::Leave 'Words' For Me::
::Followers::
Rabu, 16 Mei 2012
HELLO TO MY JI EUN [PART 5]
Author : Nur Fadhilah
Genre : Romance, friendship, comedy (a little bit)
Rating : PG-13
Length : Multi-chapter
Casts : Lee Ji Eun (IU), Lee Taemin (SHINee), Kim Jonghyun (SHINee), Song Jieun (Secret) Hyorin (Sistar), Sandara Park (2NE1)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fanfiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)
Baca PROLOG, PART 1, PART 2, PART 3, & PART 4 dulu ne...
Previous Part:
Jonghyun menatap kepergian mobil itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Antara sedih, marah, dan kecewa. Ia lalu memukul stir kemudi mobilnya. Ia tertunduk dan tertawa kecut. Menertawai nasibnya. Kemudian diliriknya sebucket white tulip yang ia simpan di kursi sampingnya.
“Cinta yang sempurna, tulus, dan suci?” gumamnya sedih.
*****
“Taemin-ah, kau mau membawaku ke mana?” tanya Ji Eun ketakutan.
“Kau diam saja! Sebentar lagi kita sampai,” jawab Taemin santai sambil tetap fokus pada kemudinya.
“Ya, sebentar lagi gelap…” kata Ji Eun gelisah.
“Tenang saja! Kau lihat, cahaya bulan malam ini sangat mendukung,” kata Taemin menyerinyai sambil melirik Ji Eun yang duduk di sampingnya.
“Kau tidak berencana akan berbuat sesuatu yang tidak-tidak padaku, kan?” tanya Ji Eun dengan tatapan mata tajamnya pada Taemin.
“Aku benar-benar akan berbuat sesuatu padamu jika kau bertanya terus. Diamlah sebentar saja, ne?” kata Taemin sambil menolehkan kepalanya bergantian menghadap Ji Eun dan kemudinya.
“Aish… kalau tahu begini, harusnya tadi aku pakai jeans agar bisa memberi pelajaran pada namja di sampingku ini jika nanti dia berbuat macam-macam padaku,” umpat Ji Eun sengaja memberi penekanan pada akhir kalimatnya agar Taemin dapat mendengar perkataannya.
Taemin hanya tersenyum manis menanggapi perkataan Ji Eun.
Beberapa saat kemudian…
“Nah, ini dia tempatnya!” kata Taemin lalu memarkir mobilnya di tepi jalan.
“Mwo? Ini?” tanya Ji Eun tak percaya.
Ji Eun lalu memandang tempat di depannya dari kaca mobil dengan samar-samar. Karena hanya ada beberapa lampu jalan di situ. Hutan. Taemin membawa Ji Eun ke hutan. Jalanan di daerah itu juga terbilang lumayan sepi. Hanya sesekali kendaraan yang lalu-lalang. Perasaan Ji Eun jadi tak enak.
“Kajja, turun!” ajak Taemin mengagetkan Ji Eun sambil membukakan pintu mobil untuknya.
“Taemin-ah, ini tempat apa?” tanya Ji Eun ketakutan. “Apa kau akan membawaku masuk ke dalam sana?” tanya Ji Eun lagi sambil menunjuk area hutan di depannya.
“Ne, sesuai janjiku membawamu ke tempat yang belum pernah kau datangi. Kau belum pernah masuk ke hutan, kan?” tanya Taemin dengan senyum nakalnya.
“Y, ya!!! Tapi bukan berarti kau harus membawaku ke sini,” kata Ji Eun sambil memperhatikan sekitar hutan itu. “Kau tidak akan berbuat macam-macam, kan?”
“Aniyo. Dasar otak mesum! Aku sudah berkali-kali mengatakannya padamu. Atau jangan-jangan… kau…” goda Taemin.
“Andwe! Jangan melihatku seperti itu!!” balas Ji Eun dengan mata tajamnya.
“Hahaha… ne, aku tidak akan berbuat macam-macam padamu. Kajja!” kata Taemin sambil menarik tangan Ji Eun keluar dari mobil lalu mengunci mobilnya.
Taemin lalu menarik tangan Ji Eun memasuki area hutan itu. Benar kata Taemin. Bulan malam ini sangat cerah, sehingga memudahkan mereka berdua berjalan di antara pohon-pohon. Walaupun demikian, Ji Eun tetap saja ketakutan dan mempererat genggaman tangannya pada Taemin. Hal itu, membuat Taemin menyeringai senang.
“Berhenti di sini!” kata Taemin tiba-tiba.
“H, hwe? Apa ada sesuatu yang datang?” tanya Ji Eun yang semakin ketakutan sambil melihat sekelilingnya.
“Aniyo. Kau jangan berlebihan. Tidak ada binatang buas di hutan ini. Aku hanya menyuruhmu berhenti berjalan,” jelas Taemin yang melihat ketakutan Ji Eun.
“Ya, kuromyon, kau jangan bicara tiba-tiba. Membuatku kaget saja,” ucap Ji Eun lega.
“Ternyata ada juga sesuatu di dunia ini yang kau takuti. Kukira kau tak takut apapun,” ledek Taemin.
Ji Eun hanya mencibir pada Taemin tanda kekesalannya.
“Sudahlah, kau terlihat jelek dengan wajah seperti itu. Sekarang, pejamkan matamu!” suruh Taemin.
“Ya, apa yang mau kau lakukan?” tanya Ji Eun untuk kesekian kalinya, namun kali ini dengan nada bicara yang lebih waspada.
“Aku cuma menyuruhmu untuk memejamkan mata. Sekali lagi aku katakan, aku tidak akan berbuat macam-macam padamu. Arasseo?” kali ini Taemin lebih menekankan perkataannya. Berharap Ji Eun akan berhenti menanyakan hal yang sama.
Namun sepertinya Ji Eun belum puas dengan jawaban Taemin.
“Gure. Ini! Kau pegang kunci mobil dan ponselku!” kata Taemin sambil memberiikan kunci mobil dan ponselnya pada Ji Eun. “Kau bisa kabur menggunakan mobilku dan menelepon aboji atau ommoni bila aku berbuat macam-macam padamu.”
“Gure. Aku pegang kata-katamu,” kata Ji Eun akhirnya sambil mengambil kunci mobil dan ponsel Taemin kemudian memasukkannya ke dalam tas mungilnya.
“Sekarang pejamkan matamu! Kau tidak boleh membukanya sebelum kusuruh dan jangan mengintip sedikit pun!” suruh Taemin untuk kedua kalinya.
Akhirnya Ji Eun menurut juga. Ia lalu memejamkan matanya. Dia kemudian merasakan tangannya dituntun Taemin dengan hati-hati ke suatu tempat. Agak lama mereka berjalan tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Sampai akhirnya mereka berhenti berjalan. Taemin sengaja memutar badan Ji Eun agar membelakanginya.
“Sekarang, buka matamu!”
Ji Eun membuka matanya.
“Apa ini? Hanya pohon tua. Kalau hanya ini, aku bisa melihatnya di mana-mana, tidak perlu jauh-jauh membawaku ke sini…” ujar Ji Eun yang memandangi sebuah pohon besar dan tua di depannya.
“Bukan yang itu, pabo! Berbaliklah!” perintah Taemin.
Ji Eun lalu membalikkan badannya. Ekspresi kaget dan kagum terpampang jelas di wajahnya.
“Omo! Indah sekali!” ucapnya tak percaya pada apa yang dilihatnya.
Sebuah danau berukuran lumayan besar terbentang di hadapan mereka berdua. Air danau yang mengkilat terkena cahaya bulan menambah indah pemandangan itu. Beberapa ekor angsa yang berenang anggun di danau turut menambah kesan romantis pada danau itu. Sebuah pohon besar yang daunnya sudah mulai berguguran menghiasi sisi-sisi danau itu. Benar-benar danau yang sangat indah.
“Seandainya kau tadi tak menghambat, kita pasti bisa lebih cepat tiba di sini. Bisaanya, menjelang malam, banyak kupu-kupu beterbangan di sini…” kata Taemin membuyarkan kekaguman Ji Eun.
“Jadi, kau menyalahkanku? Ini bukan sepenuhnya kesalahanku, salahmu juga. Seandainya kau memberi tahu kalau kau akan membawaku ke tempat ini, pasti aku tidak akan menghambatmu,” kata Ji Eun membela dirinya.
“Sudahlah. Kita sudahi perdebatan ini. Lebih baik kau menikmati pemandangan ini…” kata Taemin tanpa memandang Ji Eun.
“Taemin-ah, kau tahu tempat ini dari mana?” tanya Ji Eun ragu karena takut Taemin marah pada dirinya.
“Kau lihat rumah yang di atas sana?” tanya Taemin sambil menunjuk sebuah rumah di atas bukit tak jauh dari danau itu.
“Ne. Hwe?” tanya Ji Eun penasaran.
“Dulu, itu adalah vila keluargaku. Tapi kemudian dijual oleh aboji beberapa tahun yang lalu. Ketika berlibur di vila itu, aku sering datang ke sini jika merasa bosan,” jelas Taemin.
“Tempat ini benar-benar sangat indah,” ucap Ji Eun tersenyum, lalu duduk di atas rerumputan hijau yang membentang di bawah kakinya. “Kau berhasil!”
Taemin lalu memandang Ji Eun, lalu ikut duduk di samping Ji Eun.
“Maksudnya?”
“Selama ini, jika ada seorang namja yang tidak aku sukai mendekatiku, maka aku akan meminta hal yang sama dengan hal yang kuminta padamu. Jika dia menyanggupinya, maka aku akan menerima ajakannya untuk berkencan. Tapi jika tidak, maka kusuruh dia menjauh. Namun akhirnya, ada juga namja yang berhasil melakukan tantangan ini,” jelas Ji Eun tak henti-hentinya mengembangkan senyum manisnya.
“Kuromyon, setelah ini, kau mau berkencan denganku?” tanya Taemin tersenyum pada Ji Eun.
“Hah? Shiro! Hal ini tidak berlaku padamu,” jawab Ji Eun kikuk.
“Hwe? Bukankah kau sudah kalah? Aku pemenangnya. Setiap pemenang harus mendapatkan hadiah,” ucap Taemin yang masih setia memandangi wajah manis Ji Eun.
Ji Eun spontan tersenyum mendengar perkataan Taemin, menambah manis wajahnya di bawah sinar rembulan.
“Hah… molla,” ucap Ji Eun mengangkat kedua pundaknya.
“Tapi kau sudah memaafkanku, kan?”
Ji Eun lalu menghadapkan wajahnya ke Taemin.
“Kita lihat saja nanti…” kata Ji Eun tersenyum nakal, lalu berlari menjauhi Taemin.
“Ya, kau sudah janji padaku!! Jangan lari!” ucap Taemin lalu berlari mengejar Ji Eun.
“Kejar aku kalau bisa!!!” teriak Ji Eun sambil tertawa riang.
“Awas saja kalau kau tertangkap!” balas Taemin yang masih terus mengejar Ji Eun.
Sesaat, hanya terdengar tawa mereka berdua yang berkejaran di bawah sinar rembulan, disaksikan angsa-angsa yang masih berenang dengan anggun di air danau yang semakin mengkilat diterpa sinar bulan itu.
*****
“Sampai jumpa di kencan pertama kita!” ucap Taemin setelah menurunkan kaca mobilnya.
“Ya, aku tak pernah mengiyakan ajakanmu itu. Kencan saja sendiri!” jawab Ji Eun ketus.
“Hah, kini kau kembali seperti semula. Kembali menampakkan wajah sinismu itu…” kata Taemin.
Ji Eun pun tersenyum mendengar perkataan Taemin.
“Gomawo untuk hari ini,” kata Ji Eun masih dengan senyumnya yang mengembang.
“Ne… Haikke! Annyeong…” ucap Taemin lalu melajukan mobil hingga berbelok memasuki halaman rumahnya.
Ji Eun lalu berjalan menyeberangi jalan, karena apartemennya berada di seberang jalan. Ji Eun sempat menghentikan langkahnya setelah melihat sebuah mobil terparkir depan Donghook Apartment.
“Mobil ini sepertinya tidak asing?” Ji Eun berpikir sejenak. “Ahh… molla,” ujar Ji Eun menggeleng.
Dia lalu memasuki pintu apartemen yang masih terbuka lebar itu. Dilihatnya jam dinding yang terpampang tepat di depan pintu masuk. Pukul 08.00 tepat.
“Ji Eun-ah…” panggil seorang namja.
Ji Eun berbalik ke asal suara tersebut. Namun Ji Eun hanya bisa menelan ludah setelah mengetahui siapa namja yang memanggil namanya.
“Nyonya pemilik apartemen ini bilang kalau kau pergi dengan seorang namja. Apa kau sudah sembuh? Atau kau memang tidak sakit?” tanya Jonghyun dengan ekspresi datarnya.
Ji Eun membulatkan matanya. Tidak tahu harus berkata apa. Dia sangat takut melihat ekspresi Jonghyun.
“Kalau kau sudah sembuh, sayang sekali. Padahal aku membawakan buah-buahan untukmu,” sambung Jonghyun sambil menunjukkan keranjang buah yang dibawanya. “Kuromyon, tolong kau berikan saja pada teman-temanmu. Mereka pasti suka. Itupun kalau kau tak mau memakannya.”
Ji Eun hanya bisa menunduk. Perasaan saat ini benar-benar berkecamuk. Dia tidak pernah mengira Jonghyun akan datang ke apartemennya malam ini. Padahal ia sudah melarangnya untuk datang.
“Jonghyun Songsaengnim, aku… aku…” Ji Eun tak berani melanjutkan kata-katanya karena kini Jonghyun berjalan ke arahnya.
Jonghyun terus berjalan ke arahnya hingga jarak mereka berdua sangat dekat. Jonghyun mendekatkan wajahnya ke wajah Ji Eun. Ji Eun yang ketakutan semakin menunduk dan menutup matanya rapat-rapat. Kini Ji Eun dapat merasakan hembusan napas Jonghyun.
Namun Jonghyun ternyata tidak melakukan apa yang Ji Eun kira. Jonghyun lalu mendekatkan wajahnya ke telinga kiri Ji Eun.
“Kalau memang kau tak mau pergi denganku, katakanlah! Aku tidak memaksa,” bisik Jonghyun.
Ji Eun lalu membuka matanya dan memandang wajah Jonghyun. Masih sama. Tanpa ekspresi.
“Tapi jebal, jangan membohongiku seperti ini! Kau tak tahu rasanya. Sakit, Ji Eun-ah…” sambungnya.
Jonghyun lalu memundurkan wajahnya. Menatap mata Ji Eun sebentar, lalu berbalik dan keluar dari Donghook Apartment tanpa sepatah kata pun. Beberapa saat kemudian, hanya terdengar suara pintu mobil yang ditutup dengan kasar.
Ji Eun yang baru tersadar, segera berlari keluar apartemen untuk mengejar Jonghyun. Namun sayang, Jonghyun sudah lebih dulu melajukan mobilnya tanpa menghiraukan suara Ji Eun yang memanggil-manggil namanya.
“Mianhae…” lirih Ji Eun sambil mengusap air matanya yang terjatuh tanpa sadar.
*****
Seminggu kemudian…
Ji Eun-ah, kau tak lupa kencan kita kan? Kutunggu kau hari ini di Olympic Park jam 10. Kau harus datang! Ada suatu hal yang ingin kuberitahu padamu.
“Mwo? Aku kan sudah bilang, kencan saja sendiri! Hah…” ucap Ji Eun ketus setelah membaca sms dari Taemin.
Ji Eun lalu melirik jam wekernya.
“Omo! Sudah jam 9. Kenapa dia baru memberiitahuku hari ini? Malah aku belum selesai membersihkan tempat ini…” kata Ji Eun sambil memperhatikan apartemennya yang masih berantakan itu.
“Hah, terserah dia. Siapa suruh baru memberiitahuku. Aish…” gerutu Ji Eun yang akhirnya tetap memilih untuk melanjutkan kegiatan bersih-bersih di Hari Minggunya.
Sejam kemudian…
“Huft… akhirnya bersih juga,” kata Ji Eun sambil menyeka keringatnya.
Diliriknya kembali jam wekernya.
“Selamat menunggu ria, Lee Taemin. Hahaha…” katanya tertawa puas membayangkan Taemin yang sedang menunggu dirinya di Olympic Park.
*****
Ji Eun melangkap mengendap-endap ketika melihat Taemin yang duduk di bangku taman. Dia berencana mengagetkannya.
“Ya!!!” teriak Ji Eun sambil memegang kedua pundak Taemin.
Taemin hanya berbalik sebentar menunjukkan ekspresi datarnya tanpa berkata apa-apa.
“Ya, kau marah?” tanya Ji Eun yang telah duduk di samping Taemin.
“Menurutmu?” balas Taemin ketus.
“Aku hanya terlambat sejam…” ujar Ji Eun sambil melirik jam tangannya tanpa rasa bersalah.
Taemin hanya menanggapi perkataan Ji Eun dengan desahan panjang.
“Ini untukmu!” kata Taemin sambil menyerahkan sebucket red rose pada Ji Eun dengan sedikit kasar.
“Ha? Ige bwoya?” tanya Ji Eun polos.
“Bunganya sudah layu. Itu kubeli dua jam yang lalu…” kata Taemin tanpa memperdulikan pertanyaan Ji Eun.
“Hahaha… Mianhae… Lagipula aku tak menyuruhmu membelikanku bunga. Tapi mengapa membelikanku red rose?”
“Karena ini kencan pertama kita. Awalnya, aku juga bingung mau membeli bunga apa. Tapi kupikir, semua yeoja menyukai red rose, jadi kubeli saja itu,” jelas Taemin.
“Pikiranmu salah. Aku tak begitu menyukai red rose…” kata Ji Eun pelan.
“Mwo? Kuromyon, kau suka bunga apa?” tanya Taemin penasaran.
“White tulip,” jawab Ji Eun singkat.
“Hwe?”
“White tulip adalah bunga kesukaan almarhum appa. Omma bilang, setiap pulang kerja, appa selalu membawakan white tulip untuknya, sebagai tanda cintanya yang sempurna, tulus, dan suci. Aku selalu membayangkan, jika saja ada seseorang yang memberikanku white tulip. Pasti…” Ji Eun menggantungkan kata-katanya, dia lantas tersenyum sendiri.
Taemin yang mendengar perkataan Ji Eun lalu mengambil kembali bunga pemberiannya tadi dari tangan Ji Eun. Ji Eun yang kaget, langsung menghentikan aksi senyam-senyumnya itu.
“Apa yang kau lakukan?”
“Aku akan mengganti bunga ini dengan white tulip,” jawab Taemin polos.
“Shiro!” kata Ji Eun sambil merebut kembali bunga itu dari tangan Taemin. “Kau telah memberikannya kepadaku. Jadi ini milikku sekarang. Kau tidak boleh mengambilnya lagi!” sambungnya lalu menghirup aroma red rose itu.
“Kuromyon, jankanman! Aku akan membelikanmu white tulip,” kata Taemin yang beranjak dari duduknya.
“Aniyo!” cegah Ji Eun sambil memegang tangan Taemin, lalu melepasnya cepat. “Kau bisa membelikanku lain kali,” ucap Ji Eun pelan sambil tersenyum menundukkan kepalanya karena malu atas aksinya memegang tangan Taemin.
Melihat hal itu, Taemin lantas balas tersenyum dan duduk kembali.
“Kuromyon, aku akan membelikanmu white tulip ketika pulang dari London.”
“Mwo?” tanya Ji Eun kaget. “Kau akan kembali London?”
“Ne. Besok aku akan ke London selama seminggu. Aboji membuka cabang baru perusahaan di sana. Aku disuruh untuk memantau perkembangannya dan menandatangani beberapa kontrak. Sebenarnya ini tugas aboji, tapi beliau sepertinya kurang sehat belakangan ini. Jadi, aku ditunjuk menggantikannya,” tutur Taemin.
Ji Eun hanya tersenyum mendengar penuturan Taemin.
“Hwe?”
“Aku hanya tidak habis pikir. Kau ternyata sangat peduli dengan keluargamu,” puji Ji Eun.
“Oh, ahh…” Taemin tersipu malu mendengar pujian Ji Eun.
Hening sejenak.
“Oh, Taemin-ah. Karena kau seorang namja, aku ingin menanyakan sesuatu padamu,” kata Ji Eun memecah keheningan.
“Mwo?”
“Jika seorang yeoja berbuat salah padamu yang membuatmu sangat marah dan sulit memaafkannya, apa yang akan kau lakukan pada yeoja tersebut? Apakah kau akan memusuhinya seumur hidup?” tanya Ji Eun sambil memandang wajah Taemin.
“Mm… kalau aku… aku mungkin akan memaafkannya jika dia sungguh-sungguh menyesal atas perbuatannya itu. Hwe? Kenapa kau tanyakan itu? Apa ada seorang yang marah padamu?” tanya Taemin penasaran.
“Ah, aniyo… mmm… Song! Song telah membuat seorang namja marah padanya. Ia bertanya padaku. Karena aku juga tak tahu, jadi aku tanya saja padamu…” jawab Ji Eun berbohong lalu tersenyum pada Taemin.
“Oh…” angguk Taemin. “Kajja! Kita berjalan-jalan. Aku tak mau menghabiskan waktu kencan pertama kita hanya dengan duduk di sini,” ajak Taemin sembari menarik tangan Ji Eun untuk berdiri.
“Ahh, ne…” balas Ji Eun tersenyum.
Pikiran Ji Eun masih melayang-layang.
“Apa Jonghyun Songsaengnim juga berpikir seperti itu?” batinnya.
“Annyeong haseyo!” sapa Changmin Songsaengnim ramah.
“Annyeong haseyo, Songsaengnim!”
“Gure. Mulai hari ini hingga seminggu ke depan, aku akan menggantikan Jonghyun Songsaengnim mengajar di kelas ini. Jonghyun Songsaengnim sedang ke luar kota untuk urusan keluarga. Jadi, mohon kerjasama mahasiswa sekalian.”
Ji Eun kembali mengingat perkataan Changmin Songsaengnim beberapa hari yang lalu.
“Aku yakin, dia pergi karena marah padaku,” batin Ji Eun dalam hati. “Andwe! Aku tidak boleh begini terus. Aku harus bertindak.”
*****
“Changmin Songsaengnim, jebal, beritahu kami ke mana Jonghyun Songsaengnim pergi!” pinta Hyorin pada Changmin Songsaengnim.
“Sudah berkali-kali kukatakan pada kalian berdua, dia pergi ke luar kota untuk urusan keluarga. Aku sendiri tak tahu di mana,” kata Changmin Songsaengnim.
“Tak mungkin songsaengnim tak tahu. Kalian berduakan berteman baik. Jebal!” kata Ji Eun memelas lalu membungkukkan badannya tepat 90°.
Melihat sikap Ji Eun, Hyorin lantas ikut membungkukkan badannya di depan Changmin Songsaengnim. Hati Changmin Songsaengnim perlahan mulai lunak melihat sikap kedua siswanya itu.
“Gure, gure. Jangan seperti ini. Kalian berdua bangunlah. Jika orang lain melihat sikap kalian berdua seperti padaku, bisa-bisa aku dituduh melakukan sesuatu yang tidak-tidak,” kata Changmin Songsaengnim akhirnya. “Jika kalian bisa memberiku sebuah alasan mengapa kalian sangat ingin bertemu Jonghyun Songsaengnim, mungkin aku akan berubah pikiran,” sambungnya.
“Jinjja? Horee…” lompat Hyorin kegirangan. “Ji Eun-ah, cepat beritahu alasanmu!”
“Tapi Hyorin-ah, aku harus bilang apa? Apa aku harus bilang padanya yang sebenarnya?” bisik Ji Eun.
“Kau gila mau memberitahunya? Kau berikan saja alasan yang lain…” balas Hyorin berbisik.
“Apa yang kalian bicarakan?” suara Changmin Songsaengnim tiba-tiba mengagetkan Ji Eun dan Hyorin yang saling berbisik.
“Ah, jwesonghamnida!” kata Ji Eun dan Hyorin bersamaan.
“Err… keluargaku kenal baik dengan keluarga Jonghyun Songsaengnim. Tapi, seminggu ini, Jonghyun Songsaengnim tak pulang ke rumah. Haraboji sedang sekarat di rumah sakit dan ingin sekali bertemu Jonghyun Songsaengnim. Ponsel Jonghyun Songsaengnim tak bisa dihubungi. Jadi, appa Jonghyun Songsaengnim meminta tolong padaku untuk mencari keberadaannya. Maka dari itu, jebal, beritahu aku di mana Jonghyun Songsaengnim sekarang!” kata Ji Eun berbohong.
“Jinjja? Kenapa kalian tak bilang dari tadi. Aku akan meneleponnya sekarang dan menyuruhnya pulang,” kata Changmin Songsaengnim sambil merogoh kantung celananya untuk mengambil ponselnya.
“Aniyo, Songsaengnim. Aku kan sudah bilang, ponselnya tak bisa dihubungi,” cegah Ji Eun cepat.
“Gwenchana. Kita belum mencoba. Lebih cepat memberitahunya lebih baik,” ucap Changmin Songsaengnim.
“Ji Eun-ah, memang benar apa yang kau katakan tadi?” bisik Hyorin.
“Aniyo. Aku saja tak tahu, apakah haraboji Jonghyun Songsaengnim masih hidup atau tidak,” balas Ji Eun berbisik.
“Ha? Jinjja! Kau pandai sekali berbohong. Otte kalau Changmin Songsaengnim berhasil menghubungi Jonghyun Songsaengnim dan memberitahunya?”
“Molla. Kita lari saja kalau memang kejadiannya seperti itu,” balas Ji Eun gugup.
“Hah, kau benar. Ponselnya tak bisa dihubungi,” kata Changmin Songsaengnim.
“Jinjja? Hah… syukurlah…” ucap Ji Eun lega lalu melakukan high-five dengan Hyorin.
“Ya! Hwe kalian begitu senang?” kata Changmin Songsaengnim yang kaget melihat tingkah Ji Eun dan Hyorin.
“Aniyo… Ah, sekarang jebal beritahu kami di mana Jonghyun Songsaengnim berada!” kata Hyorin mengalihkan keadaan.
“Dia pulang ke Busan. Aku sendiri heran, mengapa dia tidak pulang ke rumahnya? Padahal rumahnya di Busan. Kuromyon, ke mana dia pergi?” pikir Changmin Songsaengnim.
“Dia berada di Busan? Oh, gure. Kamsahamnida, Songsaengnim…” kata Ji Eun lalu cepat menarik tangan Hyorin keluar dari ruangan Changmin Songsaengnim sebelum mereka diserang berbagai pertanyaan lagi.
“Lalu, apa yang akan kau lalukan sekarang?” tanya Hyorin setelah berada cukup jauh dari ruangan Changmin Songsaengnim.
“Aku akan pulang ke Busan,” jawab Ji Eun mantap.
*****
Rumah Nyonya Lee (Ji Eun)
“Nona Ji Eun, annyeong haseyo! Kenapa begitu tiba-tiba?” kata pelayan keluarga Lee kaget ketika melihat Ji Eun memasuki rumah.
“Aku rindu pada omma. Jadi aku pulang. Oh ne, omma mana?” kata Ji Eun tersenyum.
“Oh… Nyonya sedang ke butik. Mungkin sebentar lagi akan kembali.”
“Mm… kalau omma kembali, katakan padanya aku di kamar, ne?”
“Ie…”
*****
Tok tok tok…
“Ji Eun-ah…” panggil Nyonya Lee seraya membuka pintu kamar Ji Eun pelan.
“Omma…” balas Ji Eun yang terbangun dari tidurnya, lalu duduk di sisi tempat tidurnya.
“Omma tidak yakin alasanmu pulang karena merindukan omma,” kata Nyonya Lee tersenyum dan mengambil kursi meja belajar Ji Eun lalu duduk di depannya.
“Hahaha, omma tahu saja,” ucap Ji Eun yang tersenyum dan menunduk malu.
“Kuromyon, kenapa kau tiba-tiba pulang?”
“Aku hanya ingin pulang. Lagipula, aku tak ada kelas untuk dua hari ke depan,” jawab Ji Eun.
“Ohh… otte hubunganmu dengan Jonghyun? Gwenchana?”
“Berarti Jonghyun Songsaengnim belum menceritakan apa-apa pada omma. Syukurlah…” batin Ji Eun.
“Gwenchana, omma,” jawab Ji Eun tersenyum.
“Ah, Ji Eun-ah, masalah pertunanganmu dengan Jonghyun, omma sudah membicarakannya dengan Tuan Shin. Bulan depan kan kau ujian. Jadi, kami memutuskan acara pertunangan kalian dilangsungkan dua bulan ke depan, otte?” tanya Nyonya Lee.
“Jonghyun Songsaengnim sudah tahu mengenai hal ini?” tanya Ji Eun ragu.
“Ne. Awalnya kami memutuskan acaranya dilangsungkan bulan depan saja, tapi Jonghyun menolak. Katanya, bulan depan kau ada ujian. Dia tak mau ujianmu terganggu. Hah… dia namja yang sangat perhatian. Kau beruntung mendapatkannya,” kata Nyonya Lee sambil mengusap kepala Ji Eun.
“Ah, ne…” jawab Ji Eun tersipu malu. “Om, omma, apa Jonghyun Songsaengnim dalam seminggu terakhir ini pernah mampir ke sini?”
“Aniyo. Hwe? Kau tak bertemu dengannya di kampus?” tanya Nyonya Lee curiga.
“Aniyo. Dia sudah seminggu ini tak masuk kampus. Kata Changmin Songsaengnim, dia pulang ke Busan. Ponselnya juga tak bisa dihubungi,” jelas Ji Eun sedih.
“Ahh… arasseo. Kau pulang ke Busan karena merindukannya, ne?” goda Nyonya Lee.
“Mwo? Aniyo, aniyo omma…” balas Ji Eun kikuk.
Nyonya Lee hanya bisa tertawa melihat tingkah putri semata wayangnya itu.
“Errr… omma…” panggil Ji Eun ragu.
“Ne?” balas Nyonya Lee.
“Boleh aku minta alamat rumah Tuan Shin? Aku ingin menemui Jonghyun Songsaengnim…”
*****
Sore itu, Ji Eun berjalan lunglai menatap jalan yang ditapakinya. Dia merasa sedih dan terus dihantui rasa bersalah pada Jonghyun. Lusa dia akan kembali ke Seoul, tapi belum berhasil bertemu dengan Jonghyun.
“Masalah ini harus segera kuselesaikan sebelum kembali ke Seoul,” pikirnya.
“Jonghyun memang sudah seminggu di sini. Tapi, dia pergi sejak pagi entah ke mana. Kau mau menunggunya di dalam? Sekalian kau bisa ikut makan malam bersama kami,” ajak Tuan Shin.
“Ah, aniyo. Aku pulang saja. Kasihan omma, sendirian di rumah…”
Kembali teringat percakapannya dengan Tuan Shin tadi. Ji Eun lalu menghela napas.
“Mungkin dia benar-benar marah padaku, hah…”
Ji Eun terus berjalan hingga melewati sebuah taman bermain yang sudah lama tak pernah dijumpainya. Di bibirnya tersungging sebuah senyuman tipis. Kaki mungilnya melangkah memasuki taman itu, lalu duduk di atas sebuah ayunan. Diamatinya anak-anak kecil yang sedang bermain dan berlarian ke sana kemari. Diingatnya kembali kejadian belasan tahun yang lalu.
“Ahjushi sedang mencali siapa?”
“Ahjushi sedang mencari anak ahjushi. Tadi, dia bermain ayunan di sana. Apa kau melihatnya?”
“Aniyo. Mau kubantu mencalikannya untuk ahjushi?”
Ji Eun hanya bisa tersenyum. Dia lalu beranjak dari ayunan tempatnya duduk dan berjalan mengelilingi taman itu. Langkahnya kembali terhenti ketika melihat sebuah pohon tua yang kini sudah semakin besar. Dia kembali menyunggingkan senyum.
“Apa namamu Jonghyun?”
“Ne, dari mana kau tahu?”
“Appamu mencalimu! Ayo tulun!”
Ji Eun lalu berjalan mendekati pohon itu dan duduk di bawahnya. Kembali diperhatikannya anak-anak kecil yang sedang bermain. Tiba-tiba…
TUK!
“Aw…” ucap Ji Eun kesakitan. Seseorang menimpukinya dengan batu dari atas pohon. Diambilnya batu itu.
“Jinjja! Nuguya?” sambungnya seraya mendongak ke atas. Dia ingin tahu, siapa yang berani menimpukinya dengan batu.
“Ha?” Ji Eun tertergun melihat siapa orang itu.
“Ji Eun-ah!”
“Jo, Jonghyun Songsaengnim?”
*****
“Ini batu songsaengnim…” kata Ji Eun pelan sambil mengambalikan batu milik Jonghyun yang tadi terjatuh di atas kepalanya.
“Mianhae. Aku tadi tak sengaja menjatuhkannya,” kata Jonghyun datar sambil menerima batu itu.
Hening. Mereka berdua hanya terduduk di atas bangku taman yang tak jauh dari pohon tadi tanpa sepatah kata pun. Tiba-tiba, terdengar suara isak tangis Ji Eun.
Jonghyun langsung berbalik melihat wajah Ji Eun yang tertunduk. Dia bingung harus berbuat apa.
“H, hwe? Kau menangis?” tanya Jonghyun gugup.
“Mianhae, mianhae, mianhae… Aku benar-benar menyesal. Mianhae, mianhae Songsaengnim…” kata Ji Eun pelan masih disela-sela isak tangisnya. Dia menggenggam tangannya erat. Bisa dirasakan, tangannya sangat dingin karena takut Jonghyun tak mau memaafkannya.
“Ara. Aku salah. Ara… Jeongmal mianhae…” kali ini tangis Ji Eun benar-benar tumpah.
Jonghyun masih terus menatap wajah yeoja di sampingnya itu. Hatinya tidak tega melihat seorang yeoja menangis karenanya. Diraihnya badan Ji Eun lalu dipeluknya erat.
“Uljima! Uljima, Ji Eun-ah…” katanya pelan menambah erat pelukannya.
Ji Eun sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Semakin erat pelukan Jonghyun, maka semakin keras tangisannya. Tubuhnya merasa sangat nyaman dalam dekapan Jonghyun. Wangi khas tubuhnya, membuat Ji Eun semakin membenamkan kepalanya dalam pelukan Jonghyun.
“Uljima!” kata Jonghyun lagi sambil mengusap air mata Ji Eun lembut setelah melepaskan pelukannya. Dia lalu tersenyum.
“Aku baru pertama kali melihatmu menangis. Kyowo!” goda Jonghyun yang mencubit pipi Ji Eun.
“Mianhae, Songsaengnim…” kata Ji Eun yang masih diliputi rasa bersalah.
“Ya, berhentilah mengucapkan kata itu…”
“Aniyo. Aku tak akan berhenti sampai kau memaafkanku. Aku akan melakukan apa saja asal songsaengnim mau memaafkanku…” kata Ji Eun yang masih sesenggukan karena menangis.
Jonghyun lalu tertawa dan mengusap kepala Ji Eun lembut.
“Kau tak perlu melakukan apa-apa lagi. Ini sudah cukup. Aku senang kau datang.”
“Maksudnya?” tanya Ji Eun yang langsung mengangkat wajahnya.
“Mm, tak ada ruginya juga aku pulang ke Busan dan meninggalkan kelasku untuk Changmin.”
“Ja, jadi… songsaengnim sengaja melakukan semua ini?”
“Mm… memang terdengar sedikit jahat. Tapi ini berhasil,” kata Jonghyun melirik Ji Eun sambil menyunggingkan senyum manisnya.
“Ha? Aigoo. Apa yang telah kulakukan? Mempermalukan diriku sendiri? Aigoo ya…” kata Ji Eun syok sambil mengusap air matanya dengan ujung bajunya.
“Hahaha… kau jangan berkata begitu. Aku jadi terdengar sangat jahat. Hahaha…” tawa Jonghyun.
“Songsaengnim sangat keterlaluan,” kata Ji Eun kesal.
“Lalu apa yang harus kulakukan agar kau memaafkanku?” tanya Jonghyun yang masih memandang wajah Ji Eun yang memerah.
“Kau mau kubelikan es krim?” sambungnya.
“Ha?” tanya Ji Eun kaget lalu membalas menatap Jonghyun.
“Ya, aku bukan anak kecil lagi…” sambungnya.
“Gure,” kata Jonghyun tersenyum. “Kuromyon, mau kuantar pulang?”
Ji Eun berpikir sejenak lalu menganggukkan kepalanya. Jonghyun lalu berdiri dan memberikan tangannya pada Ji Eun. Ji Eun lalu menyambut tangan Jonghyun dengan hangat. Mereka pun berjalan bergandengan di tengah anak-anak kecil yang masih asyik bermain, walaupun matahari sepertinya sudah akan kembali ke peraduannya.
~to be continued~
Word’s list:
1. Ige bwoya? : apa ini?
2. Haraboji : kakek
3. Uljima : jangan menangis
Next TEASER:
"Apapun yang kau pakai, tetap terlihat manis…"
"Hari ini white tulip itu datang lagi. Semakin hari jumlahnya semakin banyak."
Author’s NOTE:
Hai hai! Tidak terasa ya, sudah sampai PART 5. Maaf kalau PART 5nya agak lama saya posting. Soalnya memang baru selesai. Ada beberapa kendala. Pertama, saya rehat sejenak karena persiapan USM salah satu sekolah tinggi di Indonesia, lalu karena memang belum dapat pencerahan alias ide untuk melanjutkan cerita ini. Kalau di part-part sebelumnya sih, idenya lancar banget kayak air keran yang mengalir tiada henti. Makanya postingnya juga cepat. Tapi kali ini kerannya lagi mampet kali ya?? ^^
Oh ya, saya terkadang sulit membagi waktu Ji Eun-Taemin dan Ji Eun-Jonghyun. Tapi saya akan berusaha membagi Ji Eun dengan keduanya seadil-adilnya (emang Ji Eun barang apa?? #ngeekk). Biar pembaca makin penasaran akhirnya Ji Eun sama siapa. Sebenarnya sudah sempat terpikir endingnya kayak gimana. Tapi tidak tahu juga kalau akan berubah nantinya. Readers, be patient, ok?!
Ah, saya lagi-lagi mau meralat word’s list entah di PROLOG atau PART 1 (*lupa). Ralatannya adalah jwesonghamnida= maaf (formal), sebelumnya tulisannya begini jwesonghamnida= maaf (informal). Maaf ya, inilah manusia tak pernah terhindar dari kesalahan. Thanks buat pembaca yang sudah memberitahuku hal ini :)
Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^
:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::
Categories
Fanfiction siBluuu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
3 comments:
waaah.. Aku suka bgt dah moment IU-jong disini . Kekeke
Pas sama taemin jg suka sih ,tapi kasian jong'nya . Next yah thor . Hwaiting
Thanks. Tp klo part selanjutnya kayaknya akan lama lagi dipostingnya. Soalnya sy akhir2 ini agak sibuk. Hehe..
ne.. Gpp cingu . Fighting aja yah . Hehehe ^^
Posting Komentar