilnya saya suruh singgah di pinggir jalan, agar saya bisa muntah dulu. Hehe… Hah, perjalanan yang menyenangkan walaupun membuat badan pegal-pegal. I love you Primagama. Terima kasih karena sudah membimbingku selama 6 tahun, sehingga selalu terdepan dalam prestasi :-D