::Leave 'Words' For Me::
::Followers::
Rabu, 01 Agustus 2012
HELLO TO MY JI EUN [PART 10] (END)
Author : Nur Fadhilah
Genre : Romance, friendship, comedy (a little bit)
Rating : PG-13
Length : Multi-chapter (last part)
Casts : Lee Ji Eun (IU), Lee Taemin (SHINee), Kim Jonghyun (SHINee), Song Jieun (Secret), Hyorin (Sistar), Sandara Park (2NE1)
Other casts : You can find it by yourselves
Disclaimer : The story just a fiction, because this is a fanfiction. The story is my own but the casts aren’t. I hope you like it. Happy reading :)
Baca PROLOG, PART 1, PART 2, PART 3, PART 4, PART 5, PART 6, PART 7, PART 8, & PART 9 dulu ne...
Previous Part:
“Yoboseyo?” terdengar suara Ji Eun.
“Bagaimana kalau kita akhiri saja pertunangan ini?!”
*****
Jonghyun membuka pintu apartemennya kemudian membantingnya. Ia lalu melemparkan sebucket white tulip yang dipegangnya ke atas sofa lalu ikut menghempaskan dirinya.
Triit.. triit..
Jonghyun meraih ponsel yang ada dalam saku celananya. Telepon dari Ji Eun.
Jonghyun berpikir sejenak lalu mengeject panggilan tersebut. Ponselnya berbunyi lagi dan masih dari orang yang sama. Jonghyun melakukan hal yang sama. Ketika ponsel itu berbunyi untuk ketiga kalinya, Jonghyun lalu menonaktifkan ponselnya dan membuangnya ke atas meja.
“Hah…”
Jonghyun menghela napas lalu memejamkan matanya.
*****
“Otte?” tanya Song.
Ji Eun menggelengkan kepalanya.
“Dieject…”
“Coba lagi!” suruh Dara.
Ji Eun kembali mencoba menelepon Jonghyun untuk kedua kalinya.
“Tetap saja…”
“Coba sekali lagi!”
‘Nomor yang Anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar area. Cobalah beberapa saat lagi!’
“Ponselnya tidak aktif…” kata Ji Eun kecewa sambil memanyunkan bibirnya.
“Sebenarnya apa yang terjadi, Ji Eun-ah?” tanya Hyorin.
“Molla… tiba-tiba saja dia meneleponku dan meminta agar pertunangan ini diakhiri
saja. Aku juga bingung…”
“Pasti kau telah membuat kesalahan!” ucap Dara.
“Ne. Jonghyun Songsaengnim adalah tipe orang yang jarang marah. Sekali marah, akan sangat menakutkan. Itu pun jika kau berbuat kesalahan yang fatal,” tambah Song.
“Apa mungkin…”
“Mungkin apa?” kompak ketiga sahabat Ji Eun.
“Sebenarnya sore tadi aku berkencan dengannya. Setelah makan, dia mengajakku nonton. Tapi, karena penasaran dengan penggemar rahasiaku, aku menolak. Dia tidak marah kok. Malah dia menawarkan untuk mengantarku, tapi aku tolak juga,” jelas Ji Eun.
“Apa kau memberitahunya bahwa kau akan pergi menemui si penggemar rahasiamu itu?” tanya Hyorin.
“Tentu saja tidak!”
“Benar juga ya? Apa sebenarnya yang membuatnya sangat marah padamu?”
“Oh, ara!” kata Song tiba-tiba.
“Kau tahu kenapa?” tanya Ji Eun penasaran, begitu pun Dara dan Hyorin.
“Ne. Menurutmu, kau tidak melakukan satu kesalahan pun terhadap Jonghyun Songsaengnim. Sikapnya terhadapmu sebelumnya baik-baik saja dan tidak ada masalah. Namun tiba-tiba ia meneleponmu dan meminta untuk mengakhiri pertunangan kalian. Apa kalian tidak sadar, ada sesuatu yang ganjil dengan semua fakta ini…”
“Aigoo… kau terlalu banyak teori. Cepat beritahu kami!!” paksa Dara.
“Ada kemungkinan, Jonghyun Songsaengnim diculik.”
“Mwo? Diculik?” ketiga sahabatnya tak percaya dengan hipotesis Song.
“Memang siapa yang menculiknya?” tanya Hyorin.
“Tentu saja seseorang yang tak senang dengan pertunangan Ji Eun dan Jonghyun Songsaengnim.”
“Berarti orang itu tahu mengenai pertunangan Ji Eun. Bukankah hanya beberapa orang saja yang tahu mengenai masalah ini?”
“Kata Ji Eun, ia tak bertemu dengan penggemar rahasianya di taman. Mungkin saja dia tahu kalau Ji Eun pergi berkencan dengan Jonghyun Songsaengnim. Karena dendam, si penggemar rahasia Ji Eun lalu menculik Jonghyun Songsaengnim lalu menelepon Ji Eun seolah-olah dia adalah Jonghyun Songsaengnim,” lanjut Song.
“Aigoo…! Hipotesismu berlebihan, Song-ah. Mana mungkin kau membuat jalan cerita seperti itu,” kata Ji Eun.
“Hehe… aku kan hanya berusaha membantu…” bela Song.
“Tapi kau membuat semua orang jadi takut. Ahh… buang pikiran anehmu itu! Tak masuk akal.”
“Huuu… dasar Song!”
Dara dan Hyorin kompak melempari Song dengan bantal kursi Ji Eun.
Ji Eun kembali mencoba untuk menelepon Jonghyun. Tapi tetap saja, bukan Jonghyun yang menjawab teleponnya, tapi si nona operator.
‘Bagaimana kalau kita akhiri saja pertunangan ini?!’
Apa sebenarnya yang terjadi denganmu?
*****
Seoul National University…
“Ji Eun-ah, kami mau ke cafeteria, kau mau ikut?” tanya Song pada Ji Eun ketika kuliah siang itu berakhir.
“Aniya. Kalian saja! Aku mau ke perpustakaan…”
“Gure. Kami pergi. Annyeong…”
“Annyeong…”
Ji Eun pun membereskan buku-bukunya dan memasukkannya dalam tas. Ia lalu keluar kelas dan menyusuri lorong-lorong yang juga dipadati mahasiswa lainnya. Sampailah ia di sebuah gedung yang bertuliskan ‘PERPUSTAKAAN’.
Suasana perpustakaan siang ini sangat padat. Sehingga, setelah mencari dan memilih beberapa buku, Ji Eun menjadi kesusahan mencari tempat duduk. Sepertinya tak ada yang tersisa untuknya.
Tiba-tiba, dilihatnya sebuah kursi kosong yang baru saja ditinggalkan seorang mahasiswa. Dengan cepat, Ji Eun berlari kecil menuju kursi itu dan duduk di situ.
Ji Eun lalu membuka bukunya dan menengok kiri dan kanan melihat siapa saja yang duduk di sampingnya.
“Omo!” ucap Ji Eun kaget.
“Jonghyun Songsaengnim? Annyeonghaseyo!” bisik Ji Eun.
Dengan malas, Jonghyun membalas senyuman Ji Eun.
“Annyeonghaseyo!”
Jonghyun lalu menutup buku yang dibacanya dan pergi meninggalkan Ji Eun.
Ji Eun yang merasa tak enak turut menutup bukunya dan mengambilnya. Ia memutuskan untuk meminjamnya saja.
Ji Eun lalu berlari mengejar Jonghyun.
“Jankanman, Jonghyun Songsaengnim!”
Mau tidak mau, Jonghyun harus berhenti berjalan. Bagaimanapun, Ji Eun adalah mahasiswanya. Jika tak menghiraukannya, bisa menjadi tontonan aneh nantinya.
“Hwe?” tanya Jonghyun dingin.
“Ada apa sebenarnya? Mengapa tiba-tiba songsaengnim memintaku untuk meng…”
“Lee Ji Eun! Ini kampus. Jangan bicarakan masalah pribadi di sini! Apalagi di tempat ramai seperti ini,” kata Jonghyun pelan memotong perkataan Ji Eun.
“Gure, kuromyon bisakah kita bicara di tempat lain?”
Triit.. triit..
Ponsel Ji Eun berbunyi.
“Yoboseyo?”
“Nande, Taeminyeyo…”
“Oh, Taemin-ah…”
Mendengar bahwa yang menelepon adalah Taemin, Jonghyun menghela napas berat, lalu pergi meninggalkan Ji Eun. Ji Eun hanya menatap kepergian Jonghyun dengan penuh rasa kecewa.
“Hwe?” lanjut Ji Eun.
“Ya, kau masih kekasihku hari ini.”
“Oh, mianhae… aku lupa.”
“Hah, kau ini. Aku akan menjemputmu sekarang!”
“Sekarang?”
“Ne. Hwe? Kau ada kegiatan?”
“Aniya. Gure. Kutunggu…”
“Gure.”
Tit.
Ji Eun meninggikan lehernya, mencari-cari sosok Jonghyun, tapi tak ditemukannya.
Apa sebenarnya yang terjadi?
Sambil menenteng buku-buku yang tadi dipinjamnya di perpustakaan, Ji Eun bergegas menuju halaman depan Seoul National University.
Tin.. tin..
Taemin membunyikan klakson mobilnya seraya membuka jendela depan agar Ji Eun dapat melihat dirinya.
Taemin lalu turun dari mobilnya dan membukakan pintu mobil untuk Ji Eun. Ji Eun lantas tersenyum dan dengan senang hati naik ke mobil Taemin. Taemin pun juga naik kembali ke mobil dan melajukan mobilnya.
“Kita mau ke mana?”
“Ada café baru. Pemiliknya adalah temanku. Kau mau coba?”
“Terserah kau saja.”
“Gure.”
*****
“Jonghyun-ah, jebal, biarkan aku menumpang di mobilmu! Kita kan satu arah…” mohon Changmin yang mobilnya pagi ini masuk bengkel.
“Shiro! Aku buru-buru.”
“Aigoo… kau jahat sekali… Ayolah, kutraktir kau nanti. Kebetulan ada café baru di simpang sana. Kutraktir kau minum kopi. Otte?”
“Jeongmal? Kau mau mentraktirku?”
“Ne…”
“Okay.”
“Kuromyon, kau mau mengantarku pulang?”
“Ne… kajja!”
Wajah Changmin pun berubah menjadi sumringah ketika permohonannya dikabulkan Jonghyun.
Traktir minum kopi tak apalah. Pikir Changmin.
*****
“Di sini tempatnya?” tanya Jonghyun.
“Mm…” angguk Changmin.
“Wah, parkirnya padat juga…”
“Kan ini café baru. Tentu peminatnya banyak.”
Setelah mendapat tempat parkir yang strategis, Jonghyun dan Changmin pun masuk ke dalam café.
SPECIAL OPENING: DISCOUNT 10% TODAY
“Ige bwoya? Diskon 10%?” Jonghyun membaca tulisan yang ada di pintu masuk.
“Hehe… aku melihatnya di koran tadi pagi,” kata Changmin cekikikan.
“Hah. Pantas saja kau mengajakku ke sini.”
“Tak apa kan…”
“Tidak di dalam, tidak di luar. Semuanya padat,” keluh Jonghyun.
“Di sana! Di sana ada tempat kosong! Palli!” tunjuk Changmin lalu menarik tangan
Jonghyun.
“Ya! Jangan menarikku seperti itu! Di sini banyak orang…”
“Kita harus cepat sebelum diambil orang…”
Mereka berdua akhirnya duduk di tempat yang ditunjuk Changmin.
“Aigoo… sangat ramai. Pelayannya mana ya?” kata Changmin sambil meninggikan lehernya mencari-cari keberadaan pelayan di tengah padatnya pengunjung.
Sambil Changmin sibuk mencari pelayan, Jonghyun memperhatikan sekitarnya. Café yang cukup mewah menurutnya. Tempatnya cukup strategis dengan harga yang lumayan.
Tiba-tiba mata Jonghyun menangkap sesosok orang yang sangat dikenalnya. Lebih dari itu. Dia… tunangannya. Lee Ji Eun bersama seorang namja yang mungkin bernama Taemin. Dilihatnya Ji Eun tertawa lepas bersama namja itu. Sungguh pemandangan yang menyayat hati.
“Pelayan!” panggil Changmin setelah mencari-cari cukup lama.
Pelayan itu pun dengan sigap mendatangi meja Changmin dan Jonghyun, lalu menyerahkan buku menu.
“Aku pesan hot cappuccino blend.”
Pelayan itu pun mencatat pesanan Changmin.
“Kau mau pesan apa?” tanya Changmin pada Jonghyun seraya menyerahkan buku menu yang dipegangnya.
“Aniya. Aku tidak jadi pesan. Kau saja. Aku mau pulang,” kata Jonghyun lalu meninggalkan Changmin.
“Ya! Jonghyun-ah…”
Jonghyun tak menoleh sedikit pun.
“Jwesonghamnida. Aku juga tak jadi pesan,” kata Changmin lalu mengejar Jonghyun.
“Ada apa denganmu? Mengapa tiba-tiba tak jadi pesan?” tanya Changmin ketika berhasil mengejar Jonghyun.
“Sudahlah. Jangan tanya lagi.”
“Tapi kau harus memberitahuku ada apa!”
“Naiklah, palli! Kalau tidak, aku akan meninggalkanmu.”
Jonghyun pun melajukan mobilnya dengan kecepatan cukup tinggi. Hatinya serasa terbakar mengingat apa yang dilihatnya tadi.
Apa kau benar-benar ingin mengakhirinya? Gure, kalau itu maumu.
*****
Sepertinya tadi aku mendengar suara Jonghyun Songsaengnim?
Ji Eun lalu mulai mencari-cari asal suara dengan memutar kepalanya ke kanan dan kiri.
Ah, mungkin hanya perasaanku saja. Apa ini efek samping karena dia marah padaku?
“Apa yang kau cari?” tanya Taemin setelah menelan sesuap pastanya.
“Ah, ani. Aku senang dengan suasana di café ini. Nanti aku juga akan mengajak Dara, Hyorin, dan Song ke sini,” jawab Ji Eun tersenyum.
“Oh. Makanlah yang banyak! Akhir-akhir ini kau terlihat lebih kurus.”
“Jeongmal? Aku memang sedang banyak pikiran…”
“Banyak tugas di kampus?”
“Mm… salah satunya…”
Taemin hanya membalas dengan tersenyum lalu melanjutkan makannya lagi. Setelah selesai, mereka berdua kembali ke mobil Taemin.
“Malam ini kedua orangtuaku mengundangmu ke rumah.”
“Ada apa?”
“Katanya mereka sangat merindukanmu. Sudah sangat lama kau tak pernah datang berkunjung.”
“Ah, itu… gure. Lagipula perjanjian kita akan berakhir malam ini, bukan?”
“Perjanjian apa?”
“Ya, kau pura-pura lupa? Kekasih sehari?”
“Oh, haha…”
“Kajja!”
“Ke mana?”
“Mengapa kau menjadi begitu bodoh? Tentu saja jalan-jalan. Atau… kau mau mengantarku pulang dan mengakhirinya sampai di sini?”
“Hahaha… benar juga. Tapi ke mana?”
“Ke mana pun kau ingin pergi,” tutup Ji Eun menampakkan senyum manisnya yang sangat suka dilihat Taemin.
*****
“Kau kenapa sih?” tanya Changmin yang penasaran pada sikap Jonghyun yang tiba-tiba berubah.
Jonghyun tidak menjawab. Tatapan hanya fokus pada jalan di depannya.
“Ahh… gure kalau kau tak mau cerita.”
Tiba-tiba Jonghyunmenepikan mobilnya dengan kasar.
“YA! YA! YA! Apa yang kau lakukan? Kau bisa saja membunuhku!”
“Apa kau bisa menjaga rahasia?” tanya Jonghyun tiba-tiba menatap dalam pada Changmin.
“Ra, rahasia apa?”
‘Apa Changmin Songsaengnim tahu mengenai pertunangan kita?’
‘Aku tak akan memberitahu siapa pun kecuali kau memberi izin.’
“Hah… sudahlah, lupakan saja!” kata Jonghyun setelah mengingat janjinya pada Ji Eun beberapa waktu lalu.
“Aish… kau seperti menjilat ludahmu sendiri. Nasi sudah menjadi bubur. Aku sudah terlanjur penasaran. Palli, beritahu aku!”
“Shiro! Tidak jadi!”
“Ya, kau ini. Beritahu aku!”
“Sekali lagi kau bersuara, kuturunkan kau di sini.”
“Aish… kau sensitif sekali…” Changmin mengakhiri percakapan mereka berdua dengan wajah ditekuk, kening dilipat, dan bibir dimanyunkan.
*****
Rumah Keluarga Lee…
“Ji Eun-ah… sudah lama tak berkunjung ke sini,” sapa Tuan Lee.
“Bagaimana kabarmu?” giliran Nyonya Lee yang menyapa.
“Baik,” jawab Ji Eun tersenyum tulus. “Kata Taemin, Anda kurang enak badan?” tanya Ji Eun pada Tuan Lee.
“Ne. Beberapa waktu lalu kesehatanku menurun. Tapi, seperti yang kau lihat sekarang, tubuhku sudah kembali bugar,” jawab Tuan Lee sambil mengangkat kedua tangannya layaknya seorang binaragawan.
“Hahaha…”
“Ja, kita masuk! Di luar sangat dingin…” ajak Nyonya Lee.
Ji Eun, Taemin, Tuan dan Nyonya Lee berjalan memasuki rumah sambil tertawa ceria.
Tak berapa lama setelah mereka berempat duduk di ruang tamu, seorang pelayan datang membawa minuman. Setelah itu dia kembali lagi membawa kue dan camilan.
“Oh ya, bagaimana kabar ommamu?” tanya Nyonya Lee.
Ji Eun tersenyum tipis.
“Omma sudah meninggal beberapa minggu yang lalu…”
“Mwo?” ucap Taemin, Tuan dan Nyonya Lee bersamaan.
“Kenapa tak memberitahu kami?” lanjut Nyonya Lee.
“Jwesonghamnida. Ini kesalahanku.”
“Hah… gure. Kami turut berduka cita.”
“Kamsahamnida…” ucap Ji Eun tersenyum.
“Aigoo… kenapa suasananya jadi seperti ini? Hahaha…” kata Tuan Lee mencairkan suasana.
Mereka lalu tertawa bersama.
“Bagaimana kelanjutan hubungan kalian?” tanya Nyonya Lee lagi pada Taemin dan Ji Eun.
“Hubungan?” tanya Ji Eun balik lalu melirik Taemin.
“Ahh… ommoni, hubungan kami tidak sejauh itu. Kami biasa-biasa saja,” jawab Taemin lumayan gugup.
“Biasa apanya? Kau mengajak Ji Eun jalan-jalan seharian, lalu kau bawa kemari, itu
dibilang hubungan yang biasa? Apalagi di hari terakhirmu di Korea.”
“Hah? Hari terakhir? Maksudnya?” tanya Ji Eun bingung sambil menatap Nyonya Lee dan Taemin bergantian.
“Apa dia tak bilang padamu kalau dia akan ke London?” Nyonya Lee balik bertanya sambil menunjuk Taemin.
“Lon, London?”
“Om, ommoni, aboji, aku dan Ji Eun permisi dulu. Aku akan mengajaknya ke taman
belakang,” sergah Taemin cepat.
“Oh, gure. Bawalah Ji Eun berkeliling sebentar…”
*****
“Jadi ini alasanmu atas permintaan konyol itu?” tanya Ji Eun setibanya di taman belakang rumah Keluarga Lee.
“Konyol? Kau bilang permintaanku konyol?”
“Tentu saja. Kau tiba-tiba datang dan memintaku menjadi kekasihmu. Apa itu tidak konyol namanya?”
“Kuromyon, jika kau menganggapku konyol, tentunya kau lebih dari itu. Kenapa kau mau menerimanya?”
“Karena aku sudah berjanji padamu.”
“Kalau kau waras, tentunya kau berpikir dua kali sebelum menerimaku.”
“Jadi kau menganggap aku gila? Atau jangan-jangan kau melakukan ini semua hanya sebagai kenang-kenanganmu nanti di London?”
“Bukan seperti itu... Aku hanya…”
“Sudahlah. Aku pulang saja. Kontrak kita sudah berakhir!”
Ji Eun lalu berbalik dengan perasaan yang tak karuan. Ia marah karena tak diberitahu hal yang sebenarnya oleh Taemin. Ia merasa ditipu.
Tiba-tiba Taemin berjalan cepat mengejar Ji Eun lalu menarik tangannya dari belakang.
“Jangan pergi!”
Ji Eun hanya diam.
“Aku begini karena aku punya alasan yang jelas.”
“Mwo?” tanya Ji Eun dengan posisi masih memunggungi Taemin.
“Kalau kau mau, aku akan menunggumu hingga lulus dan kembali untuk membawamu bersamaku.”
“Maksudmu?” Ji Eun berbalik.
“Aku berharap malam ini tak pernah berakhir. Aku ingin terus seperti ini.”
“Aku masih belum mengerti. Berkatalah yang jelas!”
Taemin lalu mengambil selangkah lagi sehingga ia bisa mengambil tangan Ji Eun dan meletakkan di dadanya.
“Apa kau dapat merasakannya?”
Deg.. deg.. deg..
Perasaan apa ini? Mengapa jantungku berdegup begitu kencang juga?
“Ap, apa kau…?”
“Ne. Mian karena baru mengatakannya sekarang. Aku tidak pernah mempunyai saat yang tepat. Tapi besok aku akan ke London untuk memimpin perusahaan aboji di sana. Molla, kapan aku kembali. Jadi kurasa, aku harus mengatakan ini sekarang.”
Ji Eun menarik tangannya. Dia tersenyum kecut.
“Mengapa baru sekarang? Tidak adakah saat yang tepat bagimu selama ini? Jadi, harus menunggumu pergi dulu baru akan datang saat yang tepat? Jika kau menganggap sekarang saat yang tepat bagimu, kau salah…”
Taemin tersenyum tak kalah kecutnya.
“Ara… aku memang sudah sangat terlambat…”
“Maksudmu?”
“Namja itu… dia tunanganmu kan?”
Mata Ji Eun terbelalak. Tidak mungkin Taemin mengetahui hal ini.
“Ot, otte? Bagaimana kau bisa tahu?”
Taemin menyeringai.
“Kuromyon, itu benar?”
Ji Eun mengangguk pelan. Ia menunduk, tak berani menatap mata Taemin.
“Kau masih ingat saat aku datang ke rumah sakit untuk memberikanmu white tulip?”
Ji Eun mengangguk lagi.
“Saat itu aku tidak langsung pulang. Aku mengikutimu.”
FLASHBACK
“Huft… syukurlah. Kukira ada namja lain yang menduluaniku.”
Mereka pun tertawa bersama.
“Mm… Taemin-ah, tak apa kan jika aku pergi sekarang? Aku takut ketika temanku terbangun, aku tak ada di sampingnya.”
“Memang siapa yang sakit?”
“Kan sudah kubilang temanku…”
“Ne, tapi temanmu yang mana? Setahuku kau tidak mempunyai teman dekat selain
Hyorin, Dara, dan Song.”
“Err… temanku… temanku yang… ya! Memangnya temanku hanya mereka bertiga? Temanku banyak. Pokoknya temanku!”
Taemin mengangguk tanda mengerti.
“Gure. Kuromyon, masuklah!”
“Ne. Gomawo white tulipnya…” ujar Ji Eun tersenyum manis lalu pergi meninggalkan Taemin.
Taemin lalu mendongak. Rasanya ada sepasang mata yang dari tadi mengamatinya dan Ji Eun. Tapi tak ada siapa-siapa.
Taemin masih bisa melihat Ji Eun yang berjalan menuju pintu rumah sakit.
‘Mengapa hari ini banyak sekali? Maksudku, seharusnya hari ini kau hanya memberiku enam tangkai.’
‘Ya, apa kau menderita penyakit lupa tingkat akut? Lalu white tulip yang kemarin itu apa?’
Kata-kata Ji Eun barusan masih terngiang-ngiang di pikirannya.
Apa benar dia hanya bercanda?
“Tidak mungkin. Pasti ada sesuatu yang terjadi selama aku di London.”
Taemin lalu berdiri dan berlari menuju pintu rumah sakit. Matanya terlihat awas mencari sosok Ji Eun.
“Itu dia!”
Ji Eun baru saja menaiki lift. Taemin mengamati angka yang tertera di lift itu.
Angkanya berhenti di angka 3, 4, dan 5. Taemin tidak tahu di lantai mana Ji Eun berada.
“Omo… mengapa bisa terjadi kecelakaan seperti itu…”
“Tenanglah Gyeongsil-ah… aku yakin Jonghyun baik-baik saja. Kan ada Ji Eun…” ujar Tuan Shin menenangkan omma Ji Eun.
Ji Eun? Apa mungkin Ji Eun yang mereka maksud sama denganku? batin Taemin.
Tuan Shin dan Nyonya Lee lalu bergegas menaiki lift.
Ah, aku ikut saja.
Taemin pun dengan cepat ikut menaiki lift yang sama dengan mereka.
Tuan Shin dan Nyonya Lee berhenti di lantai 3. Taemin mengikuti mereka dari belakang. Dengan sikap yang tidak mencurigakan tentunya. Mereka lalu memasuki kamar 310 dengan tergesa-gesa. Taemin mengintip dari balik kaca pintu.
“Ji Eun-ah… Mengapa kau tak mengangkat teleponku?” tanya Nyonya Lee.
“Aku tadi sedang keluar sebentar, omma.”
“Ah, kau sudah sadar rupanya. Syukurlah…”
“Aboji tadi sangat panik ketika ditelepon oleh Ji Eun. Apalagi suara Ji Eun yang serak karena menangis. Aboji pikir sesuatu yang sangat buruk menimpamu. Untungnya, kau tidak separah apa yang aboji pikirkan…”
“Oh, Jonghyun-ah, mengapa sampai bisa terjadi kecelakaan seperti ini?” tanya Tuan Shin.
“Molla. Saat itu aku mengerem mendadak mobilku karena hampir menabrak seekor anjing yang menyeberang tiba-tiba. Lalu, sebuah mobil menghantamku dari belakang. Setelah itu aku sudah tidak ingat apa-apa lagi,” jelas Jonghyun.
“Lalu seorang polisi meneleponku dan mengatakan kejadiannya padaku. Tanpa pikir panjang, aku berlari ke tempat kejadian yang terletak tidak begitu jauh dari apartemenku. Sesampainya di sana, aku menemukan Jonghyun Songsaengnim yang pingsan berlumuran darah. Untung saja ambulance segera datang dan membawanya. Aku pun ikut bersama Jonghyun Songsaengnim di ambulance dan tiba di sini…”
“Hahaha… gomawo Ji Eun-ah. Gomawo karena kau telah mengkhawatirkan Jonghyun. Aku senang melihat perkembangan kalian berdua,” kata Tuan Shin.
