Jumat, 08 Juni 2012

HELLO TO MY JI EUN [PART 8]

Posted by Nur Fadhilah at 4:09:00 PM


Author : Nur Fadhilah
Genre : Romance, friendship, comedy (a little bit)
Rating : PG-13
Length : Multi-chapter
Casts : Lee Ji Eun (IU), Lee Taemin (SHINee), Kim Jonghyun (SHINee), Song Jieun (Secret), Hyorin (Sistar), Sandara Park (2NE1)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fanfiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)


Baca dulu PROLOG, PART 1, PART 2, PART 3, PART 4, PART 5, PART 6, dan PART 7 dulu ne...


Previous Part:
“Ada apa?”

“Mereka… mereka sudah tahu, Hyorin-ah…” kata Ji Eun lalu menghambur ke pelukan Hyorin.

Menangis.


*****

Ji Eun hanya diam saja saat itu dalam perjalanannya ke Busan bersama Jonghyun. Jonghyun sudah berkali-kali mengajaknya berbicara, tapi tak dihiraukannya. Jonghyun mencoba bernyanyi dan menceritakan lelucon. Tapi percuma. Ji Eun tetap diam. Jonghyun merasa yeoja yang duduk di sampingnya ini bukanlah manusia, tetapi manekin yang menyerupai calon tunangannya.

Jonghyun tiba-tiba menepikan mobilnya. Padahal tujuan mereka masih setengah jalan lagi.

“Hwe?” tanya Ji Eun.

Mungkin dia bingung karena aku memberhentikan mobil di tepi jalan raya, di mana kendaraan banyak yang berlalu-lalang. Pikir Jonghyun.

“Seharusnya aku yang bertanya. Hwe? Kau jangan mendiamkanku seperti ini terus. Aku merasa seperti orang bodoh. Berbicara sendiri dan kau sama sekali tidak menggubrisku. Apa aku sebegitu bersalahnya terhadapmu?”

Ji Eun hanya diam.

“Aku benar kan? Kau melakukannya lagi…” ujar Jonghyun yang sudah mulai kesal lalu memukul stir mobilnya lumayan keras.

“Jebal, aku sedang tak ingin bertengkar.”

Jonghyun menoleh kepada Ji Eun kesal.

“Kita menyelesaikannya sekarang atau kita tidak jadi ke Busan?”

Kali ini giliran Ji Eun menoleh pada Jonghyun.

“Songsaengnim mengancamku?” Ji Eun menatap tajam. “Gure. Aku akan turun di sini dan meneruskan perjalanan sendiri ke Busan tanpa songsaengnim. Aku tak mau mengecewakan omma.”

Ji Eun lalu membuka pintu mobil, turun, dan membanting pintu mobil baru Jonghyun dengan kasar. Ji Eun lalu melangkah pergi.

Mau tak mau, Jonghyun ikut turun dari mobilnya dan berlari kecil mengejar Ji Eun. Ditariknya tangan yeoja itu, lalu dipeluknya erat.

“Mianhae. Ara, kau marah padaku. Tapi jebal, jangan seperti ini. Aku tak bermaksud membongkar semuanya pada teman-temanmu.”

Tanpa sadar, Ji Eun menitikkan air matanya. Kembali ia menenggelamkan kepalanya di dada bidang Jonghyun untuk kedua kalinya, setelah kejadian di taman sewaktu ia datang untuk meminta maaf pada Jonghyun. Tak disangka, kejadian itu kini kembali terulang. Namun, kali ini Jonghyun lah yang meminta maaf pada Ji Eun.

“Mianhae. Songsaengnim tidak salah. Tidak ada yang salah. Mungkin takdir yang mengharuskan Dara dan Song mengetahui semuanya dengan cara seperti ini. Aku terlalu egois. Mianhae…” sesal Ji Eun pelan di sela tangisannya.

Jonghyun pun mempererat pelukannya. Tak peduli pada ratusan kendaraan yang berlalu lalang di jalan itu. Ia hanya memedulikan Ji Eun-nya. Yeoja yang mungkin sudah membuatnya jatuh cinta.

*****

Hari pertunangan Ji Eun dan Jonghyun…

“Ji Eun-ah, yeppo yo…” puji Hyorin ketika diperbolehkan masuk ke dalam ruangan tempat Ji Eun menunggu dimulainya upacara pertunangan di salah satu hotel bintang 5 di Busan.

Ji Eun tersenyum manis.

“Gomawo, Hyorin-ah. Kau juga, yeppo.”

Hyorin tersenyum malu mendengar pujian Ji Eun.

“Tapi hari ini, kau adalah bintangnya. Bintang yang paling bersinar di antara semua bintang…”

“Hahaha…” mereka tertawa bersama.

“Hyorin-ah, kau datang sendiri?”

“Mianhae, Ji Eun-ah. Aku tak berhasil membujuk mereka. Awalnya Song sudah berhasil kubujuk. Tapi… kau tahu kan Dara. Dia…”

“Gwenchana. Ara…”

Hyorin sangat sedih melihat wajah Ji Eun yang tertunduk tak bergairah. Matanya terlihat berair.

“Ji Eun-ah, uljima! Aku sahabatmu. Aku datang menyaksikan pertunanganmu. Uljima! Kau sudah secantik ini. Uljima!” Hyorin memeluk Ji Eun.

Meskipun melarang Ji Eun untuk menangis, nyatanya Hyorin sendiri tak bisa membendung air matanya.

“Bagaimana bisa ada seorang sahabat yang kan melangsungkan upacara sakral seperti ini, tapi tak dihadiri oleh sahabatnya yang lain?” batin Hyorin yang masih memeluk Ji Eun sambil menepuk-nepuk punggungnya.

“Kau terlalu baik Ji Eun-ah. Mereka seharusnya tak boleh bersikap seperti ini padamu setelah semua yang telah kau lakukan untuk persahabatan kita…” lirih Hyorin.

*****

Dengan senyum yang merekah, Jonghyun sukses menyematkan cincin pertunangan di jari manis Ji Eun. Ji Eun lalu mengambil pasangan cincin yang satunya lagi. Di bagian dalam cincin itu tertulis namanya. Lee Ji Eun. Ji Eun menyematkan cincin itu di jari manis Jonghyun. Riuh tepuk tangan hadirin yang hadir, termasuk Hyorin, Nyonya Lee, dan Tuan Shin, mewarnai senyum bahagia pasangan yang telah resmi berstatus sebagai tunangan tersebut.

Walaupun hati Ji Eun pilu karena kedua sahabatnya tak juga kunjung hadir di akhir upacara pertunangannya, tapi dia tetap berusaha tersenyum semaksimal mungkin. Ia tidak mau ommanya menyadari kesedihannya saat itu.

Jonghyun lalu merangkul Ji Eun erat untuk memberi sokongan seakan mengerti apa yang sedang dirasakan Ji Eun. Ji Eun tersenyum hangat pada Jonghyun. Jonghyun tak bisa membohongi dirinya. Harus diakuinya, Ji Eun terlihat sangat cantik dibalut gaun hasil design Nyonya Lee.

*****

Beberapa hari kemudian…

Seoul National University


BUK!

Seketika buku-buku berjatuhan dari tangan Ji Eun.

“Aigoo… mianhae Ji Eun-ah. Aku tak sengaja…” ucap Dara dengan nada yang dibuat-buat.

Ji Eun tak mau menatap Dara. Ia tahu, Dara sengaja menyenggolnya. Ji Eun lalu berjongkok dan merapikan buku-buku yang baru dipinjamnya dari perpustakaan tadi.

“Aigoo… ige bwoya? Indah sekali…” kata Dara sambil ikut berjongkok dan meraih tangan kiri Ji Eun. “Apa ini cincin pertunangan?”

Seketika, semua pandangan mahasiswa yang sedang berjalan di sekitar mereka terhenti. Pertunangan? Siapa yang telah bertunangan? Begitu kira-kira pikiran mereka.

Wajah Ji Eun memerah. Ditariknya cepat tangannya.

“Bukan urusanmu!”

Ji Eun lalu mengangkat kembali buku-bukunya dan melenggang pergi.

Dara menatap punggung Ji Eun yang semakin menjauh dengan tersenyum sinis. Dia lalu merasakan sesuatu di dadanya.

Kenapa rasanya begini?

Dari lantai dua gedung seberang, Jonghyun menyaksikan kejadian tadi melalui jendela. Meskipun tidak tahu apa yang mereka perbincangkan, tapi ia tahu itu bukanlah sesuatu yang baik.

“Songsaengnim melihat apa?” tegur salah seorang mahasiswanya.

“Ah, ie? Mm… aniyo. Mari kita lanjutkan pelajarannya!”

*****

Donghook Apartment

Ji Eun melepas cincin yang melingkar di jari manisnya dan memasukkan ke dalam sebuah kotak kecil. Kotak itu lalu disimpan di dalam laci meja belajarnya.

Dipandanginya kembali jari-jarinya yang kini polos tanpa cincin itu.

“Hah…”

Air mata Ji Eun lantas jatuh membahasi pipinya ketika mengingat kejadian di kampus tadi.

“Mianhae…”

Diliriknya tangan kirinya lagi.

“Mianhae, Jonghyun Songsaengnim…”

*****

“Mana cincinmu?” tanya Jonghyun ketika melirik tangan kiri Ji Eun yang polos saat mengantarnya pulang.

“Kulepas. Mianhae…”

“Hwe? Kau tak menyukainya?”

“Aniyo. Hanya saja…”

“Hanya saja?”

“Hanya saja aku belum siap menggunakannya. Aku belum siap orang-orang di sekelilingku tahu. Kuharap songsaengnim mengerti. Tapi tenang saja, aku akan memakainya saat bertemu dengan omma atau aboji.”

Jonghyun hanya meliriknya sebentar kemudian kembali fokus pada kemudinya tanpa berkata apa-apa. Beberapa saat kemudian, Jonghyun menepikan mobilnya di depan Donghook Apartment.

“Gomawo, Songsaengnim…”

Ji Eun turun dari mobil dan masuk ke dalam apartemennya.

Jonghyun memutar keras otaknya. Ia berpikir, sebenarnya apa yang terjadi pada Ji Eun. Semenjak pertunangannya, ia tak pernah lagi melihat Ji Eun tersenyum tulus padanya.

Tiba-tiba terlihat seulas senyuman di bibir Jonghyun.

“Ara!”

Dia lalu melajukan mobilnya menuju suatu tempat. Tak lama, ia berhenti di depan sebuah toko. Toko perhiasan.

“Annyeong haseyo! Apa yang bisa saya bantu?” sambut pegawai toko ramah.

“Ie. Saya ingin memesan sesuatu…”

*****

Taemin terduduk lemas di kursi kerjanya yang dapat diputar-putar. Dipandangi laptop apple miliknya. Ia sedang mengerjakan bahan presentasinya untuk meeting besok. Berbagai dokumen menumpuk di samping laptopnya. Agendanya penuh untuk beberapa hari ke depan. Kini, hari-harinya diisi dengan berbagai kegiatan perusahaan, meeting, bertemu klien, makan malam dengan para kolega perusahaan, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan kemajuan perusahaan. Ternyata ini yang dikerjakan abojinya sejak dulu. Benar-benar melelahkan dan membosankan. Semenjak Tuan Lee sakit, Taemin lebih sering berada di perusahaan daripada di rumah untuk menggantikan abojinya memimpin perusahaan. Ruang kerjanya kini sudah menjadi rumah kedua baginya. Hari Minggunya pun kadang tersita untuk kepentingan perusahaan.

Tok.. tok..

“Masuk!”

Seorang sekertaris memasuki ruangan Taemin.

“Songsaengnim, barusan ada telepon dari Tuan Choi. Dia menunda makan malam dengan Anda Sabtu ini. Katanya, mendadak dia akan ke luar negeri.”

“Jeongmal?”

Sekertaris itu mengangguk.

Taemin tersenyum tipis.

“Kamsahamnida. Kau boleh keluar.”

Sekertaris itu menunduk sedikit lalu keluar dari ruangan Taemin.

“Ahh… akhirnya aku libur…” kata Taemin puas setelah sekertarisnya keluar.

Tiba-tiba Taemin memiliki ide bagus. Ia lalu meraih ponselnya cepat-cepat. Dicarinya kontak yang sudah lama dirindukannya. Ji Eun.

“Yoboseyo!”

Taemin tersenyum mendengar suara itu.

“Yoboseyo, Ji Eun-ah!”

“Oh, Taemin-ah. Mianhae, aku tak memperhatikan layar ponselku.”

“Gwenchana. Kau sedang sibuk?”

“Mm… mianhae. Sebenarnya aku sedang mengerjakan tugas kuliah.”

“Jeongmal? Kuromyon, aku mengganggumu. Aku akan tutup teleponnya.”

“Ah, aniyo. Aku bisa berhenti sebentar dan mendengarkanmu. Tugasku juga sudah hampir selesai. Hwe?”

“Oh.”

Taemin berhenti sejenak.

“Kita sudah lama tak bertemu. Kau ada waktu Sabtu ini? Aku ingin meng…”

“Ah, mianhae, aku tak bisa.”

Taemin sedikit tertegun karena perkataannya dipotong.

“Hwe?”

“Aku… aku hanya tidak ingin ke mana-mana Sabtu ini. Aku ingin tinggal di apartemen saja. Tak ada alasan lain. Mianhae…”

Tit. Ji Eun menutup telepon.

Taemin terdiam. Mungkin kaget, kecewa, kesal, marah karena diperlakukan seperti itu.

Taemin menjauhkan ponselnya dari telinganya.

“Aneh. Ada apa dengannya?”

*****

Triit.. triit..

“Yoboseyo, omma!”

“Yoboseyo! Omma menghubungimu sejak tadi, tapi ponselmu sibuk.”

“Oh, seseorang meneleponku.”

“Nugu? Jonghyun?”

“Aniyo, omma. Memangnya hanya Jonghyun Songsaengnim yang boleh meneleponku?”

“Hahaha… omma hanya bercanda.”

“Ada apa omma meneleponku?”

“Bogoshippo!”

“Ne, aku juga…”

“Kapan kau pulang?”

“Omma, aku baru saja pulang ke Busan beberapa waktu yang lalu. Masa iya aku pulang lagi?”

“Omma hanya ingin melihat wajahmu, sebelum omma pergi.”

“Memangnya omma mau ke mana?”

“Mendadak omma diundang ke Jepang untuk menghadiri International Fashion Show.”

“Oh, event tahunan itu… Tapi omma kan bisa ke Seoul dulu, setelah itu ke Jepang.”

“Omma sudah memesan tiket keberangkatan dari Busan. Mungkin pulangnya omma akan singgah di Seoul.”

“Ie. Jwesonghamnida, omma. Aku tak bisa pulang.”

“Ne, gwenchana. Omma tutup teleponnya. I love you, dear…

I love you too, omma…”

Tit.

*****

Dua hari kemudian…

Sore itu, Taemin sedang konsentrasi mengemudikan mobilnya sepulang dari perusahaan. Rumahnya sudah dekat. Tiba-tiba sesosok pejalan kaki membuyarkan konsentrasinya. Meskipun hanya tampak belakang, tapi dia kenal betul siapa pemilik punggung itu. Dipercepat laju mobilnya kemudian menepi di samping yeoja itu.

Taemin membunyikan klakson sekali yang membuat yeoja itu berhenti berjalan, lalu membuka jendela depan.

“Annyeong!”

“Taemin-ah?”

Bukannya membalas sapaan Taemin, Ji Eun malah semakin mempercepat langkahnya dan memasuki halaman Donghook Apartment.

Melihat hal itu, Taemin segera turun dari mobilnya dan berlari mengejar yeoja itu. Ia lalu menarik tangan Ji Eun dari belakang.

“Hwe?” tanya Ji Eun yang berbalik setelah tangannya ditarik.

