Senin, 21 Januari 2013

LOVEY DOVEY COOKEY [PART 4]

Posted by Nur Fadhilah at 10:12:00 AM

Author : Nur Fadhilah
Genre : Comedy romantic (comrom)
Length : Series
Rating : PG-13
Main casts : Choi Jin Ri (Sulli f(x)), Choi Minho (Minho SHINee), Kwon Yuri (Yuri SNSD), Kim Ki Bum (Key SHINee)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fan fiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)


Baca PART 3 dulu, ne..


Previous part:
“Kalau begitu, informasi yang kalian dapat mungkin keliru.”

“Apa maksud Anda?”

“Anakku mengangkat seorang putri ketika dia masih berumur 5 tahun. Namanya Kim Jin Ri. Dia yang akan aku jodohkan dengan anak kalian, cucu Choi Soo Hyun.”


*****

“Apa tidak ada jalan untuk membatalkan perjanjian almarhum ayah dengan Kim Myungsuk?” tanya Tae Jinah pada suaminya, gelisah.

“Aku tidak tahu. Tapi ini adalah permintaan terakhir ayah. Bukankah orang tua kita dulu selalu berkata bahwa nasib sial akan selalu menghampiri orang yang tak menjalankan wasiat terakhir seseorang sebelum meninggal?”

“Itu juga yang selalu kupikirkan. Masalahnya, besan kita itu loh, Kim San! Belum tentu juga Minho mau menikah dengan gadis tidak jelas itu.”

“Aku akan bicara dengannya besok.”

“Kau? Bicara dengannya? Apa tidak salah? Dia itu sainganmu…”

“Tapi harus bagaimana lagi? Aku tidak mau masalahnya terus buram seperti ini!”

Tae Jinah mengambil napas sejenak, bersiap untuk adu argumen lagi dengan suaminya.

“Aku pulang!” Minho memasuki rumah dan berjalan menuju kamarnya.

“Minho, duduk sebentar! Ada yang ingin ayah bicarakan…” panggil Choi Hyunmoo.

“Aku capek, Yah. Besok saja…” kata Minho cuek tanpa menoleh ke ayahnya.

“Ayah bilang DUDUK!!!” perintah Choi Hyunmoo yang emosinya mulai tersulut.

Minho berbalik dan menatap kesal ayahnya.

“Ada apa?” tanyanya setelah duduk di depan ayah dan ibunya.

“Kau masih ingat wasiat kakek padamu sebelum meninggal?” tanya ibunya.

Minho mencoba mengingat-ingat.

“Apa yang ibu maksud menikah dengan cucu teman kakek?” tanyanya ragu.

“Ng… ya…”

“Ada apa memangnya? Apa ayah dan ibu benar-benar akan menikahkanku dengan cucu teman kakek?” tanya Minho yang cepat tanggap dengan maksud pertanyaan ibunya.

“Apa kau bersedia?” ayahnya bertanya balik.

Minho menatap tajam ayahnya.

“Aku bersedia.”

*****

BUK!

Kim San memukul meja dihadapannya.

“APA? MENJODOHKAN JIN RI DENGAN ANAK CHOI HYUNMOO?”

“Sst… pelan-pelan sayang!” kata Min Ah menenangkan suaminya.

“Kenapa ayah tidak mendiskusikan hal ini sebelumnya pada kami berdua?” Kim San sudah menurunkan volume suaranya.

“Kalau kau tak setuju, biar aku saja yang menanyakannya pada Jin Ri,” kata Kim Myungsuk dingin.

“Ayah, permasalahan ini tak sesederhana yang ayah kira. Ini masalah serius, Yah! Kita tidak bisa membuat keputusan sepihak. Jin Ri masih punya ibu kandung yang lebih berwenang dibanding kita!”

“Apa ayah serius ingin menjodohkan Jin Ri dengan cucu teman ayah?” kali ini Min Ah yang bertanya dengan suaranya yang lembut dan tenang.

“Walaupun perjanjian ini sudah sangat lama, 13 tahun yang lalu, tapi aku dan dia tak pernah melupakannya. Aku tak pernah menarik ucapan yang sudah keluar dari mulutku…” jawab Kim Myungsuk.

“Lalu bagaimana bila Jin Ri tidak setuju?” Kim San bertanya lagi masih dengan emosi yang belum bisa dikontrolnya.