“Oh, mengenai pertunangan kalian, omma telah membuatkan design baju untuk pertunangan kalian nanti,” kata Nyonya Lee.
Pertunangan? Apa namja itu tunangan Ji Eun? Andwe! Andwe!
Taemin kemudian berbalik dan pergi meninggalkan tempat itu. Perasaannya masih berkecamuk. Ia tak tahu harus percaya atau tidak. Ia tidak mengerti, mengapa Ji Eun menyembunyikan hal ini darinya.
FLASHBACK END
“Saat itu aku tahu kenyataannya, tapi aku tak mau percaya. Aku tahu kau tak begitu menyukainya. Makanya aku tak menyerah. Jika saja masih ada satu kesempatan untukku…”
“Taemin-ah… aku sudah bertunangan. Semua ini terjadi begitu cepat. Aku tak bisa menolak. Aku tak mengerti pada apa yang kurasakan saat ini. Perkataanmu saat ini percuma…” Ji Eun menarik napas dalam-dalam. “Mianhae…”
Taemin lalu memeluk Ji Eun.
“Tetaplah seperti ini untuk beberapa saat…”
Bisa didengar oleh Taemin suara tangis Ji Eun. Taemin hanya tersenyum pahit pada kebodohannya. Hanya semilir angin yang terus menemani kesedihannya.
“Datanglah besok pagi pukul 10. Aku ingin melihatmu sebelum pergi. Aku akan menunggumu…”
*****
Donghook Apartment…
“Ji Eun-ah, ada seseorang yang mencarimu. Dia sudah menunggumu sejak tadi,” kata Nyonya Bom ketika melihat Ji Eun datang.
“Nuguya?”
Nyonya Bom tidak menjawab. Dia hanya menoleh ke arah orang tersebut.
Jonghyun Songsaengnim?
Ji Eun lalu berbalik ke halaman. Dilihatnya mobil Jonghyun yang diparkir agak jauh ke depan.
“Kamsahamnida…” ucapnya pada Nyonya Bom.
Ji Eun lalu memasuki ruangan. Dia menarik napas panjang kemudian tersenyum.
“Ehm…”
Jonghyun mengangkat kepalanya.
“Sudah lama? Mengapa tak telepon? Aku kan bisa pulang lebih cepat.”
Jonghyun tak menjawab. Dia hanya berdiri lalu menyambar tangan Ji Eun dan menariknya. Langkahnya yang lebar memaksa Ji Eun berjalan lebih cepat, mungkin sedikit berlari.
“Ya, kita mau ke mana?”
Jonghyun masih tak menjawab.
Akhirnya Ji Eun berteriak pada Nyonya Bom.
“Nyonya Bom, aku akan pulang larut. Jangan tunggu aku, tidurlah duluan!”
Nyonya Bom hanya terlihat mengangguk pelan. Dia bingung atas apa yang terjadi.
Jonghyun membuka dan menutup pintu mobilnya dengan lumayan kasar. Lalu melajukan mobilnya yang Ji Eun pun tak tahu ke mana. Mereka berdua diam tanpa kata.
*****
Setelah beberapa saat saling berdiam-diaman, Jonghyun akhirnya menepikan mobilnya di jembatan tepi Sungai Han. Ia turun dari mobil, yang diikuti oleh Ji Eun.
Jonghyun memegang besi pada jembatan lalu mengedarkan pandangannya ke setiap sisi sungai itu. Ada kapal pesiar mewah yang baru saja berlabuh, kerlap-kerlip lampu samar-samar, dan suara riak air yang tak beraturan.
Semilir angin merusak tatanan rapi rambut Ji Eun. Rambutnya terbang ke sana kemari. Cuaca saat itu memang lumayan dingin. Untungnya Ji Eun tidak memakai mini dress.
Ji Eun memandang sisi sebelah kiri wajah Jonghyun. Rambutnya juga ikut dihamburkan oleh angin.
“Ada apa?” tanya Ji Eun sambil berusaha menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya.
“Aku pernah berjanji padamu. Tapi kau sendiri yang memaksaku mengingkari janji itu. Aku tidak bisa seperti ini terus.”
Tampak Jonghyun menghela napas beratnya, lalu merogoh saku celana jeansnya.
Jonghyun lalu mengambil tangan Ji Eun dan menaruh sesuatu yang tadi diambil dari saku celananya. Ia lalu menutup telapak tangan Ji Eun tadi dengan tangannya yang satunya lagi.
“Simpanlah! Berikan pada orang yang menurutmu tepat.”
Ji Eun penasaran dengan apa yang tadi diletakkan Jonghyun di tangannya. Perlahan-lahan, dia membuka tangannya.
“Ha?!!”
Ji Eun cukup kaget dengan apa yang dilihatnya. Jonghyun mengembalikan cincin pertunangan mereka. Mata Ji Eun mulai berkaca-kaca.
“Bwoya?”
“Hah… Kau pulanglah sendiri! Aku masih akan mengunjungi tempat lain. Nanti akan kuteleponkan taksi...” ucap Jonghyun lirih.
Jonghyun lalu melangkah pergi menuju mobilnya. Ji Eun masih terdiam seperti patung di tempatnya dengan cincin di tangannya.