“Ada apa denganmu? Kau bersikap sangat aneh padaku. Apa aku membuat kesalahan?”

Ji Eun terdiam.

“Aniyo. Aku hanya merasa sangat lelah. Aku memiliki 3 kelas hari ini. Mianhae, aku masuk dulu. Annyeong!”

Ji Eun lalu melepaskan tangan Taemin yang tadi menariknya dan melangkah memasuki Donghook Apartment.

*****

Dara menyunggingkan senyum melihat kejadian yang baru saja disaksikannya.

“Jadi, dia belum memberitahunya?”

“Hah… cinta segitiga yang miris. Aku penasaran, bagaimana reaksi Taemin setelah mengetahui hal ini.”

Taemin lalu berbalik hendak kembali ke mobilnya. Tapi buru-buru dicegat oleh Dara.

“Taemin-ah!” panggil Dara dari jendela kamarnya. “Jankanman!”

Dara segera berlalri keluar apartemennya, menuju lantai bawah, dan menghampiri Taemin di halaman.

“Ada sesuatu yang mau kuberitahu.”

“Mwo?”

“Kau pasti penasaran, apa yang terjadi pada Ji Eun. Kau juga pasti merasa bahwa akhir-akhir ini Ji Eun seperti menjauhimu. Lebih tepatnya menjaga jarak darimu.”

“Kau bicara apa? Ji Eun hwe?”

“Kau tahu rasanya dibohongi?”

Taemin memicingkan matanya.

“Dara-ah, jankanman! Jeongmal, aku tak mengerti arah pembicaraan kita.”

“Sakit bukan?! Apalagi orang yang melakukannya adalah orang yang sangat dekat dengan kita,” lanjut Dara tanpa mempedulikan perkataan Taemin.

“Siapa yang kau maksud?” tanya Taemin yang sepertinya sudah mulai bisa mengikuti alur pemikiran Dara.

“Siapa lagi kalau bukan Lee Ji Eun.”

“Dia bohong apa padamu?”

“Bukan hanya padaku, pada Song, pada Hyorin, padamu, dan pada semua orang.”

“Kebohongan apa?”

“Ji Eun sebenarnya sakit parah. Dia harus menjalani terapi selama ini. Dia telah menyembunyikan penyakitnya dengan sangat rapi dari semua orang, termasuk aku, Dara, dan Song. Kasihan sekali Ji Eun…” kata Hyorin yang tiba-tiba muncul dari balik pohon. Rupanya dia baru pulang dari supermarket dan tanpa sengaja mendengar pembicaraan Ji Eun dengan Taemin dan Dara dengan Taemin.

Hyorin-ah? Apa yang barusan dikatakannya? batin Dara bingung.

“Jeongmal? Ji Eun sakit?”

“Ne. Kami juga baru mengetahuinya. Jadi kuharap, kau mau mengerti keadaan Ji Eun saat ini. Aku juga merasa dia agak menjauh dari kami. Mungkin karena masih merasa bersalah pada kami.”

“Begitukah?”

“Ne. Jebal, kau jangan salah paham padanya! Begitu kan, Dara?”

Dara hanya melemparkan tatapan bingungnya. Ia sama sekali tak habis pikir Hyorin akan mengatakan semua ini.

“Kuromyon, haikke. Jebal sampaikan salamku pada Ji Eun. Ini memang bukan waktu yang tepat untuk berbicara dengannya.”

Taemin pun kembali ke mobilnya setelah mengatakan hal itu.

Hyorin tersenyum sambil melambaikan tangan pada Taemin.

“Apa yang kaubicarakan tadi?” tanya Dara setelah mobil Taemin pergi.

“Seharusnya aku yang menanyakan hal itu padamu. Apa yang kaubicarakan tadi?”

“Ya! Kau jangan bertanya balik padaku! Kau jelas-jelas melindunginya.”

“Ne. Aku memang melindunginya karena kau sudah sangat keterlaluan.”

“Apa maksudmu? Bukankah dia sudah membohongimu juga?”

“Aniyo. Aku membantunya menyembunyikan hal ini dari semua orang.”

“Mwo? Jadi kau…?”

“Ne. Aku sudah tahu sejak awal. Aku sudah tak tahan lagi. Aku akan menceritakan semuanya padamu. Tapi tidak di sini. Aku tak mau semua orang mendengar hal ini. Jebal! Setelah kau mendengar semua penjelasanku, terserah kau! Kau mau marah padaku dan Ji Eun atau tidak.”

*****

Triit.. triit..

“Yoboseyo!”

“Nona Ji Eun!”

“Ahjumma? Hwe? Ahjumma terdengar panik.”

“Nona, nyonya… nyonya…”

“Omma? Hwe omma?”

“Nyonya…”

“Ahjumma, jebal! Bicaralah yang jelas! Jangan membuatku jadi ikutan panik!”

“Nyonya kecelakaan.”

*****

“Yoboseyo!”

“Jonghyun Songsaengnim! Omma… omma…” Ji Eun terisak.

“Omma hwe?”

“Omma kecelakaan. Aku mau pulang ke Busan. Jebal, antar aku pulang.”

“Mwo? Gure. Jankanman! 5 menit lagi aku sampai di apartemenmu.”

*****

Dong-A University Medical Center, Busan

Tanpa menunggu Jonghyun, Ji Eun langsung turun dari mobil dan berlari masuk ke dalam rumah sakit. Segera ia menuju meja resepsionis dan bertanya mengenai korban kecelakaan mobil.

Ji Eun dengan cepat berlari ke arah yang ditunjukkan oleh perawat yang duduk di meja resepsionis itu. Dilihatnya ahjumma dan supirnya duduk gelisah di depan ruang operasi.

“Ahjumma… Songsaengnim…” panggilnya lirih.

“Nona Ji Eun?”

“Bagaimana keadaan omma?” tanya Ji Eun sambil berjalan pelan ke arah ahjumma dan supir keluarganya. Matanya sembab karena menangis sepanjang jalan dari Seoul ke Busan.

“Dokter masih belum keluar dari ruangan operasi. Jwesonghamnida nona, saya menandatangani surat persetujuan operasi. Saya tidak dapat menunggu nona. Nyonya harus dioperasi secepat mungkin. Tapi saya yakin, nona pasti setuju, jadi saya menandatanganinya.”

“Gwenchana, ahjumma,” kata Ji Eun dengan suaranya yang serak.

“Jwesonghamnida, nona. Saya sangat menyesal karena tak dapat menjaga nyonya. Seharusnya saya yang berada di ruangan itu, bukan nyonya. Saya tidak bisa terima dengan keadaan saya yang hanya luka kecil, sementara nyonya harus dioperasi,” sesal supir keluarga Lee. Matanya berkaca-kaca.

“Aniyo, Songsaengnim. Ini bukan kesalahan songsaengnim. Ini sudah takdir. Songsaengnim tak boleh berkata seperti itu. Aku bersyukur karena songsaengnim tak apa.”

Saat itu, Jonghyun sudah datang dan duduk di samping Ji Eun.

“Belum ada kabar?” tanya Jonghyun hati-hati.

Ji Eun menggeleng.

“Mari kita mendoakan omma! Semoga dia selamat.”

Ji Eun mengangguk. Dia lalu menyatukan kedua tangannya dan menutup mata. Perlahan, air mata kembali jatuh mengaliri pipinya.

Tiba-tiba lampu tanda operasi dimatikan. Jonghyun mengguncang bahu kanan Ji Eun, agar ia membuka matanya. Tak lama seorang dokter keluar sambil melepas maskernya. Jantung Ji Eun berdegup kencang.

“Jwesonghamnida, yang mana keluarga pasien?” tanya dokter itu.

Mendengar pertanyaan itu, Ji Eun dan Jonghyun langsung berdiri dan menghampiri dokter itu.

“Aku anaknya. Bagaimana keadaan omma?” tanya Ji Eun yang berusaha menahan air matanya untuk tidak jatuh.

“Jwesonghamnida, kami sudah berusaha semaksimal mungkin. Tapi Tuhan berkehendak lain. Kami, khususnya saya pribadi, turut berduka cita. Ibu Anda tak bisa kami selamatkan. Jwesonghamnida,”

“Mwo?”

“Sekali lagi, jwesonghamnida,” kata dokter lalu pamit dan mengundurkan diri dari hadapan Ji Eun dan Jonghyun.

Ji Eun masih diam mematung.

“Ji Eun-ah…” Jonghyun tak tahu harus berkata apa. Ditatapnya mata Ji Eun lekat-lekat.

Ji Eun masih berusaha menahan air matanya.

“Kau dengar apa dikatakan dokter barusan? Dia bilang dia tak bisa menyelamatkan omma. Dia bohong, kan? Ketika aku bertanya pada omma mengapa appa meninggal, dia bilang karena dokter tak bisa menyelamatkannya. Katanya, saat mendengar kata-kata itu, hatinya sangat sakit. Kakinya seperti lumpuh. Ia tak mampu berdiri. Kini aku bisa merasakan perasaaan omma saat itu. Kini aku merasa kakiku juga lumpuh. Aku merasa sudah tak bisa berdiri lagi karena aku sudah kehilangan pijakan. Tak ada lagi yang menopangku. Aku masih belum bisa berdiri sendiri. Aku masih butuh penopang. Otte aku bisa berjalan kalau penopangku sudah tak ada? Otte? Aku… aku lebih baik ikut bersama omma dan appa daripada di sini sendirian…”

Mendengar perkataan Ji Eun, Jonghyun langsung memeluk Ji Eun erat. Ji Eun kini tak kuasa menahan tangisnya. Ia menangis sekeras mungkin. Air matanya seperti tak ada habisnya. DIa terus menumpahkannya. Jonghyun mengelus kepala Ji Eun.

“Menangislah sepuasmu! Tapi jebal, jangan berkata begitu! Kau masih punya aku. Aku akan menemanimu di sini. Aku tak akan membiarkanmu sendirian. Aku janji.”

“Omma hanya ingin melihat wajahmu, sebelum omma pergi.”

“I love you, dear…”


~to be continued~


Word’s List:
1. Nugu? : siapa?
2. Bogoshippo : aku merindukanmu


Next TEASER:
“Aku adalah orang terbodoh di dunia ini karena telah jahat kepadamu setelah apa yang telah kau lakukan untuk persahabatan kita.”

“Apakah kau bersedia menjadi kekasihku? Sehari saja…”


Author’s NOTE:
Hai hai! Maaf ya saya vakum selama hampir 2 minggu. Ke’vakum’an saya beralasan kok. Saya sibuk mengurus tes masuk universitas. Author mohon doa dari readers sekalian ya, semoga author lulus. Aaamiin…
Gimana pendapatnya tentang part ini? Positif? Negatif? Saya berusaha menyelesaikan part ini secepat mungkin, mumpung lagi break. Takutnya kalau tidak diselesaikan cepat, bisa-bisa saya publishnya nanti bulan depan. Jangan!!! Nanti readersnya pada kabur semua lagi karena kelamaan nunggunya.
Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^

:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::

3 comments:

chanji yoo mengatakan...

annyeong.. Hmm.. Akhirnya d publish juga . Kali ini miris bgt nasib jieun . Jong oppa keliatan sayang bgt ama jieun, aku jd beneran gak tega kalo seandainya ntar jieun bakal ninggalin jong oppa . Huhuhu..
Next cingu.. Hwiting ! :D

Nur Fadhilah mengatakan...

Huhuhu... ;( Sy jd pingin nangis. Mianhae ya, PART 9nya hingga sekarang blm dipublish2. Soalnya sdh 2 minggu sy di luar kota buat mendaftar kuliah. Laptop tdk sy bawa. Balas komen ini sj di warnet. Skali lgi mianhae ya.. Sekedar bocoran, ff ini hanya sampai PART 10. Sy sdh mikiran ide ceritanya kok. So, be patient. Sorry..

chanji yoo mengatakan...

oke.. No problem . :)

Posting Komentar

 

Dhilah siBluuu Girl Template by Ipietoon Blogger Template | Gadget Review