“Aku akan memohon padanya bagaimanapun caranya. Lagipula, dia harusnya membalas budi karena kalian mau membantu dan mengangkatnya sebagai anak.”

“AYAH!!!”

Kali ini emosi Kim San sudah sampai di puncaknya. Dia sudah tak tahan lagi. Dia keluar dari kamar ayahnya dengan membanting pintu.

Min Ah tersentak kaget.

“Ayah… sebaiknya ayah istirahat. Kita bicarakan hal ini lagi besok. Aku akan menenangkan Kim San dulu. Semoga tidur ayah nyenyak….”

Kim Myungsuk menatap kepergian menantunya. Ia berpikir keras. Haruskah ia melanjutkan tekadnya?

*****

“Ha… kau kalah lagi!!!” tunjuk Ki Bum senang pada adiknya.

“Huh… Apa yang kakak inginkan kali ini?” tanya Jin Ri tak bersemangat.

“Ambilkan aku minum! Kering rasanya tenggorokanku menertawai kekalahanmu terus. Hahahaha….”

“Ish… dasar!”

Dengan menghentakkan kaki karena kesal diejek Ki Bum, Jin Ri keluar dari kamar dan menuju dapur untuk mengambil minum.

Sudah 3 kali ia kalah main kartu malam ini, 10 kali dalam minggu itu, berpuluh-puluh kali dalam bulan itu, dan sudah beratus-ratus kali sejak mereka pertama kali memulai permainan itu. Jin Ri belum menang sekali pun. Hal itu membuatnya penasaran dan ketagihan ingin main lagi dan lagi dengan misi utama mengalahkan Ki Bum, kakaknya.

BUK!

Jin Ri tersentak kaget ketika mendengar sura benda dipukul dari kamar kakeknya sewaktu melintasinya dari dapur.

Jin Ri mendekat. Ia menempelkan sebelah telinganya di pintu kamar kakekknya.

“APA? MENJODOHKAN JIN RI DENGAN ANAK CHOI HYUNMOO?”

Deg.

Jin Ri semakin merapatkan kupingnya. Apa ia tidak salah dengar barusan? Kenapa namanya disebut-sebut? Apa dia akan dijodohkan?

“Sst… pelan-pelan sayang!” itu suara ibunya.

“Berarti ayah dan ibu ada di dalam bersama kakek. Apa yang sebenarnya mereka bicarakan?” batin Jin Ri.

“Kenapa ayah tidak mendiskusikan hal ini sebelumnya pada kami berdua?”

“Kalau kau tak setuju, biar aku saja yang menanyakannya pada Jin Ri.”

“Ayah, permasalahan ini tak sesederhana yang ayah kira. Ini masalah serius, Yah! Kita tidak bisa membuat keputusan sepihak. Jin Ri masih punya ibu kandung yang lebih berwenang dibanding kita!”

“Apa ayah serius ingin menjodohkan Jin Ri dengan cucu teman ayah?”

“Walaupun perjanjian ini sudah sangat lama, 13 tahun yang lalu, tapi aku dan dia tak pernah melupakannya. Aku tak pernah menarik ucapan yang sudah keluar dari mulutku…”

“Lalu bagaimana bila Jin Ri tidak setuju?”

“Aku akan memohon padanya bagaimanapun caranya. Lagipula dia harusnya membalas budi karena kalian mau membantu dan mengangkatnya sebagai anak.”

“AYAH!!!”

Jin Ri mendengar suara derap langkah ayahnya. Sepertinya ia akan keluar kamar. Cepat-cepat Jin Ri menyingkir dari pintu dan bersembunyi di balik tembok di sisi lain kamar Kim Myungsuk. Ia menahan napas. Takut keberadaanya disadari oleh ayahnya.

Kim San benar-benar keluar kamar sambil membanting pintu. Tak lama kemudian, Min Ah menyusulnya.

Jin Ri masih menunggu. Siapa tahu kakeknya juga akan menyusul keluar. Tapi Kim Myungsuk tidak kunjung keluar kamar. Ia memberanikan diri mengintip ke dalam kamar kakeknya.

Jin membuka pintu kamar Kim Myungsuk dengan sangat pelan. Bahkan suaranya pun tidak terdengar.

Jin Ri terhenyak melihat kakeknya yang katanya keras menangis sambil menatap sebuah foto.

“Maafkan aku, Soo Hyun… aku mungkin tidak bisa mewujudkan cita-citamu untuk menikahkan cucumu dan cucuku …” suara Kim Myungsuk benar-benar parau.

Jin Ri buru-buru menutup pintu. Takut ketahuan kakeknya.

Ia lalu mengambil kembali gelas yang ditaruhnya di atas meja sewaktu bersembunyi tadi. Ia menaiki tangga yang menghubungkan lantai 1 dan 2 dengan termenung.

Jin Ri menaruh gelas tadi di depan pintu kamar Ki Bum lalu masuk ke kamarnya. Sayup-sayup didengarnya suara Ki Bum memanggil dirinya, tapi tak dihiraukannya.

Jin Ri berbaring sambil mengingat apa saja yang didengar barusan.

“APA? MENJODOHKAN JIN RI DENGAN ANAK CHOI HYUNMOO?”

“Lalu bagaimana bila Jin Ri tidak setuju?”

“Aku akan memohon padanya bagaimanapun caranya. Lagipula dia harusnya membalas budi karena kalian mau membantu dan mengangkatnya sebagai anak.”


Lalu terbayang lagi wajah sendu kakeknya yang menangis di depan foto yang bisa ditebak adalah foto sahabatnya itu, Choi Soo Hyun.

Tak terasa, mata Jin Ri juga juga berair. Ia bingung harus berbuat apa.

*****

“Mana sih anak itu? Ambil air saja sampai selama ini. Apa dapur kita sudah pindah di Daegu?” keluh Ki Bum yang menunggu Jin Ri yang tak kunjung datang.

Lalu didengarnya suara kaki yang diseret-seret.

“Itu pasti Jin Ri!” pikirnya.

Ki Bum berdiri dan menuju pintu kamarnya, hendak memarahi Jin Ri.

Ki Bum membuka pintu lalu dilihatnya gelas yang berisi air putih yang dimintanya di depan pintu kamar. Dilihatnya Jin Ri berjalan memasuki kamarnya.

“Hei!” panggil Ki Bum namun Jin Ri tak menoleh.

“Dia kenapa sih?”

“Oh, kau pasti takut kalah lagi kan?” teriaknya.

“Huh… Jin Ri nggak seru, ah…!”

Ki Bum mengambil gelas tadi dan menutup pintu kamarnya.

*****

Tok.. tok.. tok..

Klek.

Min Ah memasuki kamar Jin Ri. Didapati anak angkatnya yang masih berbaring malas.

“Ibu? Ada apa?” tanya Jin Ri dengan suara seraknya.

Min Ah tersenyum.

“Astaga! Ada apa dengan matamu?” tanya Min Ah sambil menyentuh mata Jin Ri yang sembab.

“Oh, ini. Ini…”

“Kau habis menangis ya semalam? Apa yang kau tangisi?”

“Aku… aku… habis nonton film di laptop. Kisahnya sangat sedih sehingga membuatku menangis tersedu-sedu,” jawab Jin Ri asal.

“Oh… kapan-kapan kau harus mengajak ibu nonton bersamamu…”

Jin Ri tertawa.

“Apa yang akan kau lakukan pagi ini?” tanya Min Ah lagi.

“Hari ini aku libur, jadi aku tak akan ke mana-mana.”

“Benarkah? Kalau begitu, ayo kita turun bersama. Ayah dan kakek menunggumu di bawah. Ada sesuatu yang ingin kami bicarakan padamu.”

Jin Ri meremas tangannya gelisah. Ia sepertinya tahu apa yang akan dibicarakan padanya.

“Membicarakan hal apa, Bu?”

“Ah, itu… biar kita bicarakan di bawah…”

Min Ah menarik tangan Jin Ri untuk turun bersamanya. Jin Ri mengepalkan satu tangannya. Ia tahu, sekarang ia berada dalam sebuah masalah.

*****

Tit.. tit.. tit..

Yuri melihat nama yang terpampang di layar ponselnya. ‘Minho Sayang’.

Ia tersenyum.

“Halo! Ada apa kau menelepon pagi-pagi?”

“Kau mau sarapan bersama? Ada yang ingin kubicarakan padamu.”

“Harus sepagi ini?” Yuri kaget dan segera melihat jam yang baru menunjukkan pukul 8.

“Kenapa? Kau ada jadwal pemotretan?”

“Ah, tidak… hanya saja aku jadi penasaran. Kira-kira apa yang akan kau bicarakan padaku hingga mengajakku untuk sarapan bersama.”

“Aku akan menunggumu di kafe dekat perusahaan. Tak apa bila kau datang sendiri?”

“Baiklah. Setengah jam lagi aku ke sana,” jawab Yuri sambil melirik jam dinding di kamarnya.

“Ok. Aku tutup teleponnya…” kata Minho mengakhiri.

Tit.

Yuri mengernyitkan keningnya. Ia lalu berjalan ke depan cermin riasnya untuk mengeringkan rambutnya yang basah.

“Semoga bukan hal yang buruk. Feeling wanita tidak pernah salah…” pikirnya seraya menghela napas panjang.

*****

Jin Ri dan Min Ah menuruni tangga rumah. Jantung Jin Ri semakin berdegub kencang.

Jin Ri duduk berhadapan dengan Kim Myungsuk, sedangkan Min Ah duduk di samping Kim San.

“Apa yang akan ayah dan kakek bicarakan?” Jin Ri mengatur nada bicaranya agar tidak gugup.

“Kami hanya ingin tahu bagaimana perkembanganmu…” Kim San mencoba mengalihkan pembicaraan namun dipotong oleh ayahnya.

“Kami ingin menjodohkanmu,” sambung Kim Myungsuk.

“Ayah!” Kim San kaget dengan perkataan ayahnya.

Min Ah berpindah tempat duduk. Akan lebih baik bila ia duduk di samping Jin Ri untuk menguatkannya.

Jin Ri meremas-remas tangannya.

“Di… dijodohkan? De… dengan siapa?” tanyanya gugup.

“Dengan cucu teman kakek. Kau masih ingat dengan rumah yang kemarin kita datangi bersama?” jawab kakeknya.

Jin Ri mengangguk pelan.

“Kalau kau bersedia, aku akan mengurus semuanya. Dia adalah anak yang tampan. Aku sudah melihat fotonya. Ia sekarang bekerja di perusahaan ayahnya untuk menggantikan ayahnya yang sakit. Aku tak mungkin sembarangan memilihkanmu jodoh. Aku sudah mengamati anak itu melalui…”

“Kakek,” Jin Ri memotong pembicaraan kakeknya.

“Aku tidak mau. Maafkan aku! Tapi aku tidak mau dijodohkan, apalagi dengan orang yang belum kukenal sama sekali.”

*****

Yuri berlari-lari kecil setelah turun dari taksi. Ia memasuki sebuah kafe, lalu mencari-cari sosok lelaki yang dicintainya di dalam kafe.

Minho melambaikan tangannya. Yuri tersenyum lalu berjalan mendekat.

“Maaf, aku membuatmu menunggu.”

“Aku juga baru tiba beberapa menit yang lalu. Maaf juga karena telah membuatmu menemuiku pagi-pagi.”

“Tidak apa. Apa yang ingin kau bicarakan?”

“Sebaiknya kita memesan makanan dulu. Apa kau tidak lapar?” tanya Minho sambil tertawa kecil.

“Siapa bilang aku tidak lapar. Kau harus mentraktirku banyak-banyak, karena aku sangat lapar.”

Mereka berdua tertawa. Lalu memanggil pelayan untuk memesan pancake dan teh panas.

“Sekarang apa yang ingin kau bicarakan?”

“Akan lebih baik bila kita makan terlebih dahulu.”

“Sebenarnya apa yang ingin kau bicarakan? Kau membuatku penasaran…”

“Kau akan mengetahuinya segera setelah kita selesai makan.”

Tak lama kemudian pesanan mereka datang.

“Janji kau akan memberitahuku setelah kita makan?” tanya Yuri memastikan.

“Aku janji…”

Mereka pun menikmati makanan mereka.

“Sekarang ayo bicara!” tagih Yuri setelah ia meneguk tehnya.

Minho meraih tangan Yuri dan menggenggamnya erat.

“Ada apa?” tanya Yuri lagi.

“Aku akan menikah…” ucap Minho dingin.

Yuri menghela napas.

“Aku kan sudah pernah bilang padamu. Aku belum siap menikah saat ini. Apa kau tidak bisa bersabar?”

“Bukan denganmu, tapi dengan orang lain…”

Yuri menelan ludahnya. Ia melepaskan tangannya dari tangan Minho.

“Apa maksudmu?”

“Sebelum meninggal kakek mengatakan padaku kalau ia pernah berjanji dengan temannya akan menjodohkan aku dengan cucu temannya. Kemarin kakek itu datang ke rumah dan membicarakan hal ini dengan ayah dan ibu,” jelas Minho sambil terus menatap dalam mata Yuri.

“Dan kau setuju?”

“Aku tidak mungkin menolak. Ini permintaan terakhir kakek padaku. Kau tahu kan, aku sangat dekat dengan kakek sewaktu beliau masih hidup.”

“Tap… tapi…”

Minho meraih tangan Yuri lagi.

“Aku tidak akan mengecewakanmu. Asal kau mau menunggu, aku akan menyelesaikan masalah ini lalu kembali padamu. Kau percaya kan?”

Yuri menarik paksa tangannya.

“Aku mencintaimu dengan sepenuh hati dan ini balasanmu? Kau pernah menyuruhku untuk tidak mengecawakanmu, tapi kini kau yang mengecewakanku. Kau mengkhianati cintaku.”

“Bukan begitu. Aku berjanji akan…”

“Kita putus!” Yuri menatap mata Minho tajam.

“Kurasa tak ada gunanya lagi kita meneruskan hubungan kita. Toh, kau juga akan segera menikah…” sambungnya.

“Yuri, jangan seperti ini! Dengarkan aku dulu…”

“Lepaskan aku…” Yuri menarik tangannya yang ditahan Minho.

Ia lalu berjalan keluar kafe tanpa menoleh sedikit pun pada Minho.

Minho menghela napas, lalu meneguk tehnya lagi hingga habis.

*****

Suasana hening.

Min Ah, Kim San, dan Kim Myungsuk kaget mendengar jawaban Jin Ri.

“KAU INI…!!!” Kim Myungsuk berdiri dan bersiap untuk menampar Jin Ri.

Jin Ri menutup matanya erat-erat. Min Ah memeluknya. Kim San berdiri hendak menenangkan ayahnya.

“Arrggghhh…”

BRUK!

“Ayah!”

Jin Ri membuka matanya, lalu didapatinya Kim Myungsuk ambruk.

“Sepertinya penyakit jantung ayah kambuh. Cepat hubungi ambulance!” Kim San memberi perintah.

Dengan sigap, Min Ah berdiri lalu menelepon ambulance.

Tangan Jin Ri gemetaran. Ia tidak tahu kalau perkataannya akan membuat penyakit jantung kakeknya kambuh.

“Jin Ri, untuk apa kau duduk di situ? Cepat bangunkan Ki Bum!” perintah ayahnya lagi.

Jin Ri mengangguk. Ia lalu berlari menaiki tangga dan masuk ke dalam kamar Ki Bum tanpa mengetuk terlebih dahulu.

“Hei… hei… kau? Apa yang kau lakukan? Aku sedang berpakaian…” Ki Bum kaget karena Jin Ri masuk begitu saja.

Mata Jin Ri berair.

“Kenapa menangis?”

“Kak… kakek…” suara Jin Ri serak.

“Ka… kakek kenapa? Ada apa dengan kakek?” Ki Bum mulai khawatir.

“Sakit jantungnya kumat. Semua gara-gara aku…”

Ki Bum terdiam. Ia segera memakai baju kaos yang dipegangnya sewaktu Jin Ri memasuki kamar. Ia dengan cepat keluar dari kamarnya dan meninggalkan Jin Ri sendirian.

Jin Ri terduduk. Sungguh, ia sangat takut. Air matanya mengalir begitu saja. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Kim Myungsuk.

*****

“Kau sungguh-sungguh akan pergi menemui Kim San sendiri? Aku tak perlu ikut?” Tae Jinah bertanya pada suaminya.

“Mm. Kau tak perlu ikut.”

“Baiklah. Hati-hati…”

Choi Hyunmoo mencium kening istrinya lalu memasuki mobil.

Ini adalah kali pertama Choi Hyunmoo datang menemui Kim San secara pribadi. Selama ini mereka berdua hanya dipertemukan dalam pertemuan besar untuk membahas pemenangan proyek. Perusahaannya dan perusahaan Kim San adalah 2 perusahaan besar di Seoul yang selalu bersaing untuk memenangkan proyek. Itulah mengapa hubungan kedua perusahaan tersebut tidak begitu baik.

Choi Hyunmoo turun dari mobilnya. Ia memasuki perusahaan Kim San.

“Aku Choi Hyunmoo, direktur Choi Moo Group. Apa Direktur Kim San sudah datang?” tanya Choi Hyunmoo pada sekertaris Kim San.

“Apa Anda telah membuat janji?”

“Ah, tidak. Hanya aku memiliki beberapa urusan penting yang mesti kubicarakan dengannya.”

“Maaf, Pak. Pak direktur tidak masuk hari ini. Semua pertemuannya juga dibatalkan hari ini.”

“Kalau aku boleh tahu, ke mana dia pergi?”

“Ayah pak direktur sedang dirawat di rumah sakit. Jadi beliau tidak dapat datang hari ini.”

“Oh, baiklah. Tolong beri tahu beliau bahwa aku datang menemuinya. Ada hal penting yang ingin kubicarakan dengannya.”

“Baik, Pak.”

“Terima kasih.”

*****

“Kau sebaiknya tidak usah ikut,” kata Min Ah sambil membelai sayang rambut Jin Ri.

“Tapi aku ingin melihat keadaan kakek, Bu…” Jin Ri merengek.

“Kondisi kakek masih buruk. Ia masih sangat marah padamu. Walaupun sudah sadar, belum tentu kakek mau menemuimu. Lebih baik tunggu kondisi kakek sampai membaik. Ayah dan ibu akan menenangkan kakek. Setelah itu kau belum bertemu dengannya. Kau mengerti?”

Jin Ri mengangguk pelan. Bulir-bulir air mata masih membasahi pipinya.

“Kau jangan terlalu bersedih. Bukan salahmu karena kau menolak perjodohan ini. Itu adalah hakmu. Kami juga kurang setuju dengan tindakan ayah…” Kim San ikut menenangkan Jin Ri.

“Kami pergi dulu, sayang. Hati-hati di rumah,” Min Ah mengecup kening Jin Ri.

Kim San dan Min Ah ikut bersama kakek menaiki mobil ambulance, sedang Ki Bum mengendarai mobilnya.

Jin Ri masuk ke dalam rumah. Air matanya terus saja mengalir. Ia terus menyesali kebodohannya. Ia seharusnya tahu kalau kakekknya mengidap penyakit jantung.

Kepala Jin Ri pusing. Ia terduduk. Dunia serasa berputar dalam pandangannya. Ia masih terus menangis.

Tok.. tok.. tok..

Jin Ri berusaha bangkit dan membuka pintu.

Dilihatnya seorang lelaki berdiri di depan pintu. Ia tak dapat mengenali wajahnya. Semua terlihat berputar dan samar.

“Kau… baik-baik saja?” tanya orang itu khawatir melihat keadaan Jin Ri.

Pandangan Jin Ri tiba-tiba berubah menjadi gelap.

BRUK!

Jin Ri ambruk.

To be continued


Author’s NOTE:

Hai hai.. aduh, capek tenan nih ketikan dikebutin. Gimana ceritanya? Di part ini sengaja ceritanya pada tegang semua. Saya yang ngetik lehernya jadi ikutan tegang juga…

Ayo tebak… siapakah lelaki yang datang ke rumah Jin Ri saat Jin Ri hampir pingsan? Kekeke… pasti sudah pada tahu nih.. ya sudah gak usah panjang-panglah lah ya kata sambutannya. Jari-jariku udah pada pegal ngetik dari matahari masih tidur sampai sudah mandi kayak gini. Tetap diikutin ya ceritanya. Dijamin bagus dan seru deh… *plak, maksa amet…

Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^

:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::

3 comments:

Unknown mengatakan...

bagus ka :) kapan lanjutannya ka? :D

Nur Fadhilah mengatakan...

Gomawo :)
Insya Allah secepatnya. Lagi dlm proses pengetikan, hehe..

ivone mengatakan...

Jinri mau ​ɪ̣̝̇ÿ̲̣̣̣̥Ω̶̣̣̥̇̊ , minho jg mau, nanti jg suka ko

Posting Komentar

 

Dhilah siBluuu Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review