Jonghyun menghidupkan mobilnya. Namun tiba-tiba Ji Eun berlari dan menghadang mobil Jonghyun yang hendak pergi. Jonghyun yang kaget segera mengerem mobilnya, lalu keluar menghampiri Ji Eun.
“Apa yang kau lakukan?”
“Apa yang kulakukan? Bukankah seharusnya aku yang bertanya apa yang songsaengnim lakukan? Ha?” balas Ji Eun tak kalah kerasnya.
“Songsaengnim pernah berkata bahwa tak akan meninggalkanku, lalu tiba-tiba ingin mengakhiri semuanya. Sekarang songsaengnim mengajakku ke sini dan mengembalikan cincin pertunangan kita. Sebenarnya apa mau songsaengnim? Aku tidak tahu di mana letak kesalahanku. Jika memang songsaengnim ingin memutuskan pertunangan ini, jebal berikan aku alasan yang jelas…”
“Apa semuanya belum begitu jelas bagimu?”
Ji Eun mengangguk pelan. Ia masih bisa menahan air matanya.
“NAMJA TU ALASANNYA. APA ITU MASIH KURANG JELAS?!!”
Cukup sudah. Ji Eun tak dapat membendung air matanya lagi.
“Sudahlah. Kita akhiri saja! Aku akan meneleponkan taksi untukmu.”
Jonghyun lalu berbalik hendak masuk ke dalam mobilnya lagi.
“Namja itu…”
Kata-kata Ji Eun membuat langkah Jonghyun terhenti.
“… dia akan ke London besok dan tak tahu kapan akan kembali. Aku tidak pernah menjalin hubungan apa-apa dengannya. Pepatah bilang, cinta pertama adalah segalanya. Tapi songsaengnim sudah mematahkan pepatah itu.”
Air mata Ji Eun masih terus mengalir.
“Apa aku begitu rendah? Apa aku begitu rendah jika aku berkata aku sangat mencintai songsaengnim? Apa aku serendah itu?”
Ji Eun menyeka air matanya.
“Mianhae jika aku sudah menyakiti songsaengnim. Tapi sesakit apapun hati songsaengnim, hatiku lebih sakit…”
“Tak usah meneleponkan taksi untukku! Biar kucari sendiri,” sambungnya lalu berbalik pergi, mengambil jalan yang berlawanan dengan Jonghyun.
Tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang hangat di tubuhnya.
“So, songsaengnim?”
Jonghyun memeluk Ji Eun dari belakang.
Selama beberapa saat Ji Eun membiarkan tubuhnya dalam dekapan Jonghyun.
“Saranghae, Ji Eun-ah…”
.
.
.
‘Though it seems I have everything
I don’t wanna be a lonely fool
All of the women, all the expensive cars, all the money don’t amount to you
So I can make believe I have everything, but I can’t pretend that I don’t see
That without you girl my life is incomplete’
.
.
.
_Jonghyun-Incomplete_
*****
Sudah lewat tengah malam. Jonghyun dan Ji Eun masih duduk berdua di pinggir jembatan. Walaupun banyak orang yang sudah terlelap, tapi suasana di Sungai Han seakan tidak pernah tidur. Semilir angin masih setia menemani mereka, membiarkannya merasuki setiap inci kulit mereka.
“Aku punya sesuatu untukmu.”
“Mwo?”
“Pejamkan matamu!”
Tak perlu waktu yang lama, Ji Eun segera memejamkan matanya.
Jonghyun lantas tersenyum lalu merogoh saku jeansnya lagi. Sebuah kotak putih kecil dengan hiasan bunga di atasnya. Dia membukanya.
“Sekarang buka matamu!”
Ji Eun membuka matanya. Matanya berbinar.
“Bwoya?”
“Untukmu.”
“JJ?” Ji Eun membaca inisial yang tertera di kalung itu.
“Jonghyun-Ji Eun,” jawab Jonghyun tersenyum bangga.
“Hoo… hahaha…”
Ji Eun lalu mengambil kalung tersebut dan mengangkatnya di bawah sinar rembulan.
“Yepputa… jeongmal gomawo…”
“Kemarikan!”
“Hwe? Songsaengnim kan sudah memberiku. Kenapa memintanya kembali?”
“Ya! Aku tidak akan mengambilnya. Sini!” Jonghyun merebut paksa kalung itu.
Jonghyun lalu membuka pengait kalung itu dan mengalungkannya di leher Ji Eun. Tangan kekarnya membentuk lingkaran di leher Ji Eun. Jonghyun semakin memajukan wajahnya agar dapat mengaitkan kalung itu kembali. Namun tanpa sadar, wajah mereka berdua sudah begitu dekat. Kalung sudah berhasil dikaitkan. Tapi Jonghyun masih mendekatkan wajahnya, kali ini ke wajah Ji Eun.
Pipi Ji Eun memerah. Ia bisa merasakan suhu tubuhnya yang hangat karena desahan napas Jonghyun.
“Ahh… aku mau bersin,” Ji Eun tiba-tiba memalingkan wajahnya.
“Bersin?”
“Ne, bersin. Songsaengnim tidak percaya. Lihat ini, hattchiiii!!!” Ji Eun menirukan
gaya bersin yang sengaja dibuat-buat.
Jonghyun lalu tertawa. Ji Eun yang malu, juga ikut tertawa.
*****
“Ah… songsaengnim, apa tak bisa lebih cepat?” tanya Ji Eun gelisah.
“Ya, ini sudah sangat cepat. Kita bisa kena tilang kalau kalau lebih cepat lagi…”
“Aish… ini semua gara-gara songsaengnim!”
“Mwo? Kenapa gara-gara aku?” tanya Jonghyun sambil tetap fokus mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi.
“Aku kan tidur jam 2 pagi. Akhirnya bangun terlambat…”
“Gure. Ini semua gara-gara aku. Mianhae. Puas?”
“Ish…”
Jonghyun lalu tersenyum mendapati wajah Ji Eun yang terus-terusan cemberut sepanjang perjalanan.
*****
Waktu sudah menunjukkan pukul 10.30. Tapi Ji Eun belum datang juga. Para penumpang pesawat London Airlines sudah sedari tadi dipersilakan untuk menaiki pesawat. Tapi Taemin masih tetap bertahan di tempat duduknya. Ia masih menunggu kedatangan Ji Eun.
“TAEMIN-AH!” terdengar teriakan Ji Eun.
Taemin menoleh ke asal suara.
Ji Eun lalu berlari ke arah Taemin. Di belakangnya berjalan seorang namja. Jonghyun.
“Mianhae, aku terlambat…” kata Ji Eun yang masih ngos-ngosan.
“Gwenchana. Malahan kukira kau tak akan datang.”
‘Perhatian, perhatian! Tuan Lee Taemin, penumpang London Airlines, dipersilakan
menaiki pesawat melalui pintu 1!’
“Ya! Kau sudah dipanggil. Pergilah!”
“Ne. Ingat, undang aku jika kau menikah nanti! Aku akan merindukanmu…” ucap Taemin tersenyum.
“Dan kau…” ucap Taemin pada Jonghyun. “Jagalah Ji Eun baik-baik. Jika kau lengah, aku akan kembali untuk menjemputnya.”
“Tentu saja,” balas Jonghyun tersenyum.
“Gure. Haikke. Annyeong!”
Taemin pun memasuki ruang tunggu dengan cepat dan keluar melalui pintu 1. Ji Eun dan Jonghyun melambaikan tangan hingga sosok Taemin tak tampak lagi.
*****
2 tahun kemudian…
London…
Tok.. tok.. tok..
“Come in…”
Seorang yeoja berambut pirang memasuki ruangan.
“Sir, there is a packet from Seoul for you.”
“Really?” Taemin lalu mengambil paket tersebut. “Thank you.”
“Your welcome.”
Yeoja itu lalu keluar dari ruangan Taemin.
“Ji Eun?” Taemin membaca nama pengirimnya.
Dengan hati-hati, Taemin membuka paket yang berbentuk persegi panjang itu. Di dalamnya terdapat sebuah undangan dan foto.
Taemin mengambil undangan yang terletak paling atas.
‘UNDANGAN PERNIKAHAN KIM JONGHYUN - LEE JI EUN’
Taemin tersenyum membacanya.
Kemudian diambilnya kartu yang terselip di undangan itu.
‘Sesibuk apapun dirimu, kau harus datang ne… salam hangat penuh kasih Ji Eun-Jonghyun’
Taemin lalu menelepon sekretarisnya.
“Sarah, there’re important meetings next week?”
“No, Sir. Why?”
“Good. Booking a ticket to Seoul for next week. I’ll go there.”
“Is it for business or privacy trip, Sir?”
“Privacy.”
“Okay, Sir.”
Taemin menutup telepon. Diambil foto-foto yang dikirim Ji Eun, foto pra weddingnya dan Jonghyun.
“Tunggu aku…”
~The end~
Word’s List:
1. Nande : aku
2. Ja : ayo
3. Saranghae : aku mencintaimu
Author’s NOTE:
Hai hai! Tidak terasa ya, HELLO TO MY JI EUN akhirnya tamat juga. Meskipun menghadapi berbagai rintangan seperti ceritanya rada-rada gaje, kehabisan akal, sampai terlambat posting. Part ini sebenarnya sudah lumayan lama menganggur. Sengaja tidak saya selesaikan cepat karena menunggu rating part 9 naik dulu. Nah, setelah dirasa ratingnya sudah cukup, baru deh buru-buru nyelesain ending part ini.
Setelah saya baca ulang, rasanya ada yang aneh deh dengan ending ini. Feelnya gak dapat menurutku (*gimana caranya mau dapat, diketiknya sambil dengar lagu nge-beet dari 2NE1, haha :D). Maaf yee… Tapi kalau menurut kalian bagaimana?
Untuk ff setelah ini sebenarnya ada rencana mau bikin lagi (setelah OSPEK). Ceritanya sudah tersusun rapi dalam otakku. Tapi tergantung mood sih. Kalau lagi rajin, sy tulis. Kalau malas, yaa malas ah. Tapi kalau misalnya jadi, saya mau izin sama Sulli dan Minho buat namanya saya pake di ffku nanti. Hehe…
Akhir kata, terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman yang sudah meluangkan waktu untuk membaca ff pertamaku ini yang masih terbilang gaje (gak jelas). Jangan bosan-bosan mampir ke blogku ya. Kalau Anda suka sama blog saya, yuk join aja. Tinggal klik follow, maka Anda akan selalu mendapatkan ‘sesuatu’ yang ter-up to date dari blog saya.. ^_^
Okay. Now, please drop your comment. Mau pendapat, kritik, saran, atau hanya sekadar comment iseng boleh saja, asal menggunakan bahasa yang sopan serta ejaan yang disempurnakan. Hehe… ^lol^
:: Setiap comment akan saya baca dengan ketelitian 0,01 mm dan Insya Allah akan saya balas ::
Categories
Fanfiction siBluuu
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 comments:
Posting Komentar