Kamis, 10 Mei 2012

HELLO TO MY JI EUN [PART 4]

Posted by Nur Fadhilah at 10:30:00 PM

Author : Nur Fadhilah
Genre : Romance, friendship, comedy (a little bit)
Rating : PG-13
Length : Multi-chapter
Casts : Lee Ji Eun (IU), Lee Taemin (SHINee), Kim Jonghyun (SHINee), Song Jieun (Secret) Hyorin (Sistar), Sandara Park (2NE1)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fanfiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)


Baca PROLOG, PART 1, PART 2, & PART 3 dulu ne...


Previous Part:
Ji Eun menghela napas sekali lagi, lalu berkata dengan mantap.

“Aku menerima perjodohan ini.”


*****

Jonghyun menarik napas lega. Ia tersenyum manis pada Ji Eun lalu tertawa kecil.

“Hwe? Kenapa songsaengnim tertawa? Aku serius,” tanya Ji Eun penasaran.

Jonghyun masih tertawa sambil menyembunyikan wajahnya.

“Coba, coba katakan sekali lagi!” ucap Jonghyun sambil tertawa cekikikan.

“Aku menerima perjodohan ini!!!” kata Ji Eun mempertegas.

“Hahahaha….. “ kini Jonghyun sudah tak kuasa untuk menahan tawanya lagi, ia kini tertawa lepas yang membuat semua mata pengunjung tertuju pada mereka berdua.

Ji Eun menjadi salah tingkah, karena bingung melihat sikap Jonghyun.

“Songsaengnim, hwe??” tanya Ji Eun memaksa.

“Mianhae, mianhae!” ucap Jonghyun mengatur napasnya dan mencoba untuk tidak tertawa lagi.

“Sama sepertimu, aku juga tidak habis pikir mengapa kau menerima perjodohan ini,” sambung Jonghyun.

“Aish… sekarang aku menagih janji songsaengnim semalam!” ucap Ji Eun kesal.

Jonghyun lalu mengeluarkan sesuatu dari saku celananya.

“Kau ingat benda ini?” tanya Jonghyun setelah memperlihat sesuatu di tangannya pada Ji Eun.

“Batu?” Apa maksudnya?” balas Ji Eun tak mengerti.

“Dulu, di taman bermain ada seorang gadis kecil yang memberiikan batu ini padaku. Katanya, seekor penguin jantan akan memberikan sebuah batu hanya pada seekor penguin betina sebagai tanda cintanya. Lalu gadis itu berkata, ‘Anggap saja batu ini pemberian ommamu sebagai tanda cintanya padamu’. Kau ingat?” tanya Jonghyun sambil memperhatikan wajah Ji Eun.

Ji Eun berpikir keras. Sepertinya ia pernah mendengar kalimat itu. Tapi di mana?

FLASHBACK

“Jonghyun-ah! Jonghyun-ah!” teriak seorang pria muda memanggil-manggil sebuah nama sambil berlari ke sana kemari.

Tiba-tiba, seorang gadis kecil menghampiri pria tersebut.

“Ahjushi sedang mencali siapa?” tanya gadis itu polos.

Pria itu tersenyum, lalu berjongkok mensejajari gadis kecil itu.

“Ahjushi sedang mencari anak ahjushi. Tadi, dia bermain ayunan di sana. Apa kau melihatnya?” jelas pria itu.

“Aniyo. Mau kubantu mencalikannya untuk ahjushi?” tanya gadis itu lagi.

“Kau baik sekali mau membantu. Tapi apa orang tuamu tak khawatir?” tanya pria itu.

“Ahjushi tenang saja. Omma belum datang menjemputku. Dia bilang, dia pelgi ke suatu tempat dan akan kembali menjemputku. Aku disuluh tunggu di sini,” kata gadis itu memberi penjelasan.

“Gure. Kuromyon, kalau kau menemukannya, beri tahu ahjushi, ne? ucap pria itu seraya mengelus kepala gadis kecil itu.

“Ne…” ucap gadis itu.

Gadis itu lalu berlari meninggalkan pria itu sendirian. Ia lalu mencari di berbagai sisi. Tapi tak menemukannya. Kemudian, ia mendengar suara isak tangis tak jauh dari tempatnya berdiri.

“Sepeltinya, dari pohon itu?” ucapnya seraya mendekati pohon tua yang lumayan besar.

Setelah sampai di pohon itu, di mendongak ke atas. Dilihatnya seorang anak lelaki menangis sesenggukan.

“Apa namamu Jonghyun?” tanya gadis itu.

Lelaki itu berhenti menangis sejenak.

“Ne, dari mana kau tahu?”

“Appamu mencalimu! Ayo tulun!” suruh gadis itu.

Anak itu lalu turun dari pohon tersebut.

“Kenapa menangis?” tanya gadis itu lagi.

“Aku tak mau pulang dengan aboji. Dia bilang, dia akan membawaku ke London. Aku mau di sini saja bersama ommoni,” jelas anak itu.

“London itu di mana? Ommonimu juga di mana?” tanya gadis itu polos.

“Kata aboji, London itu kota yang sangat megah dan jauh dari Korea. Kalau ommoni, kata aboji, dia sudah menjadi bintang di langit. Kalau aku ikut bersama aboji, maka aku takut tidak akan bisa melihat ommoni lagi di langit …” jawab anak itu sedih.

Gadis itu lalu pergi setelah mendengar penjelasan anak itu. Beberapa saat kemudian, dia kembali.

“Ini. Ambil!” kata gadis itu sambil menyerahkan sebuah batu pada anak lelaki tadi.

“Untuk apa ini?” tanya anak itu sambil memperhatikan batu itu. Tidak ada yang istimewa pada batu ini, pikirnya.

“Appa bilang, seekol penguin jantan akan membelikan sebuah batu hanya pada seekol penguin betina sebagai tanda cintanya. Anggap saja batu ini pembelian ommamu sebagai tanda cintanya padamu. Jadi, di mana pun kau belada dan ke manapun kau pelgi, kau selalu dapat melihat ommamu. Appa juga memberikan satu untukku,” kata gadis itu tersenyum sambil menunjukkan batu miliknya.

“Jonghyun-ah!” panggil pria yang merupakan aboji anak lelaki itu.

“Ji Eun-ah!” panggil seorang wanita yang berlari mengikuti pria itu.

“Aboji!”

“Omma!”

“Kalian di sini rupanya,” ucap pria itu lega. “Oh, kau berhasil menemukan Jonghyun. Gomawo…” ucap pria itu ramah pada gadis tadi.

“Kamsahamnida, Anda juga sudah membantuku menemukan Ji Eun,” balas wanita itu yang merupakan omma gadis itu.

“Ne… kami pulang dulu. Annyeong haseyo!” kata pria itu lalu pergi.

Anak lelaki tadi tersenyum pada gadis itu, “Annyeong!”

“Annyeong!” balasnya.

“Aboji mengenal mereka?” tanya anak lelaki itu pada pria tadi setelah mereka memasuki mobil.

“Aniyo. Tapi aboji baru saja berkenalan dengan ommoni gadis kecil itu,” jawab pria itu.

FLASHBACK END


“Otte? Kau mengingatnya?” tanya Jonghyun membuyarkan khayalan Ji Eun.

“Ah, ne… Jadi, songsaengnim adalah anak itu. Aku sama sekali tak mengenal songsaengnim. Tapi, kenapa baru mengatakannya sekarang? Songsaengnim bilang, katanya tak mengetahui tentang perjodohan ini. Seharusnya songsaengnim bisa mengenali wajah ommaku,” protes Ji Eun.

“Saat itu, ommamu memakai kacamata hitam, mana mungkin aku mengenali wajahnya. Lagipula, aboji hanya mengatakan kalau kau adalah anak teman lamanya, dia tak mengatakan bahwa kita pernah bertemu sebelumnya. Aku juga sebenarnya baru mengetahui kalau gadis itu adalah kau. Sewaktu aku dan aboji ke rumahmu, ommamu memperlihatkanku album fotomu. Lalu di album itu, aku melihat wajah seorang gadis yang memberikanku batu ini. Barulah aku tahu kalau gadis itu ternyata adalah kau. Kau tahu, semenjak kau memberikanku batu ini, aku tidak pernah menangis lagi, karena aku percaya pada kata-katamu,” kata Jonghyun tersenyum manis menerawang kenangan masa lalunya.

“Oh… aku tidak pernah berpikir kalau batu itu akan sangat berarti bagi songsaengnim,” ujar Ji Eun tersipu malu. “Lalu kenapa tidak dibuang saja sekarang? Aku saja sudah tak ingat, di mana terakhir kali aku menyimpan batu milikku.”

“Shiro! Batu ini adalah pemberianmu padaku. Kau pasti tertawa mendengar kenyataan bahwa aku masih percaya dengan kata-katamu. Setiap aku merasa senang, sedih, bimbang, aku pasti bercerita pada batu ini…” kata Jonghyun kembali tersenyum.

“Mwo? Hahahaha…. Songsaengnim kyowo, hahaha….!!!” Ji Eun tertawa lepas sambil memukul-mukul meja.

“Ya, jangan menertawaiku!” kata Jonghyun menyuruh Ji Eun diam.

“Shiro!! Hahahaha…..”

Melihat Ji Eun tertawa lepas, Jonghyun pun tak dapat menahan tawanya juga. Mereka lalu tertawa bersama, tak peduli dengan pandangan berbagai pasang mata yang terlihat risih dengan gelak tawa mereka.

*****

“Yoboseyo?” terdengar suara Nyonya Lee.

“Yoboseyo, omma…” sapa Ji Eun.

“Ji Eun-ah, bagaimana kabarmu?” tanya Nyonya Lee.

“Gwenchana,” jawab Ji Eun.

“Hwe? Apa kau sudah menemui Jonghyun?” selidik Nyonya Lee.

“Ne…” jawab Ji Eun singkat.

“Lalu, apa jawabanmu?” Nyonya Lee semakin penasaran.

“Aku menerimanya, omma…” jawab Ji Eun terdengar tak bersemangat.

“Jinjja? Syukurlah. Kuromyon, rencananya kapan pertunangan kalian akan digelar?” tanya Nyonya Lee lega.

“Terserah omma saja. Asal jangan sampai mengganggu kuliahku di sini.”

“Gure. Aku akan membicarakannya terlebih dahulu dengan Tuan Shin. Secepatnya, omma akan mengabarimu,” kata Nyonya Lee senang.

“Omma, aku melakukan semua ini karena sayang pada omma…”

“Aigoo… Omma sangat beruntung memiliki anak sepertimu Ji Eun-ah. Gomawo… Kau tahu, omma sangat bahagia.”

“Ara,” jawab Ji Eun tersenyum. “Omma, kututup dulu teleponnya. Jaga kesehatan omma dan jangan lupa minum obat!” nasihat Ji Eun.

“Ne… kau juga. Jangan tidur terlalu larut!” balas Nyonya Lee menasihati.

“Mm…”

Tiit…

*****

Apartemen Jonghyun

08.00 PM


Jonghyun baru saja pulang dari gym. Ia melemparkan tasnya begitu saja ke atas sofa dan merebahkan diri di atas tempat tidurnya. Diraihnya remote AC yang tidak jauh dari jangkauannya, lalu disetel hingga dia merasa cukup dingin. Dirogohnya saku celana pendeknya untuk mencari ponselnya. Tangannya yang lincah lalu memainkan ponsel berlayar touch screen itu. Ia mencari kontak. Lalu muncullah nama seseorang. Lee Ji Eun.

Jonghyun tersenyum manis melihat nama gadis yang sebentar lagi akan menjadi tunangannya. Ia lalu menekan tombol panggil. Jantungnya berdegup kencang menunggu Ji Eun menjawab panggilannya.

“Yoboseyo, nuguseyo?” terdengar suara Ji Eun.

Jonghyun tersenyum mendengar suara itu.

“Jonghyunyeyo…” jawabnya singkat.

“Oh, Jonghyun Songsaengnim! Jwesonghamnida, aku lupa menyimpan nomormu,” kata Ji Eun sedikit takut. Ia takut kalau Jonghyun akan marah padanya.

“Gwenchana. Ji Eun-ah, apa kau sedang sibuk?”

“Ah, aniyo. Aku… hanya sedang bermain gitar. Gwenchana. Mm, hwe? Apa ada keperluan? Sampai-sampai songsaengnim meneleponku malam-malam,” tanya Ji Eun polos.

“Aniyo. Tak ada yang penting. Aku hanya ingin…” Jonghyun menghentikan kalimatnya.

“Mendengar suaramu…” batinnya.

“Ah, aku hanya ingin meneleponmu. Suasana malam di apartemenku sangat sepi. Tak apa kan?” kata Jonghyun berbohong.

“Ah, ie…”

“Mm, Ji Eun-ah. Sabtu ini kau ada acara?”

“Sabtu ini…” perkataan Ji Eun terpotong karena sibuk mengingat jadwalnya. “Ah, jamkanman!” kata Ji Eun pada Jonghyun lalu meletakkan ponselnya di atas tempat tidur. Ia lalu turun dari tempat tidur dan membuka laci meja belajarnya. Diambilnya sebuah buku agenda. Ia lalu membuka dan memeriksa jadwalnya. Matanya segera tertuju pada sebuah kotak yang bertuliskan ‘Saturday’. “Oh, kosong.” Lalu diraihnya kembali ponselnya cepat.

“Sabtu ini aku tak ada acaranya, songsaengnim. Hwe?”

“Kuromyon, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat. Otte?” tanya Jonghyun sedikit was-was, takut ajakannya ditolak oleh Ji Eun.

“Gure,” jawab Ji Eun singkat.

“Jinjjayo?” Jonghyun tersenyum puas. “Sabtu sore kau akan kujemput. Tunggulah di sana!”

“Ne, songsaengmin…”

“Oh, Ji Eun-ah. Aku punya satu permintaan lagi.”

“Ie?”

“Tolong berhentilah bersikap formal padaku di luar kampus!” pinta Jonghyun.

“Ah… molla. Aku sudah terbiasa bersikap formal pada songsaengnim. Tapi, aku akan mencobanya!” jawab Ji Eun bersemangat.

“Gure. Kau jangan tidur terlalu larut, ne. Aku tutup dulu teleponnya. Annyeong!” kata Jonghyun mengakhiri.

Ji Eun melepaskan ponselnya yang sedari tadi menempel di telinganya. Dia tersenyum.

“Kenapa nasihatnya bisa sama dengan omma?” pikirnya bertopang dagu.

*****

“Hahahahahaha………! Terus,terus?” Ji Eun, Hyorin, dan Dara terlihat begitu antusias mendengarkan cerita Song tentang anak baru yang bekerja di kafe milik appanya, dalam perjalanan menuju halte bus.

“Anak itu cuma bisa tertunduk dan berkata, ‘Jwesonghamnida, songsaengnim…’ dengan wajah seperti ingin menangis,” ceritanya sambil menahan tawa.

“Song-ah, hentikan ceritamu! Perutku sudah sangat sakit karena tertawa, hah, hah…” ucap Hyorin mengatur napas.

“Aku juga sudah menangis,” kata Dara sambil mengelap air matanya.

“Hahahaha… Dara-ah… lihat dirimu, hahaha…!” kali ini Ji Eun yang tak dapat menahan gelak tawa melihat wajah Dara yang langsung disambut tawa Hyorin dan Song.

“Hwe?” tanya Dara tak tau apa-apa.

“Ini! Lihat wajahmu!” suruh Song sambil memberikan cermin miliknya.

“Aahhhh… eye linerku luntur…” ucap darah seperti ingin menangis.

“Nah, wajah anak baru itu ketika dimarahi appa sama persis dengan wajah Dara saat ini. Hahahaha…” perkataan Song lalu diikuti tawa Hyorin dan Ji Eun lagi.

“Ya!!! Jangan menertawaiku! Song-ah, bantu aku…” kata Dara memohon pada Song.

“Ne, ne… sini kubantu,” Song lalu membantu membersihkan mata Dara menggunakan tisu dengan masih menahan tawa.

Tiba-tiba, tawa mereka dihentikan suara seorang namja yang memanggil nama Ji Eun.

“Ji Eun-ah!” panggil Taemin yang baru keluar dari rumahnya.

Ji Eun dan ketiga sahabatnya berbalik.

“Hwe?” tanya Ji Eun ketus.

“Seharusnya aku yang bertanya, hwe? Mengapa setiap kali bertemu denganku, cara berbicaramu selalu seperti ingin menelanku hidup-hidup?” protes Taemin.

“Ini karena sejak pertama kali bertemu denganmu, kau sudah meninggalkan kesan buruk. Pertama, kau hampir menabrakku. Kedua, kau bahkan telah menabrakku. Ketiga, kau ingin menciumku. Lalu kemarin, kau ingin aku menyuapimu. Jadi, pantas saja, ketika melihat wajahmu, yang teringat hanyalah kenangan buruk saja,” jelas Ji Eun.

Hyorin, Song, dan Dara saling berpandangan satu sama lain, kaget mendengar pernyataan Ji Eun.

“Gure. Kuromyon, apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku?” tantang Taemin.

Ji Eun menyeringai licik.

“Mudah saja. Perlihatkan aku sesuatu yang belum pernah kulihat sebelumnya,” balas Ji Eun tersenyum puas karena ia yakin Taemin tak akan menyanggupi permintaannya. Memang apa yang belum pernah dilihat Lee Ji Eun. Ommanya memiliki cabang butik hampir di seluruh dunia. Sewaktu kecil, ommanya sering mengajaknya ke luar negeri untuk liburan sekaligus mengecek cabang-cabang butiknya.

“Gure, kalau itu maumu. Sabtu ini, ikutlah denganku ke suatu tempat,” kata Taemin lalu pergi meninggalkan Ji Eun dan ketiga sahabatnya.

Mereka berempat terdiam mematung.

“Mana mungkin Taemin menyanggupi permintaan konyol itu?” batin Ji Eun mengingat bila setiap namja yang tak disukainya ingin mendekatinya, maka Ji Eun akan meminta hal ini, maka namja tersebut akan langsung mundur karena merasa tak sanggup.

Hening.

“Ji Eun-ah! Kau bilang tadi, Taemin ingin menciummu? Lalu meminta kau menyuapinya?” pertanyaan Dara membuyarkan lamunan Ji Eun.

“Ah? Hah, molla, molla…” jawab Ji Eun sambil menepis pandangan tajam mata Dara yang kini sudah bersih. Lalu berjalan duluan meninggalkan ketiga sahabatnya.

Mereka bertiga kembali saling berpandangan.

“Ahh… Ji Eun-ah, ceritakan pada kami, apa yang terjadi sebenarnya!!”

“Ji Eun-ah, Ji Eun-ah!!” panggil ketiga sahabat Ji Eun yang tak dihiraukannya.

“Ya! Ji Eun-ah!!” panggil mereka lagi sambil mengejar Ji Eun yang sudah berjalan jauh meninggalkan mereka bertiga.

*****

Saturday

Jonghyun memarkir mobil Ford Fucus STnya tepat di depan sebuah toko bunga. Ia turun dari mobil dan masuk ke dalam toko tersebut.

Sesampainya di dalam, Jonghyun lalu sibuk memilih-milih bunga. Ia tidak tahu bunga apa yang disukai Ji Eun.

Rose? Biasanya red rose disukai semua yeoja,” pikirnya.

“Annyeong haseyo!” sapa pemilik toko tersebut ramah. “Apakah Anda membutuhkan bantuan?”

Jonghyun hanya tersenyum dan membungkukkan badan.

“Sebenarnya saya tidak begitu paham dengan bunga, jadi saya bingung harus memilih yang mana,” jawab Jonghyun.

“Apakah bunganya untuk seorang yeoja?” tanya pemilik toko.

“Ne…”

“Apakah untuk kekasih Anda?”

“Ah, n, ne…” jawab Jonghyun kikuk.

“Apakah untuk kencan pertama?”

“Ne…” jawab Jonghyun malas. Pemilik toko ini terlalu banyak bertanya, pikirnya.

“Oh, kuromyon, saya sarankan Anda untuk memilih white tulip,” katanya sambil memberikan setangkai white tulip pada Jonghyun.

“Kalau boleh saya tahu, memangnya apa arti white tulip?” tanya Jonghyun penasaran.

White tulip melambangkan cinta yang sempurna, tulus, dan suci. Saya yakin, kekasih Anda pasti lebih senang diberikan bunga ini dibanding red rose,” jelas pemilik toko.

“Oh, arasseo. Saya ambil sebucket bunga ini saja,” kata Jonghyun mengagguk-anggukkan kepala tanda mengerti.

Setelah membayar bunga tersebut, ia pun kembali ke mobil dan kembali ke apartemennya untuk bersiap-siap.

*****

Rumah Keluarga Lee

Taemin mematut diri di depan cermin.

Perfect!” katanya tersenyum puas.

Ia lalu mengambil kunci mobilnya dan turun ke lantai bawah.

“Taemin-ah, mau ke mana?” tanya Tuan Lee menghentikan langkah Taemin.

“Ah, aboji. Aku… aku…,” Taemin masih sibuk mencari jawaban yang tepat. “Aku mau jalan dengan seseorang. Mungkin aku akan pulang malam. Jadi aboji dan ommoni tidak perlu menungguku untuk makan malam.”

“Apakah dengan Ji Eun?” tanya Nyonya Lee tersenyum pada Taemin.

“Eh? I, ie ommoni…” jawab Taemin kikuk.

Tuan dan Nyonya Lee saling berpandangan, tersenyum satu sama lain.

“Ohh… sampaikan salam ommoni dan aboji pada Ji Eun, ne?” ucap Nyonya Lee.

“Ah, ne… Mm, aboji, ommoni, haikke!”

“Gure…” kata Tuan dan Nyonya Lee bersamaan.

*****

“Ini cocok tidak?” tanya Ji Eun pada dirinya mematut diri di depan cermin sambil mencoba beberapa pakaian.

“Tapi sepertinya rok ini lebih cocok dengan yang ini…” katanya lagi sambil menunjuk rok berwarna cokelat selutut dan baju berwarna kuning.

Ji Eun terduduk di atas tempat tidurnya bersama beberapa pakaian yang tadi sudah dicobanya secara bergantian. Ia memikirkan pakaian apa yang kira-kira cocok untuk dipakainya sore ini.

“Mmm…” gumamnya masih berpikir. “Ah, gure, yang ini saja!”

Ji Eun melirik jam wekernya. Sudah hampir pukul 04.00. Ia harus bergegas. Lalu dikumpulkannya semua pakaian yang tergeletak di atas tempat tidur dan langsung dimasukkan ke dalam lemari.

“Aku akan membereskan kalian ketika pulang nanti, ne?” katanya pada pakaian-pakaiannya itu.

Setelah berpakaian, Ji Eun duduk mematut diri lagi di depan cermin. Ia memakai bedak tipis dan mengingat rambutnya dengan pita berwarna kuning senada dengan warna bajunya. Tak lupa dipakainya jam tangan pemberian ommanya sewaktu ulang tahunnya yang ke-18. Lalu diambilnya tas cokelat kecil yang tergantung di dalam lemari dan diselempangkan pada tubuhnya. Terakhir, ia mengenakan flat shoes berwarna krem. Dan untuk terakhir kalinya, sekali lagi Ji Eun mematut dirinya di depan cermin. Diperhatikan baik-baik dirinya dari ujung rambut hingga ujung kaki.

“Ah, yeppo!!!” katanya kegirangan memuji dirinya sendiri.

Ji Eun lalu keluar dari apartemennya yang berada di lantai 2 dan turun ke bawah.

“Nyonya Bom!” panggil Ji Eun ketika bertemu Nyonya Bom di lantai bawah.

“Ji Eun-ah, yeppoyo!” ujar Nyonya Bom ketika melihat penampilan Ji Eun. “Kau mau ke mana?”

“Mm… aku akan pergi ke suatu tempat dengan…” jawab Ji Eun malu-malu.

“Apakah dengan Taemin?” tebak Nyonya Bom.

“Ah? Kenapa Nyonya Bom bisa tahu?” tanya Ji Eun bingung.

“Dia dari tadi sudah menunggumu di luar,” jawab Nyonya Bom sambil menunjuk ke arah Taemin. “Kalian mau kencan?” tanya Nyonya Bom tiba-tiba.

“Ahh… hahaha…” Ji Eun tertawa garing sebagai pengganti jawaban pertanyaan Nyonya Bom yang terdengar lebih ke sebuah pernyataan.

“Oh, arasseo! Tapi kau jangan pulang terlalu larut, ne?” ucap Nyonya Bom seakan mengerti jawaban dibalik tawa garing Ji Eun.

“Ne… aku tidak akan melupakan pesan Anda,” kata Ji Eun tersenyum. “Annyeong haseyo!”

Ji Eun pun berjalan ke arah Taemin.

“Ya! Kenapa kau lama sekali? Hah, memang semua perempuan di dunia ini sama. Kalau berdandan pasti lama,” kata Taemin menyambut kedatangan Ji Eun.

“Ya! Siapa bilang aku berdandan? Aku selalu tampil seperti ini setiap hari,” sangkal Ji Eun.

“Kau bilang ini bukan berdandan?” tanya Taemin sambil memperhatikan Ji Eun dari atas hingga bawah. “Gwenchana. Usahamu tak sia-sia. Yeppoyo…” puji Taemin tersenyum manis.

Mendengar perkataan Taemin barusan, Ji Eun ingin sekali tersenyum. Tapi senyum itu ditahannya demi mempertahankan harga dirinya.

“Aish… sudah kubilang. Aku tidak akan terjebak dengan segala rayuanmu lagi. Jadi, biar kau merayuku hingga setinggi langit, aku tidak akan terpengaruh,” balas Ji Eun ketus.

“Terserah!” kata Taemin mengangkat kedua pundaknya. “Kajja, naik!” kata Taemin sambil membukakan pintu mobil untuk Ji Eun dan mempersilakannya naik.

Tiba-tiba, ponsel Ji Eun berdering.

“Ah, jamkanman!” kata Ji Eun pada Taemin. “Yoboseyo?”

“Ji Eun-ah, kau sudah siap?” terdengar suara seorang namja.

“Ha?” ucap Ji Eun kaget setelah memastikan kontak yang tertera di layar ponselnya.

Ji Eun lalu mengambil beberapa langkah menjauh dari Taemin agar tak mendengar pembicaraannya.

“Omo! Jonghyun Songsaengnim. Aku melupakan janjiku dengannya. Otteokhe?” batin Ji Eun.

“Ji Eun-ah, apa kau mendengarku?” tanya Jonghyun memastikan karena tak mendapat respon dari Ji Eun.

“N, ne…” jawab Ji Eun gugup.

“Kau sudah siap?” tanya Jonghyun sekali lagi.

“Song, songsaengnim! Kau di mana sekarang?” tanya Ji Eun tanpa menghiraukan pertanyaan Jonghyun.

“Ah, aku masih di ja…”

“Untunglah songsaengnim masih di rumah,” Ji Eun bernapas lega. “Songsaengnim, mianhae, hari ini aku kurang enak badan. Jadi kurasa, aku tidak bisa pergi dengan songsaengnim. Mianhae, songsaengnim…” bohong Ji Eun.

“Kau kurang enak badan?” terdengar ekspresi kaget bercampur khawatir Jonghyun. “Sudah kubilang, kau jangan terlalu sering begadang, inilah akibatnya. Gure, hari ini kita tidak usah pergi saja. Sebagai gantinya, aku akan menjengukmu.”

“Ah, aniyo songsaengnim. Aku hanya butuh istirahat. Sekarang, aku mau tidur saja. Songsaengnim tak usah ke sini!” cegah Ji Eun.

“Oh, gure,” kata Jonghyun sedikit kecewa. “Kau istirahatlah! Aku tutup teleponnya ne…”

Tiit.

“Nuguya?” suara Taemin mengagetkan Ji Eun.

“Ah, bukan siapa-siapa,” jawab Ji Eun tersenyum.

“Oh, kajja!”

Ji Eun pun menaiki Honda CRZ putih itu. Taemin lalu menutup pintu dan dalam beberapa detik, ia juga duduk di kursi kemudi samping Ji Eun. Mobil itu pun melaju kencang menuju tempat yang dimaksud Taemin.

*****

Tiit.

Jonghyun menutup teleponnya.

“Padahal tinggal satu belokan lagi…” ucap Jonghyun pelan.

Jonghyun menepikan mobilnya.

“Tapi kenapa Ji Eun baru mengabariku sekarang? Ah, perasaanku tidak enak. Aku akan menengoknya walaupun sebentar,” kata Jonghyun sambil menyalakan kembali mesin mobilnya dan melanjutkan perjalanan menuju apatemen Ji Eun.

Jonghyun pun membelokkan mobilnya di sebuah jalan yang cukup luas. Belokan tersebut menuju apartemen Ji Eun. Namun tiba-tiba, Jonghyun memberihentikan mobilnya.

Dilihatnya Ji Eun naik ke sebuah mobil bersama seorang namja. Tak lama kemudian, mobil itupun melaju kencang berlawanan arah dengan dirinya.

Jonghyun menatap kepergian mobil itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara sedih, marah, dan kecewa. Ia lalu memukul stir kemudi mobilnya. Ia tertunduk dan tertawa kecut. Menertawai nasibnya. Kemudian diliriknya sebucket white tulip yang ia simpan di kursi sampingnya.

“Cinta yang sempurna, tulus, dan suci?” gumamnya sedih.

~to be continued~


Word List:
1. Ahjushi : paman
2. Ara : aku tahu
3. Nuguya : siapa? (informal)


Next TEASER:
“Kalau memang kau tak mau pergi denganku, katakanlah! Aku tidak memaksa.”

“Kau mau kubelikan es krim?”


Author’s NOTE:
Hai hai! Gimana PART 4nya? Semakin complicated aja kisah cinta Taemin, Ji Eun, dan Jonghyun, kan kan??? Terus, menurut kalian bagaimana?
Sebelumnya saya mau meminta maaf. Ada ralat word’s list di PART 3 yang lalu. ‘Jal jinaeseyo = selamat tidur’, saya ralat menjadi ‘jal jayo = selamat tidur’. Sudah saya edit juga kok di PART 3nya. Soalnya kata teman saya (tempat tanya-tanya bahasa Korea dalam FF ini), katanya dia kurang yakin dengan ‘jal jinaeseyo’, jadi dia nyuruh saya ganti.
Nah, layaknya drama-drama Korea yang alur ceritanya naik turun, cerita FF ini saya buat demikian juga. Saya selalu berusaha gimana caranya agar emosi pembaca tuh jadi naik turun. Ciee, kata-kata saya kok jadi seperti penulis terkenal ya. Aamiiin…
Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^

:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::

2 comments:

chanji yoo mengatakan...

ya Tuhaaaan.. Kasian bgt jonghyunnya . TT
jieun tega bgt dah ama jong oppa. Sabar yah oppa.. ^^
Bener'' complicated love ini cingu.. Teruskan yak.. Hwaiting ^^

Nur Fadhilah mengatakan...

Sepertinya nasibnya akan lbh kasihan lg di part2 selanjutnya. Hehe..
Tq commentnya :)

Posting Komentar

 

Dhilah siBluuu Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review