Minggu, 6 November 2011. Happy Idul Adha Day 1432 H, Guys! Alhamdulillah, Allah masih memberi kita umur sehingga bisa melaksanakan lebaran haji hari ini.
“Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Laa Ilaha Illallahu Allahu Akbar, Allahu Akbar wa Lillah Ilhamd.” Sayup-sayup sudah mulai berkumandang sejak tadi malam. Menandakan bahwa Hari Raya Idul Adha telah tiba.
Sekitar pukul 06.00 Wita, aku, mama, kakak, keponakan (Aiz), dan suami kakakku (kecuali ayahku. Beliau lebih memilih untuk shalat di Masjid Ummushabri yang jaraknya lebih dekat dari rumah) menuju Masjid Agung Al-Kautsar untuk menunaikan Shalat Id. Masjid Agung Al-Kautsar adalah masjid paling besar dan mewah di Kendari. Tapi sayang, sepagi ini ternyata sudah terlalu terlambat untuk mengambil tempat paling depan. Orang-orang seperti tertumpah ruah di masjid yang super luas ini. Karena padatnya manusia dan kendaraan, suami kakakku berinisiatif untuk memarkir mobil di depan Bank Mandiri Syariah. Lalu kami berjalan menuju masjid.
Alhamdulillah, masih ada tempat kosong. Kami pun mengambil tempat di halaman masjid dekat tangga masuk, sedangkan suami kakakku mengambil tempat di halaman bagian depan masjid (maaf ya fotonya nggak ada, malas bawa kamera sih).
Tepat pukul 06.30 Wita, ritual Shalat Id dimulai. Dimulai dari pembacaan tata cara shalat, shalat, hingga khotbah Idul Adha. Jujur, aku sih melaluinya dengan tidak terlalu khusyuk. Penyebabnya bermacam-macam. Ketika shalat, banyak suara anak kecil yang menangis (ada yang menyuruh mamanya untuk berhenti shalat, ada yang ingin beli balon, ada yang ingin beli es krim, ada yang haus, dan ada yang takut nggak tahu kenapa. Alhamdulillah, Aiz tumbenan tenang banget, nggak rewel) dan suara handphone berdering.
Pulang pun ribet banget. Akses untuk keluar masjid sangat susah. Karena harus berdesak-desakan dengan manusia-manusia lain. Ada yang ingin minta sumbangan atas nama masjid, panti asuhan, dan pribadi. Belum lagi penjual-penjual yang berlomba-lomba menawarkan barang-barangnya demi menggaet hati anak kecil (Dhil, bukan penjual namanya kalau nggak begitu [==”]).
Akhirnya, setelah melalui berjuta-juta rintangan (lebay), akhirnya sampai juga di tempat parkir. Ternyata eh ternyata, mobil nggak bisa keluar. Karena banyak banget mobil lain yang ngantri dibelakangnya. Waduh, mau nunggu sampai jam berapa nih??
30 menit kemudian…
Akhirnya, kami bisa pulang juga. Ketika sampai di perempatan MTQ, suami kakakku mengambil haluan kanan, karena kondisi jalan di depan Ummushabri terlihat masih macet. Tiba di depan perempatan Masjid Nurul Huda, ternyata jalan di depan masjid itu juga macet. Kakakku pun berkata, “Lebih baik kita lewat di depan Ummushabri saja, biar pun agak macet, jalan di daerah itu lebih lebar.” Akhirnya kami belok kembali. Tiba di Ummushabri, ternyata mobil sama sekali tidak bisa bergerak. Macet total. Sepertinya kondisi jalan di sini lebih parah dibanding jalan di depan Masjid Nurul Huda tadi. Hah, akhirnya kami mengambil jalan memutar lewat MTQ, pasar bunga, dan belok di jalan samping Kantor Departemen Agama. Seharusnya, waktu tempuh dari Masjid Al-Kautsar ke rumahku hanya sekitar 10 menit. Gara-gara insiden ini, waktunya menjadi dua kali lipat.
Setibanya di rumah, ternyata ayahku belum datang. Kunci rumah kan ada sama beliau!! Ya, nunggu lagi deh. Padahal, cacing-cacing di perutku sudah berdemo meminta hak makan mereka. Ternyata, aku masih harus menunggu lagi sampai makanan benar-benar siap.
Alhamdulillah, akhirnya makan juga. Dengan lahap, aku pun menyantap makanan yang dimasak oleh mamaku. Ada buras, ketupat, kari ayam, ayam masak kelapa, dan ayam lilit laksa (makanan favoritku). Sebagai makanan penutup, tersedia pie dan salad buah. Mmm, yummy (slurp)…
Setelah agak kenyang, aku pun kembali bersiap-siap untuk ke sekolah. Eit, bukan untuk belajar, tapi aku diamanahkan untuk menjadi panitia qurban seksi dokumentasi. Alhamdulillah, ayahku yang baik hati bersedia mengantarku ke sekolah.
Tiba di sekolah, sudah lumayan banyak orang berkumpul. Terlihat ada dua sapi yang menunggu ajalnya tiba (hehe..). Heh, sapinya berwarna coklat, kebetulan banget aku juga pakai pakaian serba coklat mulai dari kerudung hingga sepatu. Hah, memang jodoh ya nggak ke mana (Haha, just kidding ><)!!
Setelah absen, aku dan teman-teman pun menuju lokasi pemotongan sapi. Aku senang banget. Soalnya ini kali pertama aku mendengar suara "mooooo..." sapi secara langsung. Hehe, maklum, orang kota nggak pernah bergaul sama sapi (jangan tersinggung ya :))
Setelah itu, aku memulai aktivitasku menjadi fotografer gadungan. Berbekal kamera merek Nikon baruku (huuu, pamer. Astaghfirullah!!), aku mulai jepret sana, jempret sini, jempret itu, jempret ini. Hehe…. Foto sapi di awal cerita juga merupakan salah satu hasil jepretanku. Oh, aku dan teman-teman juga sempat berfoto sama sapi. Sudah bergaya bagus banget nih. Senyum lebar-lebar, lesung pipi harus kelihatan, ekspresi oke, pokoknya posisi sudah bagus banget nih, termasuk posisi sapinya. Tapi, ketika di foto, mungkin sapinya kaget lihat blitz kali, sapinya langsung melompat. Kami sangat kaget. Tapi hasilnya boelh juga kan?? Salut buat sang fotografer :)
Pemotongan sapi pun dimulai. Para guru dan siswa terlihat bekerjasama. Adapun yang bertindak sebagai penggali lubang tutup lubang adalah Pak Petaho (tata usaha SMAN 4 Kendari), sebagai algojonya adalah Drs. Haddad Yahya (guru agama SMAN 4 Kendari), sebagai seksi dokumentasi versi guru adalah Drs. Sahama (guru bahasa Inggris SMAN 4 Kendari), sebagai seksi potong-potong daging adalah pak satpam, sebagai seksi timbang-menimbang adalah Pak Mangalisu (guru kimia SMAN 4 Kendari),sebagai pengasah pisau dan parang adalah Soekarno, sebagai pengangkat daging adalah Mukarram Rifai, dll. Hehe, peace…
Uhh, bosan juga foto-foto sapi melulu. Aku dan Lia (temanku) pun mengasingkan diri ke gazebo kelas XI Olimpiade. Di sana kami foto-foto menarsiskan diri. Sayang, foto-fotonya sudah terkena sensor nih, jadi tidak dapat ditampilkan. Hihi ^^
Sekitar pukul 11.00 Wita, aku dan Lia pamit pulang. Awalnya kami dicegah Munir (anggota OSIS). Katanya, tunggu sebentar lagi karena ada pembagian daging. Tapi kami menolak untuk untuk diberi. Aku mempertimbangkan bahwa keluargaku kurang suka makan daging. Lia menolak karena di rumahnya juga ada sapi yang katanya sebentar siang akan dipotong. Akhirnya kami pun pulang dengan tangan kosong.
Kami pun berjalan menuju gerbang kedua. Astaghfirullah, aku lupa bawa uang untuk pulang. Soalnya waktu datang ke sekolah, ayahku yang mengantarku, jadi lupa bawa deh. Alhamdulillah, Lia dengan senang hati meminjamkanku uangnya. Thank you, Lia..
Tiba di rumah, aku disambut keluargaku dengan pertanyaan, “Mana dagingnya??” Aku pun dengan santai menjawab, “Tidak ku ambil. Soalnya ku pikir tidak ada yng suka makan daging, palingan mama. Eh, bukannya ada pembagian dari masjid belakang rumah?” Ternyata ayahku juga menolak pemberian daging itu dengan alasan yang sama denganku.
Hahaha… sontak seluruh keluargaku tertawa. Mamaku bilang, ya sudah, nanti besok kita beli daging di pasar saja. Yaa, ada yang gratis malah beli.
Tapi belum berhenti sampai di situ. Sekitar pukul 13.00 Wita, pintu rumahku diketuk. Aku pun membukanya. Ternyata yang datang adalah remaja masjid dekat rumah. Dia mengantarkan jatah daging keluargaku. Ku kira hanya satu kantung. Eh, ternyata aku diberi lima kantung. Kaget aku. “Lho, kok banyak sekali?” “Sudah begini jatahnya. Memang banyak.”
Hahaha… Alhamdulillah. Allah selalu mendatangkan rezeki dari arah yang tidak terduga-duga. Dua kilo daging ditolak, yang datang malah lima kilo. Hah, sekarang mamaku jadi bingung. Daging segini banyaknya mau diapakan?? Bisa-bisa sampai bulan depan makan daging terus nih. Haha.. Sepi, go…!!
::Leave 'Words' For Me::
::Followers::
Minggu, 06 November 2011
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar