Sabtu, 05 Mei 2012

HELLO TO MY JI EUN [PART 2]

Posted by Nur Fadhilah at 12:20:00 AM

Author : Nur Fadhilah
Genre : Romance, friendship, comedy (a little bit)
Rating : PG-13
Length : Multi-chapter
Casts : Lee Ji Eun (IU), Lee Taemin (SHINee), Kim Jonghyun (SHINee), Song Jieun (Secret) Hyorin (Sistar), Sandara Park (2NE1)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fanfiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)

Baca PROLOG & PART 1 dulu ne...


Previous Part:
“Apa bus kalian sudah datang?” tanyanya sambil tersenyum. “Kalau belum, tawaranku yang tadi masih berlaku. Itu pun jika teman kalian, Ji Eun-ssi, tidak keberatan.”


*****

“Hah? Dari mana kau tahu namaku?” tanya Ji Eun yang kaget mendengar namanya disebut.

“Itu tidak penting dari mana aku tahu. Sekarang yang terpenting, kalian mau tidak aku antar?” balas Taemin.

“Kau tidak dengar jawabanku tadi. Sekali tidak, ya tidak!” jawab Ji Eun ketus.

“Ji Eun-ah, kau jangan memikirkan dirimu sendiri. Mungkin jika kau tidak mengikuti pelajaran Jonghyun Songsaengnim tidak apa-apa. Kau kan pintar. Tapi kami? Otak kami kan standar…” ucap Dara yang juga sudah mulai kesal dengan sikap kekanak-kanakan Ji Eun.

“Dara ada benarnya juga, Ji Eun-ah. Apa kau mau dipanggil ke ruangan Jonghyun Songsaengnim karena dua kali tidak menghadiri kelasnya?” akhirnya Hyorin angkat bicara. Hyorin tahu, Ji Eun pasti akan mendengar nasihatnya.

“Aish, gure, gure! Aku kalah! Kalian naiklah bersama namja itu!” ucap Ji Eun sedikit kesal karena Hyorin berhasil melunakkan hatinya.

“Jinjja? Hahaha, horeee!! Kajja, kajja!” ungkap Dara senang sambil melompat-lompat.

Melihat pemandangan itu, Taemin hanya bisa tertawa kecil. Lalu membukakan pintu depan untuk Ji Eun.

“Aku tak mau duduk di sampingmu. Dara-ah, duduklah di depan!”

“Jinjja yo? Gu… hmpphhh!!!” tiba-tiba mulut Dara ditutup oleh Song agar tidak melanjutkan perkataannya.

“Ji Eun-ah, tadi Dara bilang, dia mau duduk bersama kami di belakang. Kau duduk saja di depan!” kata Song yang masih mendekap mulut Dara dan memaksa Dara untuk duduk di kursi belakang.

“Shiro! Aku mau duduk di belakang juga.”

“Ji Eun-ah, sudah sempit…” kata Hyorin yang sudah masuk ke dalam mobil dan menutup pintunya.

“Aish…! Kalian ini…” umpat Ji Eun.

Dia lalu berbalik menghadap Taemin. Terlihat namja itu masih berdiri di posisinya sambil memegang pintu mobilnya dan segera mengisyaratkan Ji Eun untuk naik. Tak ada pilihan lain. Ji Eun terpaksa mengikuti ajakan itu dan naik ke mobil. Taemin lalu tersenyum dan menutup pintu. Lalu berlari kecil memutari depan mobil dan naik ke mobil juga. Ia pun duduk dan mengenakan sabuk pengaman.

“Mau berkenalan?” tanyanya pada Ji Eun memecah keheningan sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Ji Eun hanya melirik dengan ekor matanya.

“Hyorin-ah!” panggil Ji Eun.

“Ie?”

“Pukul berapa sekarang?”

“Oh,” Hyorin lalu melirik jam tangan Song yang berada di sampingnya. “Pukul 08.50…”

“Kau dengar itu? Ini bukan waktunya untuk berkenalan. Apa kau memang berniat mengantar kami?” kata Ji Eun sedikit meledek.

Taemin yang salah tingkah hanya tersenyum lalu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal menggunakan tangann yang tadi dia ulurkan untuk bersalaman. Lalu berbalik ke kursi belakang.

“Perkenalkan! Nae-ga Taeminyeyo, Lee Taemin.”

“Aigooya! Kenapa nama depan kalian bisa sama? Nama depan Ji Eun juga Lee,” sergah Song.

“Song-ah, itu hanya kebetulan,” sangkal Ji Eun cepat.

“Jamkanman! Jangan-jangan, kau anak Nyonya Lee ya? Yang baru pulang dari London beberapa hari yang lalu?” tanya Dara penasaran.

“Ie…” jawab Taemin singkat.

“Omo! Ah! Nae-ga Darayeyo, Sandara Park,” ucap Dara cepat sebelum didahului oleh teman-temannya yang lain. Tak lupa, ia juga mengulurkan tangannya agar bisa bersalaman dengan Taemin. Taemin pun menyambut tangan Dara.

“Nae-ga Songyeyo, Song Jieun. Namaku memang hampir sama dengan Ji Eun.”

“Nae-ga Hyorinyeyo,” ucap Hyorin yang sekaligus menutup pembicaraan mereka saat itu.

Taemin hanya tersenyum. Senyum yang dapat membuat Dara meleleh. Ia pun menghadap kemudi dan menyalakan mobil. Mobil Honda CRZ itupun melaju kencang.

Tak cukup 5 menit, mobil itu kini sudah menepi di depan Seoul National University. Ji Eun dan ketiga temannya turun dari mobil. Taemin lalu menurunkan jendela bagian depan.

“Kamsahamnida!” ucap Hyorin, Song, dan Dara bersamaan, segera setelah turun dari mobil Taemin.

Hyorin lalu menyikut lengan Ji Eun yang tidak ikut mengucapkan terima kasih bersama mereka.

“Ji Eun-ah…” bisik Hyorin.

Ji Eun lalu melirik Hyorin seakan-akan menanyakan 'ada apa?'. Hyorin lalu memberi isyarat agar Ji Eun mengucapkan terima kasih.

“Oh, kamsahamnida!” ucap Ji Eun akhirnya walaupun tidak dengan wajah yang tulus.

“Ne…, oh, Ji Eun-ssi! Tanganmu, gwenchana?” tanya Taemin.

“Ne, gwenchana. Sekali lagi kamsahmnida…” jawab Ji Eun.

“Gure. Haikke. Annyeong kyeseyo!” kata Taemin sambil berlalu.

“Annyeong!!” balas yeoja-yeoja itu, kecuali Ji Eun, sambil melambaikan tangan.

Taemin hanya menyaksikannya dari kaca spion. Matanya tertuju pada Ji Eun sambil tersenyum tipis.

“Lee Ji Eun,” ucapnya samar.

*****

Tok tok tok…

“Ji Eun-ah…!!” panggil ketiga sahabat Ji Eun dari luar kamarnya.

Ji Eun yang sedang menonton tv, terpaksa melangkahkan kaki mungilnya menuju pintu, walaupun malas rasanya.

“Hwe?”

”Kami membawa film baru. Aku baru meminjamnya tadi. Dijamin, kau pasti suka,” kata Song.

“Memangnya film apa?” Tanya Ji Eun penasaran.

“Tadaaa!! A Thousand Words. Film baru lho!!”

“Wah!” Ji Eun lalu merampas kaset itu. “Eddie Murphy,” lalu berbalik masuk ke kamarnya sambil membaca sinopsis cerita yang tertera di belakang tempat kaset. “Kajja, masuk!” ajaknya pada teman-temannya.

Setiap akhir pekan, Song selalu meminjam kaset di tempat penyewaan kaset langganannya untuk ditonton bersama teman-temannya. Berhubung di antara mereka berempat hanya Ji Eun yang memiliki VCD/DVD Player, maka kamar Ji Eun yang selalu digunakan untuk menghabiskan akhir pekan mereka.

“Seperti biasa, mari kita suit untuk menetukan siapa yang akan pergi membeli camilan untuk nonton,” Hyorin membuka pembicaraan.

“Ok!” ucap ketiga sahabatnya.

“Hana, dul, set…”

“Ji Eun-ah, kau kalah!”

“Hah! Selalu seperti ini tiap akhir bulan. Kalian pasti sudah bekerja sama lagi kan agar aku yang kalah dan membelikan kalian camilan?? Aish… seharusnya aku sudah tahu dan tidak membawa kalian masuk ke kamarku,” kata Ji Eun kesal mengetahui persekongkolan sahabat-sahabatnya.

“Kekeke… Tapi Ji Eun-ah, kau harus sportif! Kau kan jelas-jelas sudah kalah…” ucap Dara.

“Gure, gure! Aku akan pergi membeli camilan. Ingat, kalian jangan berbuat onar di kamarku! Arasseo??” kata Ji Eun member penekanan.

“Arasseo!!” jawab ketiga sahabatnya.

Ji Eun lalu bergegas ke supermarket setelah mengambil pink coatnya. Udara sangat dingin ketika malam tiba. Saat itu pukul 08.00 malam. Ji Eun memilih untuk mengambil jalan memutar karena lebih terang dan ramai. Dibanding jalan kompas yang lebih gelap dan sepi. Ia jadi teringat cerita seniornya yang hampir diperkosa oleh namja-namja mabuk ketika melewati lorong itu. Semenjak saat itu, yeoja-yeoja di apartemen tempat tinggalnya tidak pernah melewati jalan itu lagi ketika hari sudah gelap. Nyonya Bom juga sudah memperingatkan mereka.

Langkah Ji Eun terhenti sebentar ketika melewati rumah keluarga Lee. Dilihatnya mobil Honda CRZ putih yang terparkir di depan rumah megah tersebut.

“Mau berkenalan?”

“Perkenalkan! Nae-ga Taeminyeyo, Lee Taemin.”


Teringat kembali kata-kata Taemin sewaktu mengantarnya dan ketiga sahabatnya ke kampus.

“Jadi, namanya Lee Taemin…” ucapnya masih memandangi mobil itu. “Aish… apa yang aku lakukan di sini??” ucap Ji Eun setelah sadar dari lamunannya. Ia lalu memasukkan tangannya ke dalam kantung coatnya. Pertanda udara malam yang semakin dingin.

*****

Popcorn, wafer, coklat, biskuit, keripik, minuman…” kata Ji Eun sambil menunjuk-nunjuk belanjaannya yang ada di keranjang. “Gure! Semua sudah. Tinggal membayarnya.”

Ji Eun lalu berjalan menuju kasir. Terlihat seorang namja yang sedang membayar belanjaannya.

“Ah, Jonghyun Songsaengnim! Annyeong haseyo!” ucap Ji Eun refleks setelah menyadari namja yang berada di depannya adalah Jonghyun Songsaengnim.

“Eh, Lee Ji Eun-ah. Annyeong haseyo!” balasnya. “Apa yang kau lakukan malam-malam begini? Di mana teman-temanmu?” tanyanya sembari mencari-cari keberadaan tiga sahabat Ji Eun.

“Malam ini kami akan menonton film. Aku bertugas membeli camilan. Berhubung supermarket ini yang terdekat dengan apartemenku, maka aku membeli camilan di sini,” jelas Ji Eun. “Songsaengnim sendiri?”

“Aku baru pulang dari gym. Tapi tiba-tiba merasa haus, jadi aku mampir untuk membeli minuman.”

“Oh…”

Ji Eun lalu memberikan belanjaannya kepada kasir. Baru Ji Eun akan mengeluarkan dompetnya, tapi ditahan oleh Jonghyun Songsaengnim.

“Biar aku yang bayar,” katanya.

“Hah? Andwe, Songsaengnim. Biar aku saja,” cegah Ji Eun.

“Gwenchana. Anggap saja aku mentraktirmu dan ketiga temanmu,” ucapnya seraya memberikan selembar uang 10.000 won kepada kasir.

“Kamsahamnida, Songsaengnim!” ucap Ji Eun setengah membungkuk.

“Ah, gwenchana. Tak usah sungkan.”

Merekan pun berjalan beriringan keluar dari supermarket.

“Kau naik apa?” tanya Jonghyun Songsaengnim memecah keheningan.

“Ah, jalan kaki,” jawab Ji Eun.

“Oh, biar aku antar!”

“Ah, gwenchana! Apartemenku tidak terlalu jauh.”

“Lee Ji Eun-ssi, apa kata orang kalau melihatku membiarkan seorang yeoja jalan sendirian malam-malam begini? Sebaiknya biar kuantar. Aku juga sudah mau pulang,” kata Jonghyun Songsaengnim meyakinkan Ji Eun.

“Emm, gure,” jawab Ji Eun setelah berpikir beberapa saat, lalu naik ke mobil Jonghyun Songsaengnim.

“Di mana apartemenmu?” tanya Jonghyun Songsaengnim setelah menyalakan mesin mobil.

“Lurus saja, lalu belok kiri di pertigaan,” jelas Ji Eun.

Mobil Ford Focus ST itu lalu melaju kencang di hiruk-pikuk malam.

“Di sini?” tanya Jonghyun Songsaengnim setelah menepikan mobilnya di depan sebuah bangunan yang bertuliskan Donghook Apartment.

“Ne, Songsaengnim!” jawab Ji Eun lalu turun dari mobil tersebut. “Kamsahamnida!”

“Ne. Haikke…”

Ji Eun pun menatap kepergian mobil itu hingga menghilang di belokan jalan. Setelah itu, ia masuk ke dalam apartemennya. Ji Eun tidak menyadari. Ada sepasang mata yang sedari tadi mengawasinya dari jauh. Taemin memicingkan matanya. Berharap orang yang mengantar Ji Eun akan keluar dari mobilnya agar dia bisa melihat siapa orang tersebut. Tapi sia-sia. Hanya Ji Eun yang turun dari mobil.

“Sepertinya seorang namja…” lirihnya.

*****

Tok tok…

“Nuguseyo?” teriak Hyorin dari dalam kamarnya.

“Ji Eunyeyo...”

“Oh, jamkanman!” Hyorinlalu menghentikan aktivitas bersih-bersihnya lalu membuka pintu apartemennya. “Hwe, Ji Eun-ah?”

“Aku mau pergi jalan-jalan sambil mencari inspirasi untuk laguku. Kau tahukan, lagu yang pernah kutulis hilang akibat kejadian beberapa hari yang lalu. Pabo, aku tak menyimpan duplikatnya. Jadi semua hilang begitu saja. Aku harus menyetornya secepat mungkin pada Jonghyun Songsaengnim. Aku mengetuk kamar Song dan Dara tapi sepertinya mereka belum bangun. Jadi aku pamit padamu saja. Aku mungkin akan pulang sore,” jelas Ji Eun panjang lebar.

“Oh, ne. Hati-hati di jalan. Jangan sampai kau tertabrak lagi. Hahaha…” tawa Hyorin meledek.

“Aish… jinjja! Kau tak ada bedanya dengan Song dan Dara. Bahagia sekali jika menggangguku.”

“Hahaha, mian, mian… Kau pergilah ne, tulis lagu yang bagus!”

“Haikke!”

*****

Tok tok tok…

“Nuguseyo?” tak ada jawaban.

Tok tok…

“Nuguseyo?” tetap tak ada jawaban.

“Aish…” kesalnya.

Taemin yang kesal akhirnya bangun dari tidur di hari Minggunya dan dengan malas berjalan menuju pintu.

Saengil chukkahamnida, saengil chukkahamnida, saranghano Lee Taemin, saengil chukkahamnida…” tiba-tiba Tuan dan Nyonya Lee muncul dari balik pintu menyanyikan lagu saengil chukkahamnida sambil membawa sebuah kue ulang tahun berlapis coklat kesukaan Taemin.

“Aigoo! Ommoni, Aboji, kamsahamnida!” ucap Taemin senang sambil memeluk dan mencium pipi kedua orang tuanya itu. “Aku sendiri lupa kalau hari ini adalah ulang tahunku.”

“Aigoo! Umurmu baru genap 22 tahun, tapi kau sudah pelupa,” canda Tuan Lee.

“Hahaha…” canda Tuan Lee disambut tawa renyah Nyonya Lee dan Taemin.

“Taemin-ah, bagaimana kalau kita merayakan ulang tahunmu? Kau kan sudah 3 tahun tak merayakan ulang tahunmu bersamaku,” bujuk Nyonya Lee.

“Aniyo, ommoni. Aku ini sudah bukan remaja berusia belasan tahun yang setiap ulang tahunnya harus dirayakan,” tolak Taemin.

“Ya! Maksudku bukan begitu. Kita cukup merayakan bertiga. Mumpung ini hari Minggu. Kajja, kita piknik di Bukhansan National Park. Kita sudah lama sekali tidak piknik bertiga. Otte?” ajak Nyonya Lee.

“Apakah ommoni akan mengajakku hiking?” tanya Taemin kaget mendengar Nyonya Lee akan mengajaknya dan Tuan Lee piknik di Bukhansan National Park. Setahunya, tempat itu terkenal dengan mountain land typenya, sehingga banyak wisatawan dalam dan luar Seoul datang ke sana untuk hiking.

“Gwenchana. Bukhansan saat ini juga sering digunakan sebagai tempat piknik keluarga,” Tuan Lee mengklarifikasi pernyataan istrinya.

“Oh, gure. Sepertinya itu ide menarik,” kata Taemin tersenyum senang.

“Gure. Kalau begitu, ommoni akan menyiapkan bekal piknik. Kau mandilah, bersiap, dan turun untuk sarapan. Kami akan menunggumu,” kata Nyonya Lee lagi.

“Ne, ommoni…” balas Taemin.

*****

Nee gin saeng.meori nan hwanghol.hae
Nal seuchyeogal ddae ajjil.han geol nan
Geureol ddaemada nan nee yeppeun eereumeul
Bulleobogo shipeo eereok.hae
.
.
.
(I’m entranced by your long, straight hair
I feel dizzy when you pass me by
Whenever that happens
I want to call out your pretty name
Like this)

_SHINee-Your Name_



Ji Eun tampak menikmati alunan lagu lewat MP3 Playernya dalam bus menuju Gyeonggi-do, tempat Bukhansan National Park berada. Dia berencana hiking hingga mencapai Sungai Han, duduk di tepi sungai, dan menulis lagu. Dia tersenyum tipis ketika mendengar lagu itu. Dia berharap, suatu hari nanti dia akan bertemu dengan namja seperi dalam lagu ini. Mencintainya dengan tulus. Perlahan, mata Ji Eun mulai tertutup dan terbang ke dunia mimpi.

*****

“Omo! Ommoni, Aboji, kenapa kalian berpakaian seperti itu?” ucap Taemin kaget melihat Tuan dan Nyonya Lee sudah berpakaian ala pemanjat tebing profesional. Jaket, training, sarung tangan, kupluk, dan sepatu olahraga.

“Taemin-ah, kami berubah pikiran. Selain pikinik, kami juga mau hiking,” jawab Tuan Lee.

“Tapi.. tapi.., otte? Apa ommoni dan aboji kuat?” ucap Taemin khawatir.

“Tentu kami masih kuat. Ommoni dan aboji memang sudah tua, tapi kami masih kuat untuk hiking,” ucap Nyonya Lee.

“Gure. Jamkanman, aku akan berganti pakaian,” ucap Taemin berlalu meskipun masih sedikit khawatir.

*****

“Hah, hah, hah!!” terdengar Nyonya dan Tuan Lee yang sesak napas karena sudah tak kuat mendaki.

“Taemin-ah! Jamkanman! Aboji sudah tak kuat mendaki lagi,” teriak Tuan Lee pada Taemin yang sudah jauh meninggalkannya dan Nyonya Lee.

“Ommoni juga sudah tak kuat, Taemin-ah! Hosh… hosh…” ucap Nyonya Lee menimpali teriakan suaminya.

“Kajja, ommoni, aboji! Sedikit lagi kita sampai. Kita bisa melihat pemandangan seluruh Seoul dari atas puncak,” teriak Taemin jauh di depan kedua orang tuanya.

“Ommoni benar-benar sudah tak kuat, Taemin-ah!” ucap Nyonya Lee setengah berteriak.

Nyonya dan Tuan Lee masih tetap melanjutkan pendakian mereka walaupun dengan langkah yang tertatih-tatih. Namun tiba-tiba Nyonya Lee terjatuh karena kakinya sudah tak kuat menopang berat tubuhnya. Sementara Taemin masih asyik mendaki jauh dari orang tuanya.

“Aaaahhh!!” lirih Nyonya Lee.

“Chaeyeong-ah!” ucap Tuan Lee kaget. “Gwenchana?”

“Omo! Kakikuh. Hosh.. hosh.. Kakikuh, hosh.. sakith sekalih, hosh.. hosh..” jawab Nyonya Lee tersengal-sengal.

“Sepertinya kakimu terkilir, Chaeyeong-ah…” kata Tuan Lee sembari memeriksa kaki kiri istrinya. Lalu dicarinya Taemin. Tapi sayang, Taemin sudah terlalu jauh untuk dipanggil. Walaupun berteriak, Taemin takkan mendengar teriakan Tuan Lee karena suaranya akan teredam suara arus Sungai Han yang tidak jauh dari tempatnya. Namun, Tuan Lee tetap mencobanya. “Taemin-ah!!!!!” Ia berteriak sekuat tenaga, tapi suaranya dikalahkan suara arus sungai. Tepat seperti dugaannya.

Kepala Ji Eun yang tadinya tertunduk menatap kertas, tiba-tiba tegak setelah mendengar suara itu. Suara itu meneriakkan nama Taemin, orang yang hampir dan telah menabraknya. Lalu dicarinya asal suara itu. Kemudian dilihatnya sepasang suami istri yang sudah tak asing lagi baginya.

“Omo! Itu Tuan dan Nyonya Lee! Apa yang mereka lakukan di sini?” tanyanya sembari membereskan kertas dan pulpennya lalu berdiri dan berlari menghampiri mereka.

“Annyeong haseyo!” sapa Ji Eun ramah.

“Oh, kau?” tunjuk Tuan Lee.

“Chonun Lee Ji Eun-imnida. Aku tinggal di apartment Nyonya Bom di seberang jalan rumah Anda,” jelas Ji Eun seakan mengerti maksud Tuan Lee yang sudah lupa akan dirinya.

“Ah, ne! Aku ingat. Kau sering membawa makanan ke rumah jika mendapat kiriman dari ommonimu.”

“Ie…” jawab Ji Eun tersenyum. Lalu dilihatnya Nyonya Lee yang merintih kesakitan. “Oh, apa yang terjadi dengan Nyonya Lee?”

“Sepertinya kaki kirinya terkilir. Tolong bantu aku membawanya ke sana!” ucap Tuan Lee sambil menunjuk tempat yang tadi diduduki Ji Eun.

“Oh, gure. Kajja!” kata Ji Eun lalu membantu Tuan Lee memapah istrinya ke tempat duduknya tadi.

Setelah duduk, Tuan Lee lalu meluruskan kaki Nyonya Lee dan mengurutnya perlahan. Terdengar rintihan kecil Nyonya Lee. Bingung apa yang harus dilakukannya, Ji Eun lantas memijit-mijit lengan Nyonya Lee.

“Apa sekarang sudah baikan?” tanya Tuan Lee memastikan keadaan istrinya.

“Ne… sakitnya sudah berkurang. Gomawo…” ucap Nyonya Lee lirih. “Gomawo, Ji Eun-ah…”

Ji Eun pun tersenyum ramah.

“Mana Taemin?” tanya Nyonya Lee pada suaminya.

Tiba-tiba Taemin muncul dan berlari ke arah orang tuanya. Sebelumnya, ia sempat panik mencari keberadaan orang tuanya dan akhirnya memutuskan untuk kembali menuruni gunung.

“Ommoni, Aboji!” panggil Taemin.

Nyonya dan Tuan Lee serta Ji Eun segera melihat ke asal suara. Taemin yang tadinya berlari, tiba-tiba berhenti melihat keberadaan Ji Eun di antara orang tuanya.

“Kau?” tunjuk Taemin.

“Ya! Kau ke mana saja? Untung ada Ji Eun yang membantuku memapah ommonimu ke sini,” ucap Tuan Lee sedikit kesal.

“Jwesonghamnida, Aboji, Ommoni. Aku sudah sangat lama tidak ke tempat ini, jadi aku sangat menikmati pemandangannya, sampai-sampai melupakan aboji dan ommoni,” jelas Taemin. “Kamsahamnida, Ji… Eun…-ssi! ucap Taemin ragu.

Tak disangka, Ji Eun lalu tersenyum manis pada Taemin.

“Ne, gwenchana!”

Mata Taemin membulat. Senyum tadi benar-benar ditujukan untuk dirinya. Ia belum pernah melihat Ji Eun tersenyum padanya semenjak pertama kali bertemu. Yang diingatnya hanyalah wajah Ji Eun yang marah dan kesal padanya. Taemin menjadi sedikit salah tingkah. Lalu menghampiri ommoninya.

“Gwenchana?”

“Ne…” jawab ommoninya lirih. “Mianhae Taemin-ah. Gara-gara aku, kita tidak jadi piknik di puncak gunung.”

“Gwenchana, ommoni. Kesehatan ommoni lebih penting. Kita piknik di sini saja. Di samping Sungai Han juga bagus, tak kalah indah dengan pemandangan di atas,” kata Taemin menghibur Nyonya Lee.

“Gure. Sekarang bantu aboji menyiapkan segala sesuatunya. Biarkan ommonimu istirahat,” kata Tuan Lee.

“Ji Eun-ah, kau ikutlah piknik bersama kami!” kata Nyonya Lee.

“Ta, tapi…”

“Tak boleh menolak, kali ini aku memaksa!” timpal Nyonya Lee.

“Gu, gure…” ucap Ji Eun seraya tersenyum. “Err, aku akan membantu Tuan Lee menyiapkan perlengkapan.”

“Ne…” kata Nyonya Lee mengiyakan.

Ji Eun pun membantu menggelar tikar, menata bekal, dan menuangkan minuman. Sementara Tuan Lee dan Taemin menyalakan api unggun. Walaupun masih pagi, tapi udara di pegunungan sangatlah dingin. Sesekali, Taemin melihat Ji Eun, mengawasi setiap gerak-geriknya. Setelah semua siap, Ji Eun pun membantu Nyonya Lee berjalan menuju tempat digelarnya tikar. Mereka lalu duduk melingkar. Taemin dan Ji Eun duduk berdampingan.

“Oh, apa kalian sudah saling mengenal?” tanya Nyonya Lee memecah keheningan saat itu.

“Ne, ommoni. Kami sudah beberapa kali bertemu. Tapi…” Taemin lalu melirik Ji Eun.

“Tapi apa?” tanya Tuan Lee penasaran.

“Tapi… kami belum sempat berkenalan secara resmi,” ujar Taemin sambil melemparkan tawa nakal pada Ji Eun.

Ji Eun yang merasa dirinya sedang dikerjai oleh Taemin menjadi salah tingkah. Tiba-tiba, Taemin mengulurkan tangannya pada Ji Eun.

“Nae-ga Lee Taeminyeyo. Kau?” ucapnya masih dengan senyum nakalnya.

Mau tak mau, Ji Eun menyambut uluran tangan Taemin dengan sedikit terpaksa.

“Nae, nae-ga Lee Ji Eunyeyo,” ucap Ji Eun sedkit malu.

Nyonya dan Tuan Lee hanya tersenyum melihat Taemin dan Ji Eun. Mereka seakan-akan paham pada sorot mata Taemin.

“Ji Eun-ah, ajaklah Taemin berkeliling di sekitar sini. Taemin sudah bertahun-tahun tidak mengunjungi tempat ini. Tempat ini sudah banyak berubah…” pinta Nyonya Lee.

“Hah? Ah, ne…” kata Ji Eun mengiyakan.

Mendengar hal tersebut, Taemin lalu berdiri dan merapikan pakaiannya. “Kajja!”

Ji Eun pun memandang Taemin dengan sedikit malas dan akhirnya berdiri juga. Setelah pamit pada Tuan dan Nyonya Lee, mereka pun pergi.

Ji Eun mengajak Taemin menyusuri Sungai Han. Ji Eun berjalan dengan malas, sebaliknya, Taemin berjalan dengan penuh semangat.

“Taemin-ssi, sebenarnya tujuan utamaku ke sini adalah agar aku bisa menulis lagu. Pengganti lagu-laguku yang terbang terbawa angin sewaktu kau hampir menabrakku tempo hari. Jadi, jika kau mau jalan-jalan, tolong kau lanjutkan sendiri. Aku akan berhenti di sini dan melanjutkan laguku,” jelas Ji Eun.

“Shiro! Kalau kau tidak mau melanjutkan perjalanan, maka aku juga tidak mau. Aku akan menemanimu di sini.”

“Hah, terserah kau saja,” ujar Ji Eun lalu duduk di atas batu tepat di pinggir Sungai Han.

Taemin pun duduk di sampingnya.

“Jadi, kau mahasiswa jurusan musik?”

“Ne…” jawab Ji Eun malas.

“Apa judul lagumu?”

“Molla, aku belum tahu,” jawab Ji Eun tanpa melihat Taemin, karena ia sudah asyik melanjutkan tulisannya.

“Apa lagunya tentang cinta?” tanya Taemin lagi setelah melihat lirik lagu yang ditulis Ji Eun.

“Ne…”

“Apakah kau mendapatkan inspirasimu dari sungai ini?” Taemin menerka-nerka.

“Ne…”

“Bagaimana caranya? Inikan hanya sungai…”

“Ya! Bagaimana aku dapat menyelesaikan laguku kalau kau terus bertanya? Aigoo, kau menghilangkan moodku untuk menulis lagu,” kata Ji Eun sembari membereskan alat tulisnya dan memasukkannya ke dalam tas.

“Mianhae… Aku tidak akan mengganggumu lagi. Sekarang, silakan lanjutkan lagumu!” sesal Taemin.

“Shiro! Moodku sudah hilang!” balas Ji Eun ketus.

“Aigooya, sekarang kau menampakkan wajah marahmu lagi. Padahal beberapa menit yang lalu, kau tersenyum di hadapanku.”

“Aish… sudahlah! Kajja! Kita lanjutkan perjalanan,” ajak Ji Eun yang telah berdiri

“Shiro! Di sini saja. Pemandangan di sini juga indah. Aku menikmatinya,” kata Taemin yang menutup matanya dan tersenyum tulus.

DEG. Jantung Ji Eun tiba-tiba berdegub kencang ketika melihat wajah polos Taemin. Mengapa tiba-tiba namja di depannya itu terlihat… terlihat…

“Aish… apa yang aku pikirkan?” kata Ji Eun tiba-tiba.

“Hwe?” balas Taemin kaget dengan suara Ji Eun.

“Aniyo!” jawab Ji Eun yang telah duduk kembali.

“Kau tahu? Hari ini adalah ulang tahunku,” ucap Taemin.

“Jinjja? Saengil chukkae…” ucap Ji Eun lalu tersenyum tipis.

“Mana hadiahnya?”

“Ya! Aku saja baru tahu kalau hari ini ulang tahunmu. Mana sempat aku membelikanmu hadiah?”

“Kau harus memberiku hadiah sekarang!”

“Otte?” tanya Ji Eun sedikit penasaran. Pikirnya namja ini sudah gila menyuruhnya memberikan hadiah.

“Nyanyikan sebuah lagu untukku!”

“Shiro! Kau bernyanyi saja sendiri!” tolak Ji Eun.

“Kalau tidak mau, aku akan menciummu,” kata Taemin sambil memandang wajah Ji Eun dengan tatapan serius.

“M, mwo?” Ji Eun menjadi gugup.

Taemin mendekatkan wajahnya ke wajah Ji Eun.

“Andwe! Aku akan menyanyikan sebuah lagu,” kata Ji Eun cepat sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya.

Taemin memundurkan wajahnya sambil tersenyum senang.

Sigyel bomyeo soksagineun bimildeul
Ganjeolhan nae mamsok iyagi
Jigeum nae moseubeul hechyeodo joha
Nareul jaechokhamyeon halsurok joha
Nae ireum bulleojwo
.
.
.
(The whispered secrets as I look at the clock
The sincere story in my heart
It’s okay if I am hurt
The more I am pushed, the better
Please call out my name)

_IU-You & I_



*****

Keesokan harinya…

Triit… triit…

Ponsel Ji Eun bergetar.

“Omma?”

“Yoboseyo, omma!” sapa Ji Eun. “Tumben meneleponku.”

“Ji Eun-ah. Minggu depan kau libur kan?”

“Ne… Hwe?”

“Pulanglah ke rumah minggu depan dan menginap di sini beberapa hari.”

“Hah? Memangnya ada apa? Apa omma sakit?” tanya Ji Eun sedikit khawatir. Mengingat ommanya hanya tinggal bersama seorang pelayan yang sudah menemani ommanya bahkan sebelum Ji Eun lahir. Appanya telah lama meninggal dunia.

“Aniyo. Hanya… ada suatu hal yang harus omma bicarakan padamu.”

“Apa tidak bisa bicara lewat telepon saja? Aku sepertinya tidak bisa pulang karena ada beberapa tugas yang harus kuselesaikan.”

“Aigoo, Ji Eun-ah! Apa kau tidak rindu dengan omma? Sudah lama sekali kau tidak pulang. Lagi pula kau bisa mengerjakan tugasmu di sini.”

“Hah… baiklah omma. Aku akan pulang minggu depan,” ucap Ji Eun akhirnya.

“Bagus. Nanti omma akan mengirim supir untuk menjemputmu.”

“Ne, omma.”

Tiit. Telepon ditutup.

*****

“Ji Eun-ah, memangnya berapa lama kau akan pergi?” tanya Dara sedih.

“Molla,” jawab Ji Eun singkat.

“Cepatlah kembali Ji Eun-ah, kami akan merindukanmu…” ucap Song yang juga sedih.

“Ya! Kenapa kalian bersedih? Aku pasti akan segera kembali ketika urusanku sudah selesai.”

“Memangnya ommamu tak memberitahumu urusan apa itu?” kali ini giliran Hyorin yang bertanya.

“Aniyo. Dia tidak mengatakan apa-apa.”

Setelah berpelukan dengan ketiga sahabatnya, Ji Eun pun menaiki mobil yang dikirim khusus untuk menjemputnya. Maybach 62 keluaran terbaru.

“Annyeong!!!” ucap Ji Eun sambil melambaikan tangan ketika mobilnya mulai berjalan meninggalkan ketiga sahabatnya.

Ketiga sahabatnya balas melambaikan tangan. Ketika mobil Ji Eun sudah hilang di belokan jalan, mereka kembali masuk ke apartment.

“Sepertinya dia akan pergi lama. Tapi ke mana?” tanya Taemin pada dirinya ketika melihat perpisahan Ji Eun dan sahabat-sahabatnya dari balkon kamarnya.

*****

“Omma!!” teriak Ji Eun ketika memasuki rumahnya, berjalan cepat sambil mencari-cari keberadan ommanya.

“Ji Eun-ah!” terdengar suara seorang perempuan memanggil nama Ji Eun.

Ji Eun mendongak ke lantai dua. Ternyata ommanya di sana. Dengan cepat, Ji Eun berlari menaiki tangga dan langsung memeluk ommanya melepas rindu ketika ia sudah berada di depan ommanya.

“Omma… aku merindukanmu!!”

“Omma juga merindukanmu, sayang…”

“Omma, ada apa tiba-tiba menyuruhku pulang?” tanya Ji Eun sembari melepaskan pelukannya.

“Ada yang ingin omma bicarakan denganmu. Duduklah!” kata Nyonya Lee menyuruh anak semata wayangnya duduk (omma Ji Eun juga adalah Nyonya Lee, karena almarhum suaminya memiliki nama depan Lee).

“Ji Eun-ah…”

Ji Eun tampak serius mendengarkan ommanya.

“Umurmu sudah 20 tahun. Sebentar lagi kau akan lulus dari universitas. Kau tahukan, kalau omma sudah tua? Omma juga sering sakit. Omma tidak tahu kapan akan menyusul appamu…”

Nyonya Lee berhenti sejenak, mengambil napas panjang.

“Omma tidak akan pernah bisa tenang jika meninggalkanmu sendiri. Maka dari itu, omma berencana menjodohkanmu dengan anak teman omma…”

Ji Eun yang sedari tadi mendengarkan ommanya dengan serius, terlihat kaget mendengar kalimat terakhir ommanya. Dia akan dijodohkan.

“Apa maksud omma aku akan dijodohkan?” suara Ji Eun mulai meninggi.

“Ini baru rencana, Ji Eun-ah. Kau lihat dulu, kalau kau tidak suka, kau boleh menolaknya. Omma tidak akan memaksamu.”
“Tapi omma, aku masih kuliah…”

“Kalian baru akan bertunangan, itu pun jika kau suka.”

Ji Eun terlihat lemas mendengar perkataan ommanya.

“Dia namja yang tampan, baik, pintar, juga mapan. Omma sudah beberapa kali bertemu dengannya. Dia lulusan luar negeri, salah satu universitas di London,” jelas ommanya.

Melihat ekspresi wajah Ji Eun yang tidak senang dengan berita ini, Nyonya Lee menjadi sedikit merasa bersalah dengan keputusannya.

“Kau boleh menolaknya jika kau merasa tidak suka. Tapi, setelah kau bertemu dengannya. Besok, dia dan appanya akan datang ke sini untuk bertemu denganmu.”

Ji Eun diam saja menanggapi perkataan ommanya. Setelah meminta izin pada ommanya, dia pun berjalan memasuki kamarnya untuk beristirahat yang juga terletak di lantai 2.

“Pikirkanlah baik-baik, Ji Eun-ah!” ujar ommanya ketika Ji Eun akan memasuki kamarnya.

Ji Eun hanya mengangguk pelan tanpa memandang wajah ommanya.

*****

“Aigoo, kenapa cepat sekali datangnya? Padahal aku masih belum selesai bersiap-siap,” kata Nyonya Lee (omma Ji Eun) ramah menyambut tamunya.

“Hah, kau tidak perlu repot. Memangnya aku tamu seperti apa? Kita kan teman lama. Hahaha…” kata Tuan Shin sembari tertawa.

“Annyeong haseyo!!” sapa seorang namja yang berjalan di belakang abojinya.

“Omo! Kenapa setiap kali aku bertemu denganmu kau terlihat semakin tampan?” puji Nyonya Lee.

“Anda terlalu memuji,” balas namja itu seraya tersenyum manis.

“Oh, kajja! Silakan duduk. Ji Eun masih di kamarnya. Dia baru tiba kemarin.”

“Aku sudah lama tidak bertemu Ji Eun. Terakhir kali, sewaktu dia masih di kinderganten sebelum akhirnya kami pindah ke London,” kata Tuan Shin.

“Ah, aku sudah pernah berjanji akan memperlihatkan foto Ji Eun padamu. Mianhae, aku selalu lupa membawa fotonya jika akan bertemu denganmu,” ujar Nyonya Lee pada namja itu. “Jamkanman, aku akan mengambil album fotonya.”

Nyonya Lee berjalan menuju sebuah lemari buku, membukanya, dan mengambil sebuah album foto yang cukup besar, lalu memberikannya ke namja itu.

Namja itu lalu menerimanya dan membuka sampul album itu.

“Itu foto ketika ia masih bayi…” ujar Nyonya Lee.

“Kyowo,” kata namja itu yang lalu disambut senyum Nyonya Lee dan Tuan Shin.

Namja itu terus membuka lembar demi lembar album tersebut sampai akhirnya ia menemukan wajah yang sudah tidak asing lagi baginya. Wajah Ji Eun yang dikenalnya.

“Ini… ini… Lee Ji Eun?” tanya namja itu memastikan pada Nyonya Lee.

“Ne, yeppo yo?”

Namja itu diam seribu bahasa. Ia sudah tidak dapat berkata-kata lagi. Pantas saja ketika abojinya memberitahukan nama gadis yang akan dijodohkan dengan dirinya, dia agak kaget. Ternyata dugaan-dugaannya selama ini benar. Ji Eun yang dimaksud adalah Lee Ji Eun yang dikenalnya.

*****

“Apa dia sudah datang?” ucap Ji Eun merasa tidak tenang sambil berjalan bolak-balik di depan pintunya.

“Apa aku mengintip saja? Aku sudah tidak sabar ingin melihat wajah namja yang akan dijodohkan denganku. Aish… kenapa omma lama sekali? Katanya ia akan segera memanggilku ketika namja itu datang…”

Ji Eun merasa semakin tak tenang. Jantungnya serasa ingin berhenti berdetak karena rasa penasarannya yang sudah mencapai stadium lanjut.

“Aish… aku akan mati penasaran kalau begini terus. Aku akan mengintip, memastikan apakah namja itu sudah datang atau belum. Ya, aku akan keluar,” kata Ji Eun mantap.

Ji Eun lalu membuka pintu perlahan. Berjalan mengendap-endap menuju balkon lantai dua. Bersembunyi di samping lemari dan mencoba mengintip.

“Aish… kenapa dia harus duduk di situ? Aku jadi tak dapat melihat wajahnya,” kata Ji Eun kesal karena nyatanya namja itu duduk membelakanginya.

“Nah, itu Ji Eun! Ji Eun-ah, turunlah!” perintah ommanya.

Kaget karena Nyonya Lee menyadari keberadaanya, sontak Ji Eun lalu menutup sebelah wajahnya. Dia pun berjalan menuruni tangga.
Mendengar perkataan Nyonya Lee, Tuan Shin dan anaknya itu langsung berbalik menatap Ji Eun. Ternyata benar, itu Ji Eun yang namja itu maksud.

“Ji Eun-ah, kenapa menutup wajah seperti itu? Kau tak usah malu, sayang…” ujar Nyonya Lee.

Perlahan, Ji Eun yang menunduk malu menurunkan tangannya dan mengangkat wajahnya. Matanya langsung ditujukan pada namja yang akan dijodohkan dengannya. Sret! Sepasang mata mereka tepat bertemu membentuk satu garis lurus.

“Ya Tuhan, mana mungkin dia yang akan bertunangan denganku? Dia, dia, dia kan…” batin Ji Eun setelah melihat wajah namja itu.

“JONGHYUN SONGSAENGNIM??!” katanya tak percaya.

~To be continued~



Word’s List:
1. Ie : Ya
2. Nae-ga …yeyo : perkenalan diri (informal)
3. Haikke : aku pergi
4. Annyeong kyeseyo : selamat tinggal
5. Hwe? : kenapa?
6. Hana, dul, set : 1, 2, 3
7. Arasseo : mengerti, paham
8. Nuguseyo? : siapa itu?
9. Saengil chukkahamnida : selamat ulang tahun
10. Saranghano : kami mencintaimu
11. Otte? : bagaimana?
12. Molla : tidak tahu
13. Kyowo : lucu
14. Yeppo : cantik


Next TEASER:
“Apa kau menyukainya?”

“Apa aku terima saja?”


Author’s NOTE:
Hai, hai! Jumpa lagi. Terima kasih karena sudah mau membaca hingga ke PART 2. Bagaimana ceritanya? Semakin seru tidak? Oh ya, di PART 1 ada yang berhasil nebak next teasernya nggak? Gimana, tebakannya benar tidak?? (#ngareep!!)
PART 2 ini memang lebih banyak dari PART 1. Dua kali lipatnya malah. Soalnya, teaser yang saya kasih minggu lalu salah. Saya pikir cerita di PART 2 akan lebih singkat, nyatanya panjang. Jadi, karena tidak mau mengecewakan pembaca (cieee…), jadi saya panjangin saja sekalian ceritanya hingga mencapai bagian yang dimaksud.
Berhubung ada permintaan khusus dari seorang teman, maka saya menambahkan word’s list mulai dari prolog hingga part ini. Tapi, word’s list yang sudah tertulis di bagian sebelumnya tidak akan kutulis lagi di bagian selanjutnya.
Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^

:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::

3 comments:

chanji yoo mengatakan...

annyeong.. Wah ini nih part yang ditunggu, ternyata jonghyun ya yg d jodohin sama Jieun. Hmm.. kira'' bakal d terima gak yah ama IU, jd penasaran,trus kalo taemin tahu berita ini, gmn yah responnya.. Hmm.. Cepet next yah cingu? Hehehe ^^ fighting

Anonim mengatakan...

wow,aku surprise bgt chingu.. Pas terakhir ternyata yg dijodohin sm IU itu jonghyun bkn taemin.. Sebenernya aku seneng bgt kalo jonghyun sm IU coz aku shipper mereka..keke Aku penasaran nih kira" jieun bkl nerima perjodohan itu apa ga.. Update soon ya chingu.. Gomawo (:

Nur Fadhilah mengatakan...

Part 3nya lagi sementara diketik nih. Doain aja semoga lancar2, gak ada halangan, mumpung habis UN jadi, lumayan free. Thx sdh baca & komen :-D

Posting Komentar

 

Dhilah siBluuu Